Motivasi dari Al Qur'an

  • Bertobatlah

    Dosa dan maksiat tidak hanya akan menghalangi seseorang dari rahmat dan ridha Allah, tetapi juga akan meng-halanginya dari mencapai tujuan dan cita-cita yang diinginkannya.

  • Ambil Resiko Itu

    Setiap perbuatan, baik atau buruk pasti memiliki risiko. Seseorang tidak akan menanggung risiko atas perbuatan yang dilakukan oleh orang lain. Jika dia berusaha dan bekerja keras untuk kebaikan dan keselamatan dirinya, dia akan menerima risiko atas apa yang dikerjakannya.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Mata Air 13 : Mengelola Emosi Dengan Iman

" Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku dan sujud mencari karunia Allah dan Keridhaan-Nya..." (al-Fath [48]:29)

Sebelum masuk Islam, Umar bin Khaththab adalah seorang yang temperamental. Dia termasuk salah seorang yang keras menentang Rasulullah saw. dengan kekuatan fisiknya. Berikut kami uraikan gambaran wataknya yang temperamental dan permusuhannya yang sengit terhadap Rasulullah saw.

Suatu hari, dia keluar dengan menghunus pedangnya dan bermaksud menghabisi beliau. Di tengah jalan, dia berpapasan dengan seorang pria dari bani Zuhrah dan memberitahukan bahwa adik perempuan dan iparnya telah masuk Islam. Niatnya untuk menghabisi Rasulullah pun berubah menjadi niat untuk menghabisi adik perempuan dan iparnya. Ternyata, peristiwa itu justru menjadi awal dari pertemuannya dengan hidayah Allah swt.

Ibnu Hisyam dan Ibnu al-Jauzy menyebutkan dengan ringkas bahwa setelah Umar masuk Islam, dia mendatangi Jamil bin Ma'mar al-Jumha, lalu dia memberitahukan ke-islamannya. Jamil berteriak keras-keras bahwa Ibnul Khaththab telah keluar dari agama nenek moyangnya. Umar yang berada di belakangnya menyahut, "Dia berdusta, tetapi aku telah masuk Islam."

Mereka langsung mengeroyok Umar. Setelah beberapa lama dia memukuli mereka dan mereka memukulinya, hingga saat matahari berada tepat di atas kepala. Umar terduduk dalam kondisi lemas tak berdaya. Mereka berdiri di samping kepalanya, tetapi Umar berkata, "Lakukan semau kalian. Aku bersumpah kepada Allah, andaikata jumlah kami sudah mencapai tiga ratus orang, maka kamilah yang akan melumat-kan kalian atau kalian yang akan melumatkan kami."

Itu adalah kata-kata penuh emosi dari seorang yang temperamental dan memiliki kekuatan fisik. Setelah dia menemukan kebenaran, kebenaran itu pun mewarnai watak
dan emosinya. Semua kekuatan dan emosinya dikerahkan untuk kepentingan dan membela kebenaran yang diyakini-nya.

Apa yang Umar katakan waktu itu, bukan sekadar omong kosong. Sejak awal dia sudah menghendaki adanya gerakan dakwah dengan peperangan fisik. Sehingga dia berucap, "...Aku bersumpah kepada Allah, andaikata jumlah kami sudah mencapai tiga ratus orang, maka kamilah yang akan melumatkan kalian atau kalian yang akan melumatkan kami."

Itu adalah ucapannya ketika di Mekah, ketika kondisi umat Islam masih tertindas, diteror dan diancam oleh orang-orang kafir Mekah. Namun, setelah Rasulullah hijrah dan Islam ber-kembang pesat di Madinah, keadaan pun sedikit demi sedikit berubah.
Perang Badar adalah pembuktian dari apa yang dikatakan oleh Umar. Ketika Perang Badar, jumlah pasukan Islam hanya sekitar 300 orang, dan jumlah pasukan kafir Quraisy men¬capai 1.000 orang. Pada perang itu, pasukan Islam melumat habis pasukan kafir Quraisy sehingga mereka menderita ke-kalahan yang menyakitkan.

