Motivasi dari Al Qur'an

  • Bertobatlah

    Dosa dan maksiat tidak hanya akan menghalangi seseorang dari rahmat dan ridha Allah, tetapi juga akan meng-halanginya dari mencapai tujuan dan cita-cita yang diinginkannya.

  • Ambil Resiko Itu

    Setiap perbuatan, baik atau buruk pasti memiliki risiko. Seseorang tidak akan menanggung risiko atas perbuatan yang dilakukan oleh orang lain. Jika dia berusaha dan bekerja keras untuk kebaikan dan keselamatan dirinya, dia akan menerima risiko atas apa yang dikerjakannya.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Mata Air 15: Bertobatlah

"Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu kedalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengannya; sedang cahaya mereka memancar dihadapan dan disebelah kanan mereka, sambil mereka berkata. "Ya Tuhan Kami sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami; sungguh Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu" (At-Tahrim[66]:8)

Di antara anggota pasukan Sa'ad bin Abi Waqqash yang menaklukkan daerah Persia, terdapat seorang tentara yang gagah perkasa bernama Abu Mahjan. Dia salah seorang anggota pasukan kavaleri berkuda. Akan tetapi, dia mempunyai satu kebiasaan buruk, yaitu menyukai minuman keras.

Sa'ad berpidato di hadapan pasukannya menjelang pertempuran. Dia mewasiatkan kepada mereka untuk meningkat-kan ketakwaan dan berdoa agar Allah menguatkan mereka guna menghadapi pasukan Persia di Qadhisia. Secara tiba-tiba, Abu Mahjan muncul dalam keadaan teler. Sa'ad sangat sedih dengan keadaan itu. Dia langsung memerintahkan agar Abu Mahjan dipenjara terlebih dahulu. Setelah selesai pertempuran, dia akan menjatuhi hukuman cambuk terhadapnya. Sa'ad takut Allah akan menghukum pasukannya karena ada salah satu dari mereka yang meminum minuman keras.

Ketika Abu Mahjan tersadar dari mabuknya, dia bangkit dan mengintip dari jendela penjara. Dia melihat peperangan yang berpihak pada kemenangan pasukan Persia. Abu Mahjan terdiam, dia duduk termenung dan bersedih. Air matanya perlahan mengalir dari kedua matanya.

Bagaimana tidak, dia tidak bisa ikut berperang. Dosa dan perbuatan maksiat yang baru saja dia lakukan menghalanginya memperoleh kehormatan besar itu. Dia merasa telah menipu cita-cita dan tekadnya sendiri untuk menjadi salah satu tentara yang berjasa menaklukkan wilayah Persia. Padahal, dia seorang jagoan tangguh dan pasukan berkuda yang tidak tertandingi.

Dalam kesedihannya yang mendalam itu, dia menggubah syair:
 "Cukup sudah hatiku tersiksa
Melihat tombak menancap di perut kuda
Sedang aku terbelenggu tak berdaya
Aku berdiri terikat baja
Pintu pun tertutup dengan kuatnya
Hingga tak ada yang mendengar keluh di dada
Aku berjanji kepada Tuhan
Tak lagi berbuat satu kesalahan
Kalau sekarang aku dibebaskan"

Begitulah tekad dan hati Abu Mahjan kembali bangkit. Dia berjanji, kalau terbebas dan diizinkan keluar untuk berjihad, dia tidak akan mengotori tubuhnya lagi dengan minuman keras yang diharamkan Allah.

Abu Mahjan benar-benar bertobat. Allah pun menerima tobatnya dan berkenan mengutus istri Sa'ad bin Abu Waqqash melewati kamar penjaranya. Setelah mendengar syair yang begitu menusuk hati itu, Abu Mahjan meminta untuk di bebaskan. Dia berjanji akan kembali ke dalam sel itu persis setelah perang terhenti saat matahari tenggelam.

Istri Sa'ad menyetujuinya. Abu Mahjan pun segera dibebaskan. Tidak lama kemudian, dia sudah menunggangi; kudanya Sa'ad bin Abu Waqqash yang bernama Balqa. Setelah mencorang-coreng wajahnya agar tidak dikenali, dia pun melesat seperti kilat menuju arena pertempuran.

Ketika tentara muslim melihatnya mengacak-acak barisan pasukan musuh dan membabat ke sana-kemari tanpa henti, mereka bergumam penuh kagum, "Demi Allah, ada malaikat yang berperang di barisan kita."


Sa'ad bin Abu Waqqash yang memantau jalannya pertempuran dari atas benteng juga terheran-heran dan menanya-kan, "Siapa gerangan tentara yang mukanya dicoreng-moreng itu?" Tetapi tidak ada seorang pun yang bisa menjawab.

Sa'ad lalu berseru, "Subhanallah! Kalau dilihat dari lari kudanya, itu lari kudaku, Balqa. Kalau dilihat dari cara menyerangnya, itu gaya khasnya Abu Mahjan! Demi Allah, kalau Abu Mahjan tidak sedang dipenjara, pasti aku akan mengatakan padanya bahwa tentara gagah perkasa itu adalah dia."

Seperti janjinya kepada istri Sa'ad bin Abi Waqqash, Abu Mahjan segera kembali ke ruang penjara setelah malam mulai gelap. Tidak lama kemudian, Sa'ad juga pulang ke kemahnya. Dia segera diberi tahu oleh sang istri perihal Abu Mahjan.

Untuk itu, Sa'ad segera pergi menemui Abu Mahjan, membebaskan, dan memeluknya. "Demi Allah!" kata Sa'ad kepada Abu Mahjan. "Mulai hari ini, aku tidak akan lagi mencambukmu. Sungguh, aku telah melihat sendiri bagaimana ke-teguhanmu dalam berjihad di jalan Allah. Aku juga menyaksi-kan sendiri bagaimana keberanianmu menantang kematian."

Abu Mahjan balik menjawab, "Aku pun berjanji atas nama Allah, mulai hari ini, tidak akan lagi meminum minuman keras." Keduanya menangis sesenggukan. Sa'ad bin Abi Waqqash menangis karena terharu. Abu Mahjan menangis karena gembira sudah terbebas dari belenggu minuman keras yang membelenggu lehernya selama bertahun-tahun.

Pelajaran apa yang Anda ambil dari kisah Abu Mahjan? Dia adalah seseorang yang mempunyai cita-cita tertinggi, yaitu berjihad. Akan tetapi, dia mempunyai rintangan terberat, yaitu kegemarannya meminum minuman keras. Sementara jihad adalah sarana dakwah untuk mengajak manusia pada ke-taatan melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Meski demikian, dia tetap berada dalam kondisi kejiwaan yang kuat untuk berjihad, namun dia tidak kuat mengatasi kendala terberat yang ada pada dirinya. Hingga suatu-keadaan membuatnya tersadar bahwa kebiasaan buruknya telah meng-halanginya dari menggapai cita-citanya yang paling mulia itu.

Kita juga sering mengalami keadaan seperti yang dialami oleh Abu Mahjan. Terkadang kita menginginkan suatu kebahagiaan, ketenteraman dan kesejahteraan, tetapi waktu kita lebih banyak dihabiskan untuk hal-hal yang justru akan menghalangi kita dari mencapai hal-hal baik itu.

Seorang mahasiswa misalnya, dia mempunyai cita-cita ingin meraih IPK tertinggi dan menjadi sarjana terbaik. Dia menyampaikan keinginannya itu kepada kedua orang tuanya. Orang tuanya pun bekerja dan membanting tulang demi membiayai pendidikan anaknya. Akan tetapi, sebelum cita-cita itu tercapai, dia terjebak dalam cara berpikir orang-orang yang menganggap maksiat sebagai hobi dan dosa sebagai seni. Larut dalam pergaulan bebas dan pemakaian obat-obatan terlarang. Semua uang hasil jerih payah orang tuanya dihabiskan untuk berfoya-foya dan membeli narkoba.

