Motivasi dari Al Qur'an

Mata Air 13 : Mengelola Emosi Dengan Iman

" Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku dan sujud mencari karunia Allah dan Keridhaan-Nya..." (al-Fath [48]:29)

Sebelum masuk Islam, Umar bin Khaththab adalah seorang yang temperamental. Dia termasuk salah seorang yang keras menentang Rasulullah saw. dengan kekuatan fisiknya. Berikut kami uraikan gambaran wataknya yang temperamental dan permusuhannya yang sengit terhadap Rasulullah saw.

Suatu hari, dia keluar dengan menghunus pedangnya dan bermaksud menghabisi beliau. Di tengah jalan, dia berpapasan dengan seorang pria dari bani Zuhrah dan memberitahukan bahwa adik perempuan dan iparnya telah masuk Islam. Niatnya untuk menghabisi Rasulullah pun berubah menjadi niat untuk menghabisi adik perempuan dan iparnya. Ternyata, peristiwa itu justru menjadi awal dari pertemuannya dengan hidayah Allah swt.

Ibnu Hisyam dan Ibnu al-Jauzy menyebutkan dengan ringkas bahwa setelah Umar masuk Islam, dia mendatangi Jamil bin Ma'mar al-Jumha, lalu dia memberitahukan ke-islamannya. Jamil berteriak keras-keras bahwa Ibnul Khaththab telah keluar dari agama nenek moyangnya. Umar yang berada di belakangnya menyahut, "Dia berdusta, tetapi aku telah masuk Islam."

Mereka langsung mengeroyok Umar. Setelah beberapa lama dia memukuli mereka dan mereka memukulinya, hingga saat matahari berada tepat di atas kepala. Umar terduduk dalam kondisi lemas tak berdaya. Mereka berdiri di samping kepalanya, tetapi Umar berkata, "Lakukan semau kalian. Aku bersumpah kepada Allah, andaikata jumlah kami sudah mencapai tiga ratus orang, maka kamilah yang akan melumat-kan kalian atau kalian yang akan melumatkan kami."

Itu adalah kata-kata penuh emosi dari seorang yang temperamental dan memiliki kekuatan fisik. Setelah dia menemukan kebenaran, kebenaran itu pun mewarnai watak
dan emosinya. Semua kekuatan dan emosinya dikerahkan untuk kepentingan dan membela kebenaran yang diyakini-nya.

Apa yang Umar katakan waktu itu, bukan sekadar omong kosong. Sejak awal dia sudah menghendaki adanya gerakan dakwah dengan peperangan fisik. Sehingga dia berucap, "...Aku bersumpah kepada Allah, andaikata jumlah kami sudah mencapai tiga ratus orang, maka kamilah yang akan melumatkan kalian atau kalian yang akan melumatkan kami."

Itu adalah ucapannya ketika di Mekah, ketika kondisi umat Islam masih tertindas, diteror dan diancam oleh orang-orang kafir Mekah. Namun, setelah Rasulullah hijrah dan Islam ber-kembang pesat di Madinah, keadaan pun sedikit demi sedikit berubah.
Perang Badar adalah pembuktian dari apa yang dikatakan oleh Umar. Ketika Perang Badar, jumlah pasukan Islam hanya sekitar 300 orang, dan jumlah pasukan kafir Quraisy men¬capai 1.000 orang. Pada perang itu, pasukan Islam melumat habis pasukan kafir Quraisy sehingga mereka menderita ke-kalahan yang menyakitkan.

Emosi adalah salah satu kekuatan hati yang memiliki pengaruh yang ajaib terhadap sikap dan kondisi fisik seseorang. Seseorang yang merasakan kesedihan yang mendalam, dia akan mudah menangis. Air mata merupakan gejala fisik dari kondisi hati yang sedang bersedih. Atau, seseorang yang ber-hasil melompati -pagar yang tinggi karena lari ketakutan dari kejaran anjing. Perasaan takutnya mengalirkan kekuatan luar biasa terhadap kondisi fisiknya sehingga ia mampu lompati pagar yang sebenarnya tidak mampu dilompati dalam kondisi biasa.


Selain Umar, ada sahabat lain yang temperamental. Ia adalah Rabi' bin Ziyad. Temperamennya terlihat sewaktu pasukan Islam yang dikirim oleh Umar bin Khaththab untuk menakluk-kan daerah Manadzir yang masih dalam wilayah Ahwaz. Rabi' bin Ziyad bersama saudaranya, Muhajir bin Ziyad, bergabung dalam pasukan itu di bawah komando Abu Musa al-Asy'ari.

Waktu itu bulan puasa. Pada awal-awal pertempuran, pasukan Islam menderita banyak kekalahan, kondisi mereka juga sangat letih dan lelah karena mereka tetap berpuasa. Hingga Abu Musa sendiri memerintahkan mereka untuk mem-batalkan puasa dan berperang habis-habisan.

Muhajir, saudara Rabi' bin Ziyad berniat untuk bertempur sampai mati. Dia dikeroyok oleh pasukan kafir hingga tersungkur bersimbah darah. Kepalanya dipenggal lalu ditancap-kan di beranda sebuah kemah yang paling dekat dengan arena pertempuran.
Melihat kepala saudara kandungnya itu, Rabi' hanya ber¬kata, "Berbahagialah engkau..., semoga mendapat tempat kembali yang baik. Demi Allah, aku akan membalas kematian-mu dan kematian seluruh tentara muslim yang syahid di sini, dengan izin Allah."