Emosi adalah salah satu kekuatan hati yang memiliki pengaruh yang ajaib terhadap sikap dan kondisi fisik seseorang. Seseorang yang merasakan kesedihan yang mendalam, dia akan mudah menangis. Air mata merupakan gejala fisik dari kondisi hati yang sedang bersedih. Atau, seseorang yang ber-hasil melompati -pagar yang tinggi karena lari ketakutan dari kejaran anjing. Perasaan takutnya mengalirkan kekuatan luar biasa terhadap kondisi fisiknya sehingga ia mampu lompati pagar yang sebenarnya tidak mampu dilompati dalam kondisi biasa.


Selain Umar, ada sahabat lain yang temperamental. Ia adalah Rabi' bin Ziyad. Temperamennya terlihat sewaktu pasukan Islam yang dikirim oleh Umar bin Khaththab untuk menakluk-kan daerah Manadzir yang masih dalam wilayah Ahwaz. Rabi' bin Ziyad bersama saudaranya, Muhajir bin Ziyad, bergabung dalam pasukan itu di bawah komando Abu Musa al-Asy'ari.

Waktu itu bulan puasa. Pada awal-awal pertempuran, pasukan Islam menderita banyak kekalahan, kondisi mereka juga sangat letih dan lelah karena mereka tetap berpuasa. Hingga Abu Musa sendiri memerintahkan mereka untuk mem-batalkan puasa dan berperang habis-habisan.

Muhajir, saudara Rabi' bin Ziyad berniat untuk bertempur sampai mati. Dia dikeroyok oleh pasukan kafir hingga tersungkur bersimbah darah. Kepalanya dipenggal lalu ditancap-kan di beranda sebuah kemah yang paling dekat dengan arena pertempuran.
Melihat kepala saudara kandungnya itu, Rabi' hanya ber¬kata, "Berbahagialah engkau..., semoga mendapat tempat kembali yang baik. Demi Allah, aku akan membalas kematian-mu dan kematian seluruh tentara muslim yang syahid di sini, dengan izin Allah."

Abu Musa kemudian menyerahkan komando pasukan yang menggempur daerah Manadzir kepada Rabi'. Dia sendiri me-mimpin pasukan yang akan menaklukkan kota as-Suus. Dalam Perang Manadzir itu, Rabi' dan pasukannya mengamuk habis-habisan. Daerah Manadzir pun takluk, disusul kemudian oleh kota Rustaq Zaliq dan kota Zaranj, ibu kota Sijistan.

Sewaktu peperangan untuk menguasai ibu kota Sijistan inilah, kekuatan emosi Rabi' bin Ziyad tampak jelas, sehingga menciutkan nyali komandan pasukan Persia. Ketika kemenang-an sudah hampir diraih oleh pasukan Islam, Barwiz, komandan pasukan Persia di wilayah itu, memutuskan untuk melakukan perundingan gencatan senjata dengan Rabi'. Rabi' pun me-nyetujuinya. Dia memerintahkan pasukannya untuk menyiap-kan tempat khusus untuk pertemuan mereka berdua. Dia perintahkan pasukannya untuk menumpuk mayat pasukan Persia di sepanjang jalan yang akan dilewati oleh Barwiz, juga di sekeliling tempat pertemuan mereka.

Melihat itu, Barwiz menjadi gentar. Ditambah lagi dengan perawakan Rabi' yang tinggi, gagah, kulitnya agak gelap, dan badannya besar. Dia tidak berani melangkah mendekati-nya untuk berjabat tangan. Dengan suara yang terbata-bata dia mengajukan permohonan damai.

Hari berikutnya, pasukan muslim memasuki kota itu sambil mengumandangkan tahlil dan takbir. Hari itu adalah hari kemenangan besar bagi agama Allah.