Bukankah itu sebuah kedurhakaan dan pengkhianatan terhadap orang tua? Seindah dan sepandai apa pun manusia mengeksploitasi dosa dan maksiat sebagai produk yang bernilai seni tinggi, tidak akan mengubah dosa dan maksiat menjadi keindahan yang bernilai seni tinggi. Maksiat akan tetap menambah dosa, dan maksiat yang bertopengkan seni tetaplah maksiat.

Dosa dan maksiat tidak hanya akan menghalangi seseorang dari rahmat dan ridha Allah, tetapi juga akan meng-halanginya dari mencapai tujuan dan cita-cita yang diinginkannya.

Pergaulan bebas, maksiat yang berkedok seni, dan narkoba . adalah rintangan berat yang harus ditinggalkan bila dia benar-benar ingin menjadi seorang mahasiswa yang sukses dalam studi dan karier.

Di sisi lain, kepada sebagian orang, bila mereka ditanya, "Apakah Anda ingin masuk surga?" Mereka pasti akan menjawab, "Ya." Akan tetapi, secara sadar atau tidak, mereka justru lebih banyak melakukan hal yang sama sekali tidak akan mengantarkan mereka ke surga, bahkan sebaliknya.

Seandainya mereka tetap dalam keadaan demikian, dan usia pun dihabiskan dalam dosa dan maksiat. Maka penyesal-an akan hadir di saat tidak ada lagi kesempatan kedua untuk melakukan kebaikan. Kesempatan itu hanya datang sekali.

Oleh karena itu, selama Anda masih memiliki sisa umur untuk menjalani hidup di muka bumi ini, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri dan bertobat atas dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan.
Allah Maha Menerima Tobat. Meski dosa hamba-Nya memenuhi langit dan bumi, rahmat dan ampunan Allah jauh lebih luas daripada langit dan bumi. Tidak ada kebaikan sekecil apa pun yang dilakukan seorang hamba kecuali Allah akan memberinya dua hal secara bersamaan, yaitu pahala dan ampunan atas dosa-dosanya.

Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah saw. berkisah, "Ada seorang lelaki yang kerjanya meminjamkan uang kepada orang lain, kemudian dia berpesan kepada pegawainya, 'Jika kamu mendapati orang yang berutang sedang dalam kesusahan, ampunilah dia. Jangan dulu ditagih. Semoga Allah mengampuni kita.' Lelaki itu pun meninggal, dan Allah mengampuninya."

Rasulullah saw. juga pernah berpesan kepada Mu'adz bin Jabal, "Bertakwalah kepada Allah di mana pun kamu berada. Ikutilah kesalahan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapuskan kesalahan tersebut. Dan, bergaullah bersama ma¬nusia dengan akhlak yang baik."

 "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih." (Huud [11]: 90)

Dosa dan maksiat tidak hanya akan menghalangi sesorang dari rahmat dan ridha Allah, tetapi juga akan menghalanginya dari mencapai tujuan dan cita-cita yang diinginkannya
Share:

Mata Air 14: Tetap Konsisten Pada Prinsip


" Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan 'Than Kami adalah Allah' kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka , maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), 'Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu'" (Fushilat [41]:30)

Dalam bahasa Arab, konsisten disebut istiqaamah, bentuk Past Tense-nya (Fi'il Maadhi) adalah istaqaama artinya, me-luruskan. Dari situlah berakar kata mustaqiim pada ayat ke-5 surah al-Faatihah (Ihdinas shiraathal mustaqiim) 'Tunjukilah kami jalan yang lurus'. Konsisten artinya berpegang teguh pada kebenaran yang diyakini, dan melaksanakan segala sesuatu yang menjadi konsekuensi dari keyakinan tersebut. Maka, siapa pun yang mengakui Allah swt. sebagai Tuhannya, dia harus melaksanakan apa yang Allah syariatkan dan menjauhi apa yang di-larangan-Nya.

Anas bin Malik r.a. bercerita, "Suatu hari, Rasulullah mem-bacakan kepada kami ayat ini (Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, 'Tuhan kami ialah Allah' kemudian mereka meneguh-kan pendirian mereka), kemudian beliau bersabda, 'Banyak orang yang mengucapkannya, tetapi kemudian mereka kufur. Maka, siapa saja yang mengucapkannya (dan melaksanakan konsekuensi-konsekuensi dari ucapan itu) hingga dia meninggal, maka dia telah beristiqamah (konsisten).'"

Ayat di atas menunjukkan bahwa sikap istiqamah adalah keteguhan hati dan tetap menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Lebih jauh, Rasulullah menegaskan pada sabdanya di atas bahwa sangat sedikit orang yang konsisten pada apa yang diucapkan.

Allah menjanjikan bahwa para malaikat akan menaungi dan melindungi mereka yang konsisten. Mereka tidak akan dilanda kesedihan atau keraguan. Yang ada hanya kegembiraan dalam menjalankan perintah itu karena mereka yakin dengan balasan surga yang Allah sediakan untuk hamba-hamba-Nya yang saleh.

Konsistensi adalah karakter utama dari seorang yang memiliki prinsip. Prinsip yang dipegang adalah warna dasar dari gambaran sikap dan perilakunya. Setiap sikap dan perilakunya tidak pernah bertentangan dengan prinsip yang dipegang, karena prinsip hidup adalah kebenaran absolut yang berasal dari wahyu Tuhan. Meski dalam hidup dia menghadapi banyak tantangan dan rintangan yang bisa saja menggelincirkan dan membuatnya tergoda untuk melanggar prinsip itu, dia tidak akan kesulitan menemukan jalan keluar untuk mengatasinya.

Sebaliknya, orang yang tidak konsisten adalah orang yang tidak memiliki prinsip. Jika seseorang tidak memiliki prinsip hidup yang benar, maka dia akan terjebak dalam tingkah laku yang menuruti tuntutan nafsunya. Jika orang-orang yang me¬miliki prinsip dan konsisten dengan prinsipnya, mereka selalu dinaungi malaikat. Maka, orang yang tidak mempunyai prinsip, mereka akan selalu dikendalikan oleh setan yang menung-gangi hawa nafsunya. Padahal Allah swt. telah mengingat-kan manusia dengan firman-Nya,
"...Sesungguhnya ia (setan) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguh¬nya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman." (al-A'raaf [7]: 27)

Sikap konsisten adalah sikap yang bersumber dari dalam diri sendiri, atau sikap dari dalam ke luar. Apa yang menjadi prinsip hidup, itulah yang menjadi pusat orbit dari bentuk sikap dan perilaku yang tampak bagi orang lain. Dirinya adalah yang memberi warna terhadap lingkungan. Bukan sebaliknya. Kebanyakan sikap dari orang-orang yang tidak punya prinsip adalah mereka mudah terpengaruh oleh lingkungan di luar diri mereka. Meniru dan mengikuti budaya dan tradisi lingkungan di sekitarnya, mereka tidak memiliki prinsip yang me-nyaring nilai-nilai di lingkungannya.

Ada sebuah kisah yang menjadi pelajaran penting bagi kita. Kisah ini mengajari kita untuk memiliki prinsip dan yakin dengan kebenaran prinsip itu.

Dikisahkan bahwa seorang ayah bersama putranya pergi ke pasar untuk menjual keledai. Keledai itu dituntun oleh anaknya di depan, sementara ayahnya berjalan di belakang. Sekelompok remaja yang berpapasan dengan mereka mener-tawai dan berkata, "Mengapa kalian berjalan kaki, padahal keledai yang kalian tuntun itu bisa dinaiki?" Sang Ayah lalu naik ke atas punggung keledai itu, sementara anaknya tetap menuntun keledai itu di depan.

Ketika mereka melewati sebuah perkampungan, ada sekelompok wanita yang berada di pinggir jalan. Mereka memaki si ayah sebagai pria yang hanya mau enaknya sendiri. Dia mem-biarkan anaknya berjalan menuntun keledai sementara dia enak-enakan duduk di atas punggung keledai itu. Mendengar makian itu, sang ayah pun menyuruh anaknya untuk naik bersamanya.

Ketika sampai di sebuah desa, mereka dicerca oleh penduduk desa sebagai orang-orang yang tidak punya rasa kasihan terhadap binatang. Mereka menganggap keledai itu kurus dan keduanya telah menyiksa keledai itu dengan menaikinya berdua.