Abu Musa kemudian menyerahkan komando pasukan yang menggempur daerah Manadzir kepada Rabi'. Dia sendiri me-mimpin pasukan yang akan menaklukkan kota as-Suus. Dalam Perang Manadzir itu, Rabi' dan pasukannya mengamuk habis-habisan. Daerah Manadzir pun takluk, disusul kemudian oleh kota Rustaq Zaliq dan kota Zaranj, ibu kota Sijistan.

Sewaktu peperangan untuk menguasai ibu kota Sijistan inilah, kekuatan emosi Rabi' bin Ziyad tampak jelas, sehingga menciutkan nyali komandan pasukan Persia. Ketika kemenang-an sudah hampir diraih oleh pasukan Islam, Barwiz, komandan pasukan Persia di wilayah itu, memutuskan untuk melakukan perundingan gencatan senjata dengan Rabi'. Rabi' pun me-nyetujuinya. Dia memerintahkan pasukannya untuk menyiap-kan tempat khusus untuk pertemuan mereka berdua. Dia perintahkan pasukannya untuk menumpuk mayat pasukan Persia di sepanjang jalan yang akan dilewati oleh Barwiz, juga di sekeliling tempat pertemuan mereka.

Melihat itu, Barwiz menjadi gentar. Ditambah lagi dengan perawakan Rabi' yang tinggi, gagah, kulitnya agak gelap, dan badannya besar. Dia tidak berani melangkah mendekati-nya untuk berjabat tangan. Dengan suara yang terbata-bata dia mengajukan permohonan damai.

Hari berikutnya, pasukan muslim memasuki kota itu sambil mengumandangkan tahlil dan takbir. Hari itu adalah hari kemenangan besar bagi agama Allah.

Emosi adalah kekuatan lain yang dimiliki oleh setiap orang di samping kekuatan hati, pikiran dan kekuatan fisik. Kekuatan emosi bisa dikendalikan oleh setan dan diarahkan kepada hal-hal negatif bila seseorang tidak mempunyai iman yang kuat. Sebaliknya, ketika emosi itu berkecamuk karena melihat agama dan syariat Allah dilecehkan, dia akan mengalirkan kekuatan yang lebih dahsyat dari kekuatan pikiran.
Lihatlah Rabi' bin Ziyad yang emosinya terusik oleh per-lakukan pasukan kafir terhadap mayat saudaranya. Semua unsur dalam dirinya pun menjelma menjadi kekuatan yang dahsyat yang mengendalikan pikiran dan fisiknya. Hingga semua peperangan yang dipimpinnya selalu memperoleh kemenangan. Lihat juga bagaimana emosinya mempengaruhi pikirannya sehingga tercetus gagasan untuk menumpuk mayat pasukan Persia yang terbunuh di sepanjang jalan yang akan dilewati oleh Barwiz, dan di tempat perundingan akan dilakukan. Perang bukan sekadar adu fisik dan strategi, tetapi juga adu mental (perang urat syaraf).

Allah swt. berfirman di dalam Al-Qur'an,

"Beginilah kamu. Kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata, 'Kami beriman,' dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujungjari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka), 'Matilah kamu karena kemarahanmu itu.' Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati." (Ali Tmran [3]: 119)

Ayat di atas adalah ayat yang menerangkan kondisi emosi orang-orang kafir dari golongan Yahudi dan Nasrani. Allah swt. mengingatkan kaum muslimin tentang mereka. Ibnu Katsir menguraikan tafsir ayat di atas sebagai berikut,
"Wahai orang-orang beriman, engkau mencintai orang kafir karena apa yang mereka tampakkan di hadapan kamu dari keimanan mereka, sehingga kalian mencintai mereka, padahal mereka tidak mencintai kalian, lahir dan batinnya. Kalian beriman tanpa keraguan terhadap semua kitab-kitab mereka, dari Injil, Zabur dan Taurat. Sementara mereka tidak beriman kepada kitab kalian, Al-Qur'an. Di hadapan kalian mereka tampak bermanis muka dan menyayangi kalian, padahal di belakang kalian, mereka sangat geram dan marah terhadap kalian."

Ibnu Abbas lebih jauh menjelaskan dalam perkataannya yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, "Sangat tidak pantas kalian (orang-orang beriman) dimarahi oleh orang-orang kafir. Justru sebaliknya, seharusnya kalianlah yang marah terhadap mereka. Karena kalian beriman terhadap kitab-kitab mereka, sementara mereka tidak beriman terhadap kitab kalian, Al-Qur'an."

Dalam ayat yang lain, Allah swt. menjelaskan tentang orang-orang yang menjadikan kaum yang dimurkai-Nya sebagai teman,
"Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui." (al-Mujaadilah [58]: 14)

Emosi tidak selamanya negatif. Ketika emosi bangkit bersama keimanan dan ketundukan pada ketentuan Allah, maka Allah-lah yang akan mengarahkan emosi itu menjadi sumber kekuatan bagi pelakunya.

Allah mengarahkan emosi negatif seperti amarah dan benci agar ditujukan untuk orang kafir dengan alasan yang jelas, yaitu, orang mukmin beriman kepada kitab-kitab mereka, sebaliknya mereka tidak beriman kepada Al-Qur'an. Allah juga mengarahkan emosi positif seperti cinta dan kasih sayang agar diarahkan untuk mencintai Allah dan Rasul-Nya, serta menyayangi sesama muslim dan mukmin.

"...Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah..." (al-Baqarah [21]: 165)

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Label

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.