Emosi adalah kekuatan lain yang dimiliki oleh setiap orang di samping kekuatan hati, pikiran dan kekuatan fisik. Kekuatan emosi bisa dikendalikan oleh setan dan diarahkan kepada hal-hal negatif bila seseorang tidak mempunyai iman yang kuat. Sebaliknya, ketika emosi itu berkecamuk karena melihat agama dan syariat Allah dilecehkan, dia akan mengalirkan kekuatan yang lebih dahsyat dari kekuatan pikiran.
Lihatlah Rabi' bin Ziyad yang emosinya terusik oleh per-lakukan pasukan kafir terhadap mayat saudaranya. Semua unsur dalam dirinya pun menjelma menjadi kekuatan yang dahsyat yang mengendalikan pikiran dan fisiknya. Hingga semua peperangan yang dipimpinnya selalu memperoleh kemenangan. Lihat juga bagaimana emosinya mempengaruhi pikirannya sehingga tercetus gagasan untuk menumpuk mayat pasukan Persia yang terbunuh di sepanjang jalan yang akan dilewati oleh Barwiz, dan di tempat perundingan akan dilakukan. Perang bukan sekadar adu fisik dan strategi, tetapi juga adu mental (perang urat syaraf).

Allah swt. berfirman di dalam Al-Qur'an,

"Beginilah kamu. Kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata, 'Kami beriman,' dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujungjari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka), 'Matilah kamu karena kemarahanmu itu.' Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati." (Ali Tmran [3]: 119)

Ayat di atas adalah ayat yang menerangkan kondisi emosi orang-orang kafir dari golongan Yahudi dan Nasrani. Allah swt. mengingatkan kaum muslimin tentang mereka. Ibnu Katsir menguraikan tafsir ayat di atas sebagai berikut,
"Wahai orang-orang beriman, engkau mencintai orang kafir karena apa yang mereka tampakkan di hadapan kamu dari keimanan mereka, sehingga kalian mencintai mereka, padahal mereka tidak mencintai kalian, lahir dan batinnya. Kalian beriman tanpa keraguan terhadap semua kitab-kitab mereka, dari Injil, Zabur dan Taurat. Sementara mereka tidak beriman kepada kitab kalian, Al-Qur'an. Di hadapan kalian mereka tampak bermanis muka dan menyayangi kalian, padahal di belakang kalian, mereka sangat geram dan marah terhadap kalian."

Ibnu Abbas lebih jauh menjelaskan dalam perkataannya yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, "Sangat tidak pantas kalian (orang-orang beriman) dimarahi oleh orang-orang kafir. Justru sebaliknya, seharusnya kalianlah yang marah terhadap mereka. Karena kalian beriman terhadap kitab-kitab mereka, sementara mereka tidak beriman terhadap kitab kalian, Al-Qur'an."

Dalam ayat yang lain, Allah swt. menjelaskan tentang orang-orang yang menjadikan kaum yang dimurkai-Nya sebagai teman,
"Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui." (al-Mujaadilah [58]: 14)

Emosi tidak selamanya negatif. Ketika emosi bangkit bersama keimanan dan ketundukan pada ketentuan Allah, maka Allah-lah yang akan mengarahkan emosi itu menjadi sumber kekuatan bagi pelakunya.

Allah mengarahkan emosi negatif seperti amarah dan benci agar ditujukan untuk orang kafir dengan alasan yang jelas, yaitu, orang mukmin beriman kepada kitab-kitab mereka, sebaliknya mereka tidak beriman kepada Al-Qur'an. Allah juga mengarahkan emosi positif seperti cinta dan kasih sayang agar diarahkan untuk mencintai Allah dan Rasul-Nya, serta menyayangi sesama muslim dan mukmin.

"...Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah..." (al-Baqarah [21]: 165)

Share:

Mata Air 12 : Ambil Resiko Itu

لِيَجْزِيَ اللّٰهُ كُلَّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْۗ اِنَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ

"Agar Allah memberi pembalasan kepada tiap-tiap orang terhadap apa yang ia usahakan. Sesungguhnya Allah Mahacepat hisab-Nya" (Ibrahim [14]:51)
Tergambar di benak sebagian kita bahwa setiap risiko adalah sesuatu yang buruk. Padahal ia merupakan tantangan yang mendidik dan akan memberi banyak pelajaran, se¬hingga pikiran terlatih untuk kreatif mencari solusi.

Karakteristik risiko itu sendiri tidak seperti yang ada dalam benak sebagian besar orang saat ini. Dan risiko yang benar-benar terjadi terkadang tidak sebanyak dan seberat yang pernah menghantui pikirannya.