Karena merasa bersalah dan membenarkan apa yang dikatakan oleh penduduk desa itu, mereka pun turun dan mengikat kaki keledai itu dan memikulnya berdua. Mereka kemudian meneruskan perjalanan. Sampailah mereka di sebuah jembatan yang di bawahnya ada sungai yang mengalir. Sekelompok anak kecil sedang ber-main di pinggir jembatan itu. Melihat pemandangan yang ganjil itu, anak-anak kecil itu meneriaki kedua orang itu sambil bersorak-sorai. Teriakan itu membuat keledai itu terkejut dan memberontak hingga tali yang mengikat kakinya putus. Keledai itu pun jatuh ke dalam sungai dan hilang terbawa arus.

Akhirnya, sang ayah berkata, "Karena mengikuti kata semua orang, kita tidak dapat melegakan siapa pun, bahkan diri kita sendiri pun tidak." Sebenarnya, yang menjadi tujuan keduanya adalah, men-jual keledai di pasar. Apa dan bagaimana cara mereka pergi ke pasar itu bukanlah masalah yang prinsipiil.

Namun, rintangan yang mereka temui dalam perjalanan sangat banyak dan mereka tidak paham akan hal-hal yang prinsipiil. Sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu prinsip di-anggap prinsip sehingga mereka mudah terpengaruh oleh perkataan orang. Akhirnya, mereka menderita kerugian.

Apabila mereka konsisten dengan tujuan dan mengetahui hal yang lebih prinsip, mereka bisa pergi ke pasar dengan mengendarai keledai itu berdua; atau menggiringnya berdua; atau sang ayah yang menaiki dan putranya yang menggiring atau sebaliknya; atau dengan memikulnya dan mengikat kakinya; semua itu hanya masalah metode mencapai tujuan. Mereka bisa memilih cara yang paling kecil risiko buruknya. Kemudian mereka akan sampai ke pasar, menjual keledai dan menikmati hasilnya.

Mulai hari ini, Anda harus memiliki prinsip hidup yang jelas dan benar. Pegang erat-erat prinsip hidup Anda agar kelak di akhirat, Anda tidak termasuk dalam kelompok orang-orang yang merugi.

Ambillah pelajaran dari firman Allah swt. berikut ini,  "Jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)." (al-An'aam [6]: 116)
Share:

Mata Air 13 : Mengelola Emosi Dengan Iman

" Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku dan sujud mencari karunia Allah dan Keridhaan-Nya..." (al-Fath [48]:29)

Sebelum masuk Islam, Umar bin Khaththab adalah seorang yang temperamental. Dia termasuk salah seorang yang keras menentang Rasulullah saw. dengan kekuatan fisiknya. Berikut kami uraikan gambaran wataknya yang temperamental dan permusuhannya yang sengit terhadap Rasulullah saw.

Suatu hari, dia keluar dengan menghunus pedangnya dan bermaksud menghabisi beliau. Di tengah jalan, dia berpapasan dengan seorang pria dari bani Zuhrah dan memberitahukan bahwa adik perempuan dan iparnya telah masuk Islam. Niatnya untuk menghabisi Rasulullah pun berubah menjadi niat untuk menghabisi adik perempuan dan iparnya. Ternyata, peristiwa itu justru menjadi awal dari pertemuannya dengan hidayah Allah swt.

Ibnu Hisyam dan Ibnu al-Jauzy menyebutkan dengan ringkas bahwa setelah Umar masuk Islam, dia mendatangi Jamil bin Ma'mar al-Jumha, lalu dia memberitahukan ke-islamannya. Jamil berteriak keras-keras bahwa Ibnul Khaththab telah keluar dari agama nenek moyangnya. Umar yang berada di belakangnya menyahut, "Dia berdusta, tetapi aku telah masuk Islam."

Mereka langsung mengeroyok Umar. Setelah beberapa lama dia memukuli mereka dan mereka memukulinya, hingga saat matahari berada tepat di atas kepala. Umar terduduk dalam kondisi lemas tak berdaya. Mereka berdiri di samping kepalanya, tetapi Umar berkata, "Lakukan semau kalian. Aku bersumpah kepada Allah, andaikata jumlah kami sudah mencapai tiga ratus orang, maka kamilah yang akan melumat-kan kalian atau kalian yang akan melumatkan kami."

Itu adalah kata-kata penuh emosi dari seorang yang temperamental dan memiliki kekuatan fisik. Setelah dia menemukan kebenaran, kebenaran itu pun mewarnai watak
dan emosinya. Semua kekuatan dan emosinya dikerahkan untuk kepentingan dan membela kebenaran yang diyakini-nya.

Apa yang Umar katakan waktu itu, bukan sekadar omong kosong. Sejak awal dia sudah menghendaki adanya gerakan dakwah dengan peperangan fisik. Sehingga dia berucap, "...Aku bersumpah kepada Allah, andaikata jumlah kami sudah mencapai tiga ratus orang, maka kamilah yang akan melumatkan kalian atau kalian yang akan melumatkan kami."

Itu adalah ucapannya ketika di Mekah, ketika kondisi umat Islam masih tertindas, diteror dan diancam oleh orang-orang kafir Mekah. Namun, setelah Rasulullah hijrah dan Islam ber-kembang pesat di Madinah, keadaan pun sedikit demi sedikit berubah.
Perang Badar adalah pembuktian dari apa yang dikatakan oleh Umar. Ketika Perang Badar, jumlah pasukan Islam hanya sekitar 300 orang, dan jumlah pasukan kafir Quraisy men¬capai 1.000 orang. Pada perang itu, pasukan Islam melumat habis pasukan kafir Quraisy sehingga mereka menderita ke-kalahan yang menyakitkan.

Emosi adalah salah satu kekuatan hati yang memiliki pengaruh yang ajaib terhadap sikap dan kondisi fisik seseorang. Seseorang yang merasakan kesedihan yang mendalam, dia akan mudah menangis. Air mata merupakan gejala fisik dari kondisi hati yang sedang bersedih. Atau, seseorang yang ber-hasil melompati -pagar yang tinggi karena lari ketakutan dari kejaran anjing. Perasaan takutnya mengalirkan kekuatan luar biasa terhadap kondisi fisiknya sehingga ia mampu lompati pagar yang sebenarnya tidak mampu dilompati dalam kondisi biasa.


Selain Umar, ada sahabat lain yang temperamental. Ia adalah Rabi' bin Ziyad. Temperamennya terlihat sewaktu pasukan Islam yang dikirim oleh Umar bin Khaththab untuk menakluk-kan daerah Manadzir yang masih dalam wilayah Ahwaz. Rabi' bin Ziyad bersama saudaranya, Muhajir bin Ziyad, bergabung dalam pasukan itu di bawah komando Abu Musa al-Asy'ari.

Waktu itu bulan puasa. Pada awal-awal pertempuran, pasukan Islam menderita banyak kekalahan, kondisi mereka juga sangat letih dan lelah karena mereka tetap berpuasa. Hingga Abu Musa sendiri memerintahkan mereka untuk mem-batalkan puasa dan berperang habis-habisan.

Muhajir, saudara Rabi' bin Ziyad berniat untuk bertempur sampai mati. Dia dikeroyok oleh pasukan kafir hingga tersungkur bersimbah darah. Kepalanya dipenggal lalu ditancap-kan di beranda sebuah kemah yang paling dekat dengan arena pertempuran.
Melihat kepala saudara kandungnya itu, Rabi' hanya ber¬kata, "Berbahagialah engkau..., semoga mendapat tempat kembali yang baik. Demi Allah, aku akan membalas kematian-mu dan kematian seluruh tentara muslim yang syahid di sini, dengan izin Allah."

Abu Musa kemudian menyerahkan komando pasukan yang menggempur daerah Manadzir kepada Rabi'. Dia sendiri me-mimpin pasukan yang akan menaklukkan kota as-Suus. Dalam Perang Manadzir itu, Rabi' dan pasukannya mengamuk habis-habisan. Daerah Manadzir pun takluk, disusul kemudian oleh kota Rustaq Zaliq dan kota Zaranj, ibu kota Sijistan.

Sewaktu peperangan untuk menguasai ibu kota Sijistan inilah, kekuatan emosi Rabi' bin Ziyad tampak jelas, sehingga menciutkan nyali komandan pasukan Persia. Ketika kemenang-an sudah hampir diraih oleh pasukan Islam, Barwiz, komandan pasukan Persia di wilayah itu, memutuskan untuk melakukan perundingan gencatan senjata dengan Rabi'. Rabi' pun me-nyetujuinya. Dia memerintahkan pasukannya untuk menyiap-kan tempat khusus untuk pertemuan mereka berdua. Dia perintahkan pasukannya untuk menumpuk mayat pasukan Persia di sepanjang jalan yang akan dilewati oleh Barwiz, juga di sekeliling tempat pertemuan mereka.

Melihat itu, Barwiz menjadi gentar. Ditambah lagi dengan perawakan Rabi' yang tinggi, gagah, kulitnya agak gelap, dan badannya besar. Dia tidak berani melangkah mendekati-nya untuk berjabat tangan. Dengan suara yang terbata-bata dia mengajukan permohonan damai.

Hari berikutnya, pasukan muslim memasuki kota itu sambil mengumandangkan tahlil dan takbir. Hari itu adalah hari kemenangan besar bagi agama Allah.

Emosi adalah kekuatan lain yang dimiliki oleh setiap orang di samping kekuatan hati, pikiran dan kekuatan fisik. Kekuatan emosi bisa dikendalikan oleh setan dan diarahkan kepada hal-hal negatif bila seseorang tidak mempunyai iman yang kuat. Sebaliknya, ketika emosi itu berkecamuk karena melihat agama dan syariat Allah dilecehkan, dia akan mengalirkan kekuatan yang lebih dahsyat dari kekuatan pikiran.
Lihatlah Rabi' bin Ziyad yang emosinya terusik oleh per-lakukan pasukan kafir terhadap mayat saudaranya. Semua unsur dalam dirinya pun menjelma menjadi kekuatan yang dahsyat yang mengendalikan pikiran dan fisiknya. Hingga semua peperangan yang dipimpinnya selalu memperoleh kemenangan. Lihat juga bagaimana emosinya mempengaruhi pikirannya sehingga tercetus gagasan untuk menumpuk mayat pasukan Persia yang terbunuh di sepanjang jalan yang akan dilewati oleh Barwiz, dan di tempat perundingan akan dilakukan. Perang bukan sekadar adu fisik dan strategi, tetapi juga adu mental (perang urat syaraf).

Allah swt. berfirman di dalam Al-Qur'an,

"Beginilah kamu. Kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata, 'Kami beriman,' dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujungjari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka), 'Matilah kamu karena kemarahanmu itu.' Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati." (Ali Tmran [3]: 119)

Ayat di atas adalah ayat yang menerangkan kondisi emosi orang-orang kafir dari golongan Yahudi dan Nasrani. Allah swt. mengingatkan kaum muslimin tentang mereka. Ibnu Katsir menguraikan tafsir ayat di atas sebagai berikut,
"Wahai orang-orang beriman, engkau mencintai orang kafir karena apa yang mereka tampakkan di hadapan kamu dari keimanan mereka, sehingga kalian mencintai mereka, padahal mereka tidak mencintai kalian, lahir dan batinnya. Kalian beriman tanpa keraguan terhadap semua kitab-kitab mereka, dari Injil, Zabur dan Taurat. Sementara mereka tidak beriman kepada kitab kalian, Al-Qur'an. Di hadapan kalian mereka tampak bermanis muka dan menyayangi kalian, padahal di belakang kalian, mereka sangat geram dan marah terhadap kalian."

Ibnu Abbas lebih jauh menjelaskan dalam perkataannya yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, "Sangat tidak pantas kalian (orang-orang beriman) dimarahi oleh orang-orang kafir. Justru sebaliknya, seharusnya kalianlah yang marah terhadap mereka. Karena kalian beriman terhadap kitab-kitab mereka, sementara mereka tidak beriman terhadap kitab kalian, Al-Qur'an."

Dalam ayat yang lain, Allah swt. menjelaskan tentang orang-orang yang menjadikan kaum yang dimurkai-Nya sebagai teman,
"Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui." (al-Mujaadilah [58]: 14)

Emosi tidak selamanya negatif. Ketika emosi bangkit bersama keimanan dan ketundukan pada ketentuan Allah, maka Allah-lah yang akan mengarahkan emosi itu menjadi sumber kekuatan bagi pelakunya.

Allah mengarahkan emosi negatif seperti amarah dan benci agar ditujukan untuk orang kafir dengan alasan yang jelas, yaitu, orang mukmin beriman kepada kitab-kitab mereka, sebaliknya mereka tidak beriman kepada Al-Qur'an. Allah juga mengarahkan emosi positif seperti cinta dan kasih sayang agar diarahkan untuk mencintai Allah dan Rasul-Nya, serta menyayangi sesama muslim dan mukmin.

"...Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah..." (al-Baqarah [21]: 165)

Share:

Mata Air 12 : Ambil Resiko Itu

لِيَجْزِيَ اللّٰهُ كُلَّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْۗ اِنَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ

"Agar Allah memberi pembalasan kepada tiap-tiap orang terhadap apa yang ia usahakan. Sesungguhnya Allah Mahacepat hisab-Nya" (Ibrahim [14]:51)
Tergambar di benak sebagian kita bahwa setiap risiko adalah sesuatu yang buruk. Padahal ia merupakan tantangan yang mendidik dan akan memberi banyak pelajaran, se¬hingga pikiran terlatih untuk kreatif mencari solusi.

Karakteristik risiko itu sendiri tidak seperti yang ada dalam benak sebagian besar orang saat ini. Dan risiko yang benar-benar terjadi terkadang tidak sebanyak dan seberat yang pernah menghantui pikirannya.

'Ali bin Abu Thalib pernah mengatakan bahwa dari seratus jenis risiko dan kesulitan yang timbul dalam pikiran sebelum melakukan suatu tindakan, yang merupakan risiko yang benar-benar akan terjadi tidak lebih dari sepuluhnya saja.

Kita perlu belajar dari rentetan takdir hidup Salman al-Farisi dalam mencari kebenaran sejati. Bagaimana keberanian dia menghadapi dan melewati berbagai risiko sulit dalam per-jalanannya mencari dan menemukan kebenaran. Juga, ketidak-beranian dia menanggung risiko dalam hal-hal tertentu.

Salman al-Farisi sosok pribadi yang memiliki otak cerdas, ahli strategi perang, kritis dan berani. Terlahir dari keluarga bangsawan Persia yang menyembah api. Namun, daya nalar dan kekuatan hatinya untuk mencari dan menemukan kebenaran sejati telah meneguhkannya ketika harus meninggalkan rumah orang tuanya untuk menemukan kebenaran sejati yang diyakininya.

Dia pun tinggal dan menjadi pelayan di rumah seorang uskup yang ternyata adalah pembohong dan penipu. Uskup itu menyuruh pengikutnya untuk bersedekah untuk fakir miskin tetapi ternyata dia timbun untuk dirinya sendiri. Setelah uskup itu mati, dia pun membeberkan kepada semua orang me-ngenai kebohongan uskup itu.

Dia kemudian tinggal.bersama seorang uskup yang meng-gantikan uskup pembohong itu. Orang ini ahli ibadah, zuhud dan paling mencintai akhirat. Menjelang ajalnya, uskup itu me-wasiatkan kepada Salman untuk menemui seorang temannya yang masih berada dalam ajaran agama Nasrani yang benar. Salman pun melaksanakan wasiat itu.

Kondisi demikian dia alami hingga empat orang uskup. Uskup terakhir mewasiatkan kepadanya tentang akan datang-nya seorang rasul terakhir yang membawa risalah pelengkap menyempurnakan risalah nabi-nabi sebelumnya. Uskup itu menjelaskan kriteria-kriteria Nabi terakhir itu.