'Ali bin Abu Thalib pernah mengatakan bahwa dari seratus jenis risiko dan kesulitan yang timbul dalam pikiran sebelum melakukan suatu tindakan, yang merupakan risiko yang benar-benar akan terjadi tidak lebih dari sepuluhnya saja.

Kita perlu belajar dari rentetan takdir hidup Salman al-Farisi dalam mencari kebenaran sejati. Bagaimana keberanian dia menghadapi dan melewati berbagai risiko sulit dalam per-jalanannya mencari dan menemukan kebenaran. Juga, ketidak-beranian dia menanggung risiko dalam hal-hal tertentu.

Salman al-Farisi sosok pribadi yang memiliki otak cerdas, ahli strategi perang, kritis dan berani. Terlahir dari keluarga bangsawan Persia yang menyembah api. Namun, daya nalar dan kekuatan hatinya untuk mencari dan menemukan kebenaran sejati telah meneguhkannya ketika harus meninggalkan rumah orang tuanya untuk menemukan kebenaran sejati yang diyakininya.

Dia pun tinggal dan menjadi pelayan di rumah seorang uskup yang ternyata adalah pembohong dan penipu. Uskup itu menyuruh pengikutnya untuk bersedekah untuk fakir miskin tetapi ternyata dia timbun untuk dirinya sendiri. Setelah uskup itu mati, dia pun membeberkan kepada semua orang me-ngenai kebohongan uskup itu.

Dia kemudian tinggal.bersama seorang uskup yang meng-gantikan uskup pembohong itu. Orang ini ahli ibadah, zuhud dan paling mencintai akhirat. Menjelang ajalnya, uskup itu me-wasiatkan kepada Salman untuk menemui seorang temannya yang masih berada dalam ajaran agama Nasrani yang benar. Salman pun melaksanakan wasiat itu.

Kondisi demikian dia alami hingga empat orang uskup. Uskup terakhir mewasiatkan kepadanya tentang akan datang-nya seorang rasul terakhir yang membawa risalah pelengkap menyempurnakan risalah nabi-nabi sebelumnya. Uskup itu menjelaskan kriteria-kriteria Nabi terakhir itu.

Dalam perjalanannya ke Madinah untuk menemui sang Rasul, dia rela dirinya menjadi budak seorang Yahudi dari bani Quraizhah. Padahal dirinya adalah keturunan bangsawan di Persia.

Setelah pertemuannya dengan sang Rasul. Dia pun menjadi salah seorang sahabat Rasulullah yang cerdas dan ahli dalam strategi perang. Dialah pemilik gagasan pembuatan parit di sekeliling kota Madinah ketika akan terjadi Perang Khandaq, karena akan sangat berat bagi umat Islam untuk menghadapi pasukan koalisi kaum kafir Quraisy Mekah dan beberapa kabilah kafir lain, serta pengkhianatan beberapa kabilah Yahudi Madinah. Jumlah mereka mencapai 10.000 orang.



Meski cerdas dan ahli dalam strategi perang, Salman adalah seorang yang minder terhadap perempuan. Dia termasuk salah seorang sahabat Rasulullah saw. yang terlambat menikah. Dia mempunyai seorang sahabat karib, yaitu Abu Darda'.
Abu Darda' juga adalah salah seorang sahabat Rasulullah saw. Akan tetapi, Abu Darda' telah menikah sedangkan Salman belum menikah. Abu Darda' sering memanas-manasinya untuk segera menikah, sehingga Salman pun pergi berkeliling ke beberapa kabilah untuk mencari gadis yang mampu memikat hatinya. Akhirnya, dia menemukan apa yang dia cari.

Akan tetapi, dia tidak berani untuk datang langsung kepada orang tua gadis itu, sehingga dia meminta tolong kepada sahabat karibnya, yaitu Abu Darda, untuk mewakilinya menghadap ayah gadis itu dan menyampaikan maksud dan keinginannya untuk meminang putrinya.

Abu Darda' pun bersedia membantu sahabat karibnya itu. Dia mendatangi ayah gadis itu dan menyampaikan maksud kedatangannya. Ternyata ayah gadis itu menolak untuk me-nikahkan putrinya dengan Salman. Dia malah meminta Abu Darda' untuk menikahi putrinya, bukan Salman.