Dalam perjalanannya ke Madinah untuk menemui sang Rasul, dia rela dirinya menjadi budak seorang Yahudi dari bani Quraizhah. Padahal dirinya adalah keturunan bangsawan di Persia.

Setelah pertemuannya dengan sang Rasul. Dia pun menjadi salah seorang sahabat Rasulullah yang cerdas dan ahli dalam strategi perang. Dialah pemilik gagasan pembuatan parit di sekeliling kota Madinah ketika akan terjadi Perang Khandaq, karena akan sangat berat bagi umat Islam untuk menghadapi pasukan koalisi kaum kafir Quraisy Mekah dan beberapa kabilah kafir lain, serta pengkhianatan beberapa kabilah Yahudi Madinah. Jumlah mereka mencapai 10.000 orang.



Meski cerdas dan ahli dalam strategi perang, Salman adalah seorang yang minder terhadap perempuan. Dia termasuk salah seorang sahabat Rasulullah saw. yang terlambat menikah. Dia mempunyai seorang sahabat karib, yaitu Abu Darda'.
Abu Darda' juga adalah salah seorang sahabat Rasulullah saw. Akan tetapi, Abu Darda' telah menikah sedangkan Salman belum menikah. Abu Darda' sering memanas-manasinya untuk segera menikah, sehingga Salman pun pergi berkeliling ke beberapa kabilah untuk mencari gadis yang mampu memikat hatinya. Akhirnya, dia menemukan apa yang dia cari.

Akan tetapi, dia tidak berani untuk datang langsung kepada orang tua gadis itu, sehingga dia meminta tolong kepada sahabat karibnya, yaitu Abu Darda, untuk mewakilinya menghadap ayah gadis itu dan menyampaikan maksud dan keinginannya untuk meminang putrinya.

Abu Darda' pun bersedia membantu sahabat karibnya itu. Dia mendatangi ayah gadis itu dan menyampaikan maksud kedatangannya. Ternyata ayah gadis itu menolak untuk me-nikahkan putrinya dengan Salman. Dia malah meminta Abu Darda' untuk menikahi putrinya, bukan Salman.

Permintaan itu tentu saja hal yang sangat mengejutkan buat Abu Darda', karena dia sendiri sudah beristri. Abu Darda' pun mendatangi Salman dan menceritakan permintaan ayah gadis itu. Salman adalah seorang yang berjiwa besar, dia tersenyum dan memberikan ucapan selamat buat Abu Darda'.

Kisah dua orang sahabat Rasulullah itu, memberikan pe-lajaran yang sangat berharga tentang keberanian menghadapi risiko, baik itu risiko yang menguntungkan, merugikan, membahagiakan, maupun menyakitkan.

Kehidupan adalah sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah dan merupakan kepastian yang telah Dia takdirkan. Bagi Allah, kehidupan kita bukanlah misteri, tetapi bagi kita, dia adalah misteri.

Takdir buruk yang berbentuk musibah dan kesulitan sering datang menjadi penghalang yang terkadang membuat kita hampir berputus asa dan kehilangan harapan. Padahal, jika kita merenungi secara sadar dan mendalam, kita akan mendapati bahwa musibah dan kesulitan terkadang datang berbarengan dengan rahmat dan menjadi tanda kasih sayang Allah kepada kita.

Kehidupan yang kita jalani adalah proses kita untuk memecahkan setiap masalah dan mengatasi setiap risiko yang akan muncul. Adanya masalah dan kesulitan merupakan bukti adanya kehidupan. Jika tidak ada masalah dan kesulitan maka tidak akan ada kehidupan yang sebenarnya.

Kita sering merasa yakin dengan doa dan usaha. Kita yakin dapat mencapai apa yang kita rencanakan. Akan tetapi, kenyataan yang kita hadapi sering berbeda jauh dari apa yang kita rencanakan. Kita pun menjadi tidak yakin lagi dengan rencana dan harapan yang telah kita tanamkan untuk diri kita, sebab kenyataan yang kita hadapi itu melemahkan harapan-harapan kita untuk tetap mempertahankannya. Di sisi lain, kita juga dihantui kecemasan dan rasa takut gagal dalam mewujudkan rencana itu.
Setiap perbuatan, baik atau buruk pasti memiliki risiko. Seseorang tidak akan menanggung risiko atas perbuatan yang dilakukan oleh orang lain. Jika dia berusaha dan bekerja keras untuk kebaikan dan keselamatan dirinya, dia akan menerima risiko atas apa yang dikerjakannya.

"Agar Allah memberi pembalasan kepada tiap-tiap orang terhadap apa yang ia usahakan. Sesungguhnya Allah Mahacepat hisab-Nya." (Ibrahim [14]: 51)

Maka, apa pun sikap dan keputusan yang kita tetapkan untuk diri kita, pasti memiliki risiko. Risiko positif dari harapan dan usaha adalah kesuksesan dan kebahagiaan, sedangkan risiko negatifnya adalah kegagalan dan kekecewaan. Risiko mengungkapkan isi hati adalah penolakan, dan risiko menaruh harapan pada orang lain adalah kekecewaan.

Seberapa siapkah kita dalam menghadapi dan menerima risiko itu?
Share:

Mata Air 11: Hiduplah Sederhana

وَاقْصِدْ فِيْ مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَۗ اِنَّ اَنْكَرَ الْاَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيْرِ

"Sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai" (Luqman[31]:19)

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah saw. pernah bersabda, "Orang yang hidup sederhana, dia tidak akan meminta-minta." Dalam hadis lain yang juga ; diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Darda', Rasulullah saw. juga bersabda, "Tanda kepahaman seseorang dalam ber agama adalah sederhana dalam kehidupannya."

Kesederhanaan dalam hidup mencakup kesederhanaan sikap dan perilaku, kesederhanaan tutur kata, dan keseder¬hanaan pola pikir. Sikap sederhana adalah lawan dari sikap berlebih-lebihan dan menyombongkan diri. Allah swt. ber-firman,

"Janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguh-nya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membangga-kan diri..." (Luqman [31]: 18)

Hidup sederhana adalah realisasi dari sikap mensyukuri nikmat Allah swt. Kita patut becermin dari gaya hidup Rasulullah saw. Kehidupan beliau sarat akan hikmah dan kesederhanaan hidup yang menjadi kekuatan moral dalam mengajak manusia ke jalan Allah swt.

Anas pernah berkata, "Aku tidak pernah mengetahui Nabi saw. melihat adonan roti yang lebar lagi tipis hingga saat beliau meninggal dunia. Aku juga tidak melihat beliau menikmati hidangan daging domba sama sekali."

Aisyah juga pernah berkata, "Kami benar-benar pernah melihat tiga kali kemunculan hilal selama dua bulan. Akan tetapi, kami tidak pernah menyalakan tungku api di rumah-rumah Rasulullah saw." Lalu Urwah bertanya kepada Aisyah, "Kalau begitu, apa yang bisa membuat kalian bertahan hidup?" Aisyah menjawab, "Dua hal: korma dan air."

Kesederhanaan hidup seseorang tecermin pada pakaian yang dipakai, makanan yang dimakan, minuman yang di-minum, gerak-gerik dan tingkah lakunya sehari-hari. Orang yang sederhana akan memakai pakaian yang pantas sesuai postur tubuhnya, tidak terlalu besar sehingga kedodoran, juga tidak terlalu sempit sehingga menghambat aliran darahnya. Penampilannya biasa-biasa saja, rapi, sopan dan pakaiannya menutupi aurat.

Dia hanya makan ketika merasa lapar. Makanan dan minum-annya adalah yang halal dan baik. Dia tidak suka berlebih-lebihan dan tidak bersikap tabdzir (boros), karena dia mengerti bahwa mubadzir adalah saudaranya setan.

Tutur katanya lembut dan perilakunya santun. Taat pada orang tua dan sanrun terhadap semua orang. Mencintai keluarga dan menghormati orang yang lebih dewasa dan lebih luas pengetahuannya. Semua kriteria itu bukan dibuat-buat. Akan tetapi, terbentuk dari gerakan hatinya. Itulah cermin perilaku dan penampilan lahiriah dari orang yang hatinya selalu di-selimuti iman kepada Allah swt.

Rasulullah saw. bersabda, " Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk fisik dan penampilanmu. Akan tetapi Dia melihat kepada hatimu," Sambil beliau menunjuk ke dadanya.

Saya pernah menyaksikan salah satu acara infotainment yang disiarkan oleh salah satu stasiun televisi swasta nasional. Pada acara itu ditampilkan seorang siswa kelas V SD yang memiliki keahlian khusus. Anak itu ditanya, "Kalau sudah besar, kamu ingin menjadi apa?" Anak itu langsung men-jawab, "Aku ingin menjadi artis!"

Kira-kira, apakah yang mendorong anak itu memasang cita-cita ingin menjadi artis? Di dalam benaknya, dia tentu memiliki gambaran tertentu tentang dunia artis seperti yang dia ketahui dari siaran televisi yang dia tonton setiap hari.

Arus informasi sangat gencar "menghantam" kita sampai ke kamar tidur. Secara perlahan tapi pasti, ia akan menyeret kita kepada gaya hidup yang sebenarnya hanya cocok untuk kalangan tertentu saja, yaitu para entertainer. Gaya hidup mereka sudah diketahui oleh semua orang dari pusat kota hingga ke pelosok kampung.

Masalahnya adalah, apa jadinya jika anak kampung ber-ambisi ingin menjadi artis? Tidak sedikit dari mereka yang harus kehilangan kehormatan, harga diri dan identitasnya, sebelum ambisi itu tercapai.

Allah swt. mengingatkan kita agar tidak terjebak pada peniruan gaya hidup golongan manusia yang tidak menaati perintah dan hukum-hukum Allah swt.

"Tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda-gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia..." (al-An'aam [6]; 70)

"Janganlah sekali-kali kamu mengarahkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka, dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah hatilah kamu terhadap orang-orang yang beriman." (al-Hijr [15]: 88)

Makna dari "mengarahkan pandanganmu" pada ayat di atas adalah, meniru dan mengikuti gaya hidup mereka. Ayat itu adalah larangan dari Allah agar kita tidak iri hati terhadap gaya hidup orang-orang yang berpaling dari petunjuk dan hidayah Allah. Allah juga melarang kita untuk bersedih hati atas keadaan diri kita, meski kita hidup dalam kesederhana-an dan mereka hidup bergelimang kemewahan dan kekayaan. Masih ada golongan selain mereka yang lebih diridhai dan dicintai oleh Allah, yaitu golongan orang-orang yang patuh dan taat pada perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Maka, Allah melanjutkan dengan perintah-Nya "dan berendah hatilah kamu terhadap orang-orang yang beriman."

Itu adalah anjuran dari Allah agar kita bergaul dengan orang-orang beriman dan menghindari pergaulan dengan orang-orang yang berpaling dari-Nya.

Bergaul dengan orang-orang beriman akan membangkit-kan kekuatan diri dan menguatkan keyakinan kita kepada Allah. Sementara bergaul dengan mereka yang berpaling dari jalan Allah, akan menjauhkan kita dari jalan Allah dan akan membuat kita semakin tidak mensyukuri semua nikmat Allah.


Rasulullah saw. bersabda, "Jika engkau melihat bahwasa-nya Allah membukakan pintu-pintu kesenangan duniawi kepada seseorang walaupun ia berbuat maksiat, itu bukan berarti Allah menyukainya. Akan tetapi, Allah mencabut nikmat darinya dengan sekonyong-konyong." Kemudian Rasulullah saw. membaca ayat yang artinya, "Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami-pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam ber-putus asa." (al-An'aam [6]: 44)

Hudzaifah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. ber¬sabda, "Alangkah bagusnya hemat dalam harta. Alangkah bagus-nya kesederhanaan dalam kemiskinan. Alangkah bagusnya ke-seimbangan dalam beribadah."

Sederhana tidak bisa lepas dari gaya hidup, dan gaya hidup orang-orang yang beriman kepada Allah lebih baik daripada gaya hidup mereka yang tersesat dari jalan Allah.

Ada satu ungkapan yang sangat saya kagumi dan selalu saya pegang teguh dari almarhum Kyai Sahal dan Kyai Zarkasyi (pendiri Pondok Modern Gontor), yaitu, "Sederhana bukan berarti miskin." Beliau mendefinisikan hidup sederhana dengan memiliki sesuatu sesuai kebutuhan. Lebih jauh lagi, Ustadz Hasan Abdullah Sahal menambahkan dengan ungkapan yang saya catat dalam buku harian saya, "Cintailah apa yang kamu miliki, jangan terlalu berambisi untuk memiliki apa yang kamu cintai."

Mencintai dan memiliki adalah dua hal yang sulit dipisahkan. Jika seorang pemuda mencintai seorang gadis, dia akan berkeinginan untuk memiliki gadis itu. Banyak orang yang ingin memiliki apa pun yang mereka cintai, tetapi sedikit yang bisa mencintai apa yang sudah mereka miliki. Mereka pun semakin jauh dari sifat qana'ah (berpuas diri) dan terus men-cari kepuasan, hingga tanpa sadar usia pun semakin ber-kurang, tenaga terkuras, umur pun habis untuk mencari dan belum sempat untuk bertobat.

Hal demikian adalah akibat dari perilaku yang suka mem-bandingkan penampilan dan harta sendiri dengan penampilan dan harta orang lain. Kita ingin tampil lebih menarik dari orang lain. Kita ingin dianggap lebih kaya oleh orang lain.

Padahal, sudah menjadi hukum alam dan skenario ilahi bahwa setiap manusia memiliki kelebihannya masing-masing. Orang yang iri terhadap kelebihan yang dimiliki oleh orang lain, dia tidak akan pernah bisa menjalani hidup secara se¬derhana. Dia mengingkari hukum alam dan berusaha keluar dari skenario yang telah Allah rancang. Pada akhirnya, mereka sendiri yang akan terperosok dalam jurang kehancuran.

"Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkat-annya dan lebih besar keutamaannya." (al-Israa' [17]: 21)

Sederhana adalah kekuatan dan kebersahajaan. Sejarah belum pernah mencatat ada orang kaya yang jatuh miskin karena dia hidup sederhana. Sejarah hanya mencatat orang kaya yang jatuh melarat karena dia tidak bisa menikmati indahnya beribadah dengan kelebihan harta yang Allah anugerahkan kepadanya.

Share:

Mata Air 10 : Syukuri Nikmat Apa Adanya

"Sesungguhnya telah kami berikan hikmah kepada Luqman yaitu 'Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang tidak bersyukur,maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji" (Luqman [31]:12)

Terdapat banyak sekali ayat di dalam Al-Qur'an yang menyuruh manusia untuk mensyukuri nikmat Allah. Juga ayat yang menjelaskan bahwa kebanyakan dari manusia mengkufuri nikmat yang Allah berikan kepadanya.

Tidak ada sesuatu pun dalam kehidupan seorang mukmin yang tidak mengandung kebaikan bagi dirinya. Musibah, bencana, dan wabah penyakit pun merupakan ujian yang harus dihadapinya dengan kesabaran. Dalam sebuah hadits disebutkan, "Sungguh luar biasa seorang mukmin itu. Seluruh perkara dalam hidupnya bernilai positif. Apabila ia mendapat-kan kemudahan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Apabila ia ditimpa kesulitan, ia bersabar. Itu pun baik baginya."
Bersyukur ketika mendapat kebaikan akan mendekat-kan dia kepada Allah dan bersabar dalam kesulitan juga akan mendekatkannya kepada Allah.

Al-Qur'an juga menuturkan kisah dua orang Yahudi. Salah satu dari keduanya memiliki dua kebun yang rindang di-kelilingi pohon kurma. Di antara dua kebun itu terdapat sungai yang mengalir, sehingga kebun itu menjadi sangat subur. Semakin hari, kebun itu semakin banyak menghasilkan buah sehingga si Yahudi kafir itu menjadi kaya tetapi congkak.