Permintaan itu tentu saja hal yang sangat mengejutkan buat Abu Darda', karena dia sendiri sudah beristri. Abu Darda' pun mendatangi Salman dan menceritakan permintaan ayah gadis itu. Salman adalah seorang yang berjiwa besar, dia tersenyum dan memberikan ucapan selamat buat Abu Darda'.

Kisah dua orang sahabat Rasulullah itu, memberikan pe-lajaran yang sangat berharga tentang keberanian menghadapi risiko, baik itu risiko yang menguntungkan, merugikan, membahagiakan, maupun menyakitkan.

Kehidupan adalah sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah dan merupakan kepastian yang telah Dia takdirkan. Bagi Allah, kehidupan kita bukanlah misteri, tetapi bagi kita, dia adalah misteri.

Takdir buruk yang berbentuk musibah dan kesulitan sering datang menjadi penghalang yang terkadang membuat kita hampir berputus asa dan kehilangan harapan. Padahal, jika kita merenungi secara sadar dan mendalam, kita akan mendapati bahwa musibah dan kesulitan terkadang datang berbarengan dengan rahmat dan menjadi tanda kasih sayang Allah kepada kita.

Kehidupan yang kita jalani adalah proses kita untuk memecahkan setiap masalah dan mengatasi setiap risiko yang akan muncul. Adanya masalah dan kesulitan merupakan bukti adanya kehidupan. Jika tidak ada masalah dan kesulitan maka tidak akan ada kehidupan yang sebenarnya.

Kita sering merasa yakin dengan doa dan usaha. Kita yakin dapat mencapai apa yang kita rencanakan. Akan tetapi, kenyataan yang kita hadapi sering berbeda jauh dari apa yang kita rencanakan. Kita pun menjadi tidak yakin lagi dengan rencana dan harapan yang telah kita tanamkan untuk diri kita, sebab kenyataan yang kita hadapi itu melemahkan harapan-harapan kita untuk tetap mempertahankannya. Di sisi lain, kita juga dihantui kecemasan dan rasa takut gagal dalam mewujudkan rencana itu.
Setiap perbuatan, baik atau buruk pasti memiliki risiko. Seseorang tidak akan menanggung risiko atas perbuatan yang dilakukan oleh orang lain. Jika dia berusaha dan bekerja keras untuk kebaikan dan keselamatan dirinya, dia akan menerima risiko atas apa yang dikerjakannya.

"Agar Allah memberi pembalasan kepada tiap-tiap orang terhadap apa yang ia usahakan. Sesungguhnya Allah Mahacepat hisab-Nya." (Ibrahim [14]: 51)

Maka, apa pun sikap dan keputusan yang kita tetapkan untuk diri kita, pasti memiliki risiko. Risiko positif dari harapan dan usaha adalah kesuksesan dan kebahagiaan, sedangkan risiko negatifnya adalah kegagalan dan kekecewaan. Risiko mengungkapkan isi hati adalah penolakan, dan risiko menaruh harapan pada orang lain adalah kekecewaan.

Seberapa siapkah kita dalam menghadapi dan menerima risiko itu?
Share:

Mata Air 11: Hiduplah Sederhana

وَاقْصِدْ فِيْ مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَۗ اِنَّ اَنْكَرَ الْاَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيْرِ

"Sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai" (Luqman[31]:19)

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah saw. pernah bersabda, "Orang yang hidup sederhana, dia tidak akan meminta-minta." Dalam hadis lain yang juga ; diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Darda', Rasulullah saw. juga bersabda, "Tanda kepahaman seseorang dalam ber agama adalah sederhana dalam kehidupannya."

Kesederhanaan dalam hidup mencakup kesederhanaan sikap dan perilaku, kesederhanaan tutur kata, dan keseder¬hanaan pola pikir. Sikap sederhana adalah lawan dari sikap berlebih-lebihan dan menyombongkan diri. Allah swt. ber-firman,

"Janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguh-nya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membangga-kan diri..." (Luqman [31]: 18)

Hidup sederhana adalah realisasi dari sikap mensyukuri nikmat Allah swt. Kita patut becermin dari gaya hidup Rasulullah saw. Kehidupan beliau sarat akan hikmah dan kesederhanaan hidup yang menjadi kekuatan moral dalam mengajak manusia ke jalan Allah swt.