Ketika dia berkumpul dengan kawannya yang beriman dia berkata, "Sesungguhnya hartaku lebih banyak'dari harta-mu dan pengikut-pengikutku lebih kuat."
Ketika memasuki kebunnya, dia berkata, "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan hari Kiamat itu tidak akan datang. Seandainya aku kembali kepada Tuhanku, tentu aku akan mendapatkan tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun ini." Kesombongannya menjadi semakin berlebihan.

Maka, saudaranya yang beriman itu mengingatkan dan menasihatinya. Ia berkata, "Apakah kamu kafir kepada Tuhanmu yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani lalu menyempurnakan bentukmu menjadi laki-laki yang sempurna? Tetapi, aku percaya bahwa Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku. Mengapa kamu tidak mengatakan 'Maa syaa'allah, Laa quwwata illaa billah' (Sungguh atas ke-hendak Allah semua ini terwujud. Tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah) seandainya engkau menganggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan, mudah-mudahan Tuhanku memberikan kebun yang lebih baik dari kebunmu ini. Dan mudah-mudahan dia mengirim-kan petir dari langit kepada kebunmu ini sehingga semua menjadi rata dengan tanah, atau airnya menjadi kering se¬hingga kamu tidak akan pernah menemukan mata airnya lagi."

Begitulah dia menasihati kawannya yang kufur itu, hingga ketentuan Allah pun menjadi kenyataan. Harta kekayaannya dibinasakan oleh Allah dan dia jatuh miskin. Dia pun sangat menyesali kekufurannya atas nikmat Allah.

Sungguh Allah sangat Pemurah. Nikmat dan karunia-Nya kepada kita sangat besar. Nikmat-nikmat itu terdapat di dalam diri kita, juga tersebar di alam semesta yang luas ini.
Apa pun yang Allah berikan kepada kita, semua itu harus disyukuri. Jika Anda memiliki pendapatan Rp500.000,00 per bulan yang disyukuri, itu jauh lebih baik dari memperoleh penghasilan puluhan juta per bulan tetapi tidak disyukuri. Allah telah memberikan pendapatan terbaik untuk Anda. Seandainya Anda memperoleh pendapatan lebih dari itu, mungkin Anda akan mengkufuri nikmat-Nya hingga suatu saat Anda tidak memiliki penghasilan sepeser pun.
Setiap penghasilan yang disyukuri mengandung keber-kah
an dari Allah. Akan tetapi, penghasilan yang tidak disyukuri meski nilainya besar, tidak mengandung keberkah-an sama sekali. Justru ia akan mendatangkan keresahan, kegelisahan dan ketidaktenteraman hidup.
Begitulah Allah memberikan pelajaran kepada kita melalui kisah dua orang Yahudi kafir dan Yahudi beriman. Yang satu memiliki penghasilan besar tetapi tidak disyukuri dan yang lain memiliki penghasilan kecil yang sangat disyukuri. Nikmat yang tidak disyukuri akan mendorong seseorang menjadi manusia sombong dan akhirnya kufur kepada Tuhannya. Maka, dia pasti akan ditimpa musibah dan keseng-saraan yang menghinakannya. Setelah ditimpa musibah, dia baru sadar dan menyesali kekufuran dan kesombongan-nya. Penyesalan yang tidak mengembalikan apa yang telah hilang. Seandainya sejak dulu ia mensyukurinya, dia tidak akan jatuh miskin dan hina seperti itu.

Pelajaran lain dari kisah itu adalah rasa syukur dan ber-terima kasih kepada Allah atas semua nikmat-Nya akan mem-perpanjang umur nikmat itu untuk kita, karena nikmat, semakin disyukuri, dia akan semakin bertambah. Itulah janji Allah,

"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada-mu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.'" (Ibrahim [14]: 7)

Ada beberapa langkah untuk memupuk sifat syukur dalam diri dan menghilangkan perangai berkeluh kesah, sehingga hidup menjadi lebih bermakna dan lebih bisa dinikmati.

Langkah pertama, dirikanlah shalat dan jagalah shalat Anda! Berkeluh kesah adalah gejala awal dari sifat pesimis dan berputus asa yang merupakan penyakit hati yang sangat berbahaya.
Maka, shalat merupakan vitamin dan pembangkit stamina hati untuk membunuh semua penyakit berbahaya itu, dan akan membuatnya selalu berselimutkan ketenangan dan ketenteraman.
"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram." (ar-Ra'd [13]: 28)

Langkah kedua, bersedekahlah. Infakkan sebagian harta yang Anda miliki di jalan Allah. Sisipkan sebagiannya untuk orang-orang yang kurang mampu dan untuk keperluan jihad di jalan Allah swt. Jika Anda terbiasa membaca Al-Qur'an, Anda akan selalu menemukan perintah shalat selalu di-sambung dengan perintah untuk berzakat atau menginfak-kan sebagian rezeki di jalan Allah swt. Mengapa demikian? Menginfakkan sebagian rezeki untuk orang-orang yang kurang mampu, atau untuk kepentingan dakwah adalah pembuktian dari kebenaran shalat yang Anda lakukan. shalat adalah ibadah ritual yang Anda laksanakan sebanyak lima kali dalam sehari. Untuk menyelesaikan satu shalat, Anda mungkin membutuh-kan kurang dari sepuluh menit untuk menyelesaikannya. Sementara dalam sehari ada 24 jam, dan waktu yang Anda pergunakan untuk mendirikan shalat kurang dari satu jam, dan 23 jam sisanya adalah Anda pergunakan untuk hal-hal lain selain ibadah ritual itu. Salah satunya adalah untuk mencari rezeki, istirahat dan berbagai aktivitas yang lain.

Sudah pasti, waktu yang Anda pergunakan untuk mencari rezeki jauh lebih banyak daripada waktu yang Anda per-gunakan untuk melaksanakan ibadah-ibadah ritual. Oleh karena itu, Allah sengaja menyambung perintah-perintah mendirikan shalat dengan perintah untuk menginfakkan se¬bagian rezeki kepada orang-orang yang kurang mampu, sebagai pembuktian, apakah shalat yang Anda dirikan selama kurang dari satu jam itu sudah benar atau belum?
Dengan perintah infak, Allah swt. menawarkan kesempatan bagi mereka yang diberi kelebihan rezeki untuk tidak merasa puas dengan melaksanakan ibadah-ibadah ritual saja, tetapi harus ada juga ibadah finansial dengan menginfakkan sebagian rezekinya di jalan Allah swt.

"(Yaitu), mereka yang beriman kepada yang gaib, mendirikan shalat dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka." (al-Baqarah [2]: 3)

Langkah ketiga, yakinlah bahwa hari akhirat itu ada. Semua amal yang Anda lakukan selama Anda hidup di dunia akan Anda pertanggungjawabkan di hadapan Allah di Padang Mahsyar nanti. Pada hari itu, tidak berguna lagi harta ke-kayaan yang Anda kumpulkan di dunia, kecuali yang telah Anda infakkan di jalan Allah.

Hari itu tidak berguna lagi jabatan dan pangkat Anda yang tinggi selama di dunia, kecuali jika Anda benar-benar men-jalankan segala urusan itu dengan kejujuran dan sesuai perintah Allah swt. Hari itu tidak akan ada lagi kesengsaraan dan penderitaan seperti yang pernah Anda temui di dunia dan Anda bersabar dalam menghadapinya. Kesengsaraan pada hari itu hanya milik orang-orang yang suka berkeluh kesah dan memiliki hati yang sakit serta suka mengabaikan perintah Allah dan melanggar larangan-Nya.

"Di tempat itu (padang Mahsyar), tiap-tiap diri merasakan pembalas-an dari apa yang telah dikerjakannya dahulu, dan mereka dikembali-kan kepada Allah, Pelindung mereka yang sebenarnya." (Yunus [10]: 30)

"Mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap Allah, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong, 'Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami azab Allah (walaupun) sedikit saja?'Mereka menjawab, 'Seandainya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri.'" (Ibrahim [14]: 21)

Langkah keempat, percayalah bahwa azab neraka itu ada. Siksa neraka sangat pedih dan tidak ada manusia yang sanggup berada di dalamnya walau hanya sedetik. Jika Anda tergoda untuk melakukan suatu kemaksiatan, itu berarti api neraka telah menyapa Anda. Maka, sadarilah bahwa Anda tidak akan pernah sanggup menahan pedihnya siksa api neraka. Setinggi apa pun daya imajinasi dan kreasi manusia membuat perumpamaan tentang berbagai jenis siksaan paling berat dan biadab, tidak seberapa bila dibandingkan dengan beratnya siksa di dalam neraka.

"Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kamiganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." (an-Nisaa' [4]: 56)

Apa pun imajinasi yang muncul dalam benak Anda tentang azab neraka yang dijelaskan pada ayat di atas, sungguh masih sangat jauh dari kenyataan sebenarnya yang akan ditemu-kan oleh orang-orang kafir kelak di dalam neraka Jahannam. Na'udzubillah min dzalik...
Langkah kelima, jagalah kehormatan diri dan keluarga Anda. Jangan menukarnya dengan kemaksiatan yang akan membuat Anda menjadi terhina di dunia dan akhirat. Jika Anda bersujud kepada Allah, maka bersujudlah kepada-Nya dengan sepenuh hati. Laksanakanlah segala perintah-Nya dengan ikhlas tanpa mencampuradukkannya dengan ke-maksiatan. Segeralah ingat kepada-Nya jika Anda sudah telanjur terjebak di dalam lumpur dosa, dan bersegeralah menyucikan diri dengan tobat dan istigfar, karena Dia Maha Pengampun atas dosa hamba-hamba-Nya.

"Orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan kejfatau meng-aniaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal." (Ali Tmran [3]: 135-136)

Langkah keenam, penuhi amanah dan runaikan tanggung jawab Anda dengan baik. Amanah adalah apa yang orang lain percayakan kepada Anda untuk disampaikan. Misalnya, atasan Anda menitipkan sebuah amplop yang berisi uang kepada Anda. Dia berpesan agar Anda memberikan amplop tersebut kepada si Fulan. Jika Anda telah menyerahkan amplop tersebut kepada si Fulan, dan Anda tidak membuka dan me-ngurangi uang yang ada di dalam amplop itu, itu berarti Anda telah menunaikan amanah itu dengan baik seperti yang diinginkan oleh atasan Anda. Akan tetapi, jika Anda tidak me-nyampaikan amplop itu kepada si Fulan, atau Anda mengurangi isinya, itu berarti Anda telah mengkhianati amanah yang dipercayakan kepada Anda.

Itu adalah pengertian amanah dalam interaksi kita dengan sesama manusia. Dalam pengertian yang lebih luas, segala sesuatu yang ada pada diri manusia adalah amanah.

Manusia pada dasarnya tidak memiliki apa-apa. Terlahir dalam keadaan telanjang dan tidak membawa apa-apa. Setelah 40 sampai 50 tahun, dia pun memiliki harta dan kekayaan yang banyak. Meski dia memiliki banyak harta dan kekayaan, ketika dia meninggal, semua itu tidak dia bawa kecuali se-lembar kain kafan yang membungkus tubuhnya, serta tempat tinggal (kubur) seluas 1x2 meter saja. Manusia hadir di dunia tidak membawa apa-apa. Mereka kembali pun tidak mem¬bawa apa-apa. Pada saat dia meninggal, semua amanah itu dikembalikan kepada pemiliknya, yaitu Allah swt.

"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan di-pikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat lalim dan amat bodoh." (al-Ahzab [33]: 72)

Langkah ketujuh, tepatilah setiap janji yang Anda buat.
Rasulullah saw. datang dengan akhlak yang sempurna. Akhlak yang dia bawa menyentuh keseluruhan aspek kemanusiaan dan menebarkan kedamaian. Siapa pun yang berakhlak dengan akhlak yang beliau bawa, dia akan hidup tenang dan bahagia. Begitu juga orang-orang yang berin-teraksi dengannya, mereka akan merasa senang dan tenang berhubungan dengannya.
Menepati janji adalah salah satu akhlak yang dijunjung tinggi oleh Islam. Dia adalah tonggak utama untuk menegak-kan keimanan. Orang-orang yang tidak menepati janji adalah orang-orang yang tidak sempurna keimanannya. Mereka termasuk golongan orang-orang munafik. Rasulullah saw! bersabda, "Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga; apabila dia berbicara, dia bohong; apabila dia berjanji, dia mengingkarinya; apabila dia dipercaya, dia berkhianat.'ns Menepati janji adalah salah satu resep, agar Anda bisa menjalani hidup dengan bahagia dan damai, Bahkan, ia menjadi salah satu kunci kesuksesan Anda dalam bisnis, karier, dan hubungan sosial.

Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang pandai mensyukuri nikmat. Aamiin ya rabbal 'alamiin...
Share:

Mata Air 9 : Jangan Menjual Kehormatan Diri

"Dan hendaklah kamu takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar" (an-Nisaa' [4]:9)

Suatu hari, Rasulullah saw. didatangi oleh seorang lelaki yang setiap harinya mengemis dan tidak pernah berusaha mencari pekerjaan lain.

Rasulullah memperhatikan lelaki itu. Dia tampak ber-putus asa dan lemah tak berdaya. Lelaki itu sudah tidak me¬miliki kepercayaan diri. Pakaiannya compang-camping. Kondisinya buruk. Dan, wajahnya penuh dengan awan mendung kemiskinan. Dia merendahkan diri dengan me-minta-minta kepada orang lain.

Melihatnya, Nabi merasa kasihan. Maka, beliau menyuruh lelaki tersebut untuk membeli kapak kecil, lalu Nabi yang akan membuat gagangnya.

Setelah kapak itu jadi, Nabi menyuruh lelaki itu untuk merobohkan kesedihannya dengan kapak itu. Nabi me-nyuruhnya untuk menghancurkan kelemahannya, meng-hancurkan penghalang yang ada di depan matanya, dan men-campakkan kebiasaan yang ada. Yaitu, kebiasaannya meminta-minta dan mengemis.

Setelah lelaki itu memahami maksud dan tujuan Nabi, Nabi mengutusnya ke suatu desa untuk mengumpulkan kayu bakar dan menjualnya kepada orang-orang. Dengan begitu, dia telah membeli harga dirinya kembali dengan kemuliaan, kesucian, dan harapan. Nabi ingin menanam benih harapan pada diri orang itu. Nabi ingin menyemai se-mangat berjuang dan bekerja. Di antara perintah Nabi adalah agar lelaki itu tidak menemuinya sebelum lima belas hari.

Benar saja. Setelah waktu yang ditentukan, lelaki itu datang menghadap beliau. Tetapi sudah bukan seperti lelaki lima belas hari yang lalu. Dia datang dengan baju yang tidak lagi compang-camping. Dia datang dengan semangat baru, jiwa baru, kondisi baru, bahkan dengan postur tubuh baru. Kerut-kerut di dahinya sudah hilang. Raut mukanya juga sudah ber-ubah cerah. Kondisinya sudah sama sekali berubah. Hal itu tidak lain karena Nabi menyemai harapan dan menyiram pohon percaya diri sekaligus cinta pekerjaan kepada orang itu.

Jadi, jangan heran kalau setiap pagi dan sore hari Nabi saw. selalu berdoa,
"Ya Allah, aku minta perlindungan-Mu dari derita dan kesedihan, dari kelemahan dan kemalasan."

Juga jangan kaget kalau Anda mendapati Allah berfirman dalam Al-Qur'an,
"...Jangan engkau berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (Yusuf [12]: 87)

Jika Anda memberikan nasi kepada seorang pengemis, maka Anda telah memberinya makan selama sehari saja. Jika Anda memberinya beras, Anda mungkin memberinya makan hanya beberapa hari saja. Tetapi, jika Anda memberi¬kan kepadanya kehormatan dan kemuliaan dirinya dengan membuatnya tidak menjadi pengemis dan peminta-minta, maka Anda telah memberikan kepadanya kehidupan dan harapan


Share:

Popular Posts

Label

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.