Anas pernah berkata, "Aku tidak pernah mengetahui Nabi saw. melihat adonan roti yang lebar lagi tipis hingga saat beliau meninggal dunia. Aku juga tidak melihat beliau menikmati hidangan daging domba sama sekali."

Aisyah juga pernah berkata, "Kami benar-benar pernah melihat tiga kali kemunculan hilal selama dua bulan. Akan tetapi, kami tidak pernah menyalakan tungku api di rumah-rumah Rasulullah saw." Lalu Urwah bertanya kepada Aisyah, "Kalau begitu, apa yang bisa membuat kalian bertahan hidup?" Aisyah menjawab, "Dua hal: korma dan air."

Kesederhanaan hidup seseorang tecermin pada pakaian yang dipakai, makanan yang dimakan, minuman yang di-minum, gerak-gerik dan tingkah lakunya sehari-hari. Orang yang sederhana akan memakai pakaian yang pantas sesuai postur tubuhnya, tidak terlalu besar sehingga kedodoran, juga tidak terlalu sempit sehingga menghambat aliran darahnya. Penampilannya biasa-biasa saja, rapi, sopan dan pakaiannya menutupi aurat.

Dia hanya makan ketika merasa lapar. Makanan dan minum-annya adalah yang halal dan baik. Dia tidak suka berlebih-lebihan dan tidak bersikap tabdzir (boros), karena dia mengerti bahwa mubadzir adalah saudaranya setan.

Tutur katanya lembut dan perilakunya santun. Taat pada orang tua dan sanrun terhadap semua orang. Mencintai keluarga dan menghormati orang yang lebih dewasa dan lebih luas pengetahuannya. Semua kriteria itu bukan dibuat-buat. Akan tetapi, terbentuk dari gerakan hatinya. Itulah cermin perilaku dan penampilan lahiriah dari orang yang hatinya selalu di-selimuti iman kepada Allah swt.

Rasulullah saw. bersabda, " Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk fisik dan penampilanmu. Akan tetapi Dia melihat kepada hatimu," Sambil beliau menunjuk ke dadanya.

Saya pernah menyaksikan salah satu acara infotainment yang disiarkan oleh salah satu stasiun televisi swasta nasional. Pada acara itu ditampilkan seorang siswa kelas V SD yang memiliki keahlian khusus. Anak itu ditanya, "Kalau sudah besar, kamu ingin menjadi apa?" Anak itu langsung men-jawab, "Aku ingin menjadi artis!"

Kira-kira, apakah yang mendorong anak itu memasang cita-cita ingin menjadi artis? Di dalam benaknya, dia tentu memiliki gambaran tertentu tentang dunia artis seperti yang dia ketahui dari siaran televisi yang dia tonton setiap hari.

Arus informasi sangat gencar "menghantam" kita sampai ke kamar tidur. Secara perlahan tapi pasti, ia akan menyeret kita kepada gaya hidup yang sebenarnya hanya cocok untuk kalangan tertentu saja, yaitu para entertainer. Gaya hidup mereka sudah diketahui oleh semua orang dari pusat kota hingga ke pelosok kampung.

Masalahnya adalah, apa jadinya jika anak kampung ber-ambisi ingin menjadi artis? Tidak sedikit dari mereka yang harus kehilangan kehormatan, harga diri dan identitasnya, sebelum ambisi itu tercapai.

Allah swt. mengingatkan kita agar tidak terjebak pada peniruan gaya hidup golongan manusia yang tidak menaati perintah dan hukum-hukum Allah swt.

"Tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda-gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia..." (al-An'aam [6]; 70)

"Janganlah sekali-kali kamu mengarahkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka, dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah hatilah kamu terhadap orang-orang yang beriman." (al-Hijr [15]: 88)

Makna dari "mengarahkan pandanganmu" pada ayat di atas adalah, meniru dan mengikuti gaya hidup mereka. Ayat itu adalah larangan dari Allah agar kita tidak iri hati terhadap gaya hidup orang-orang yang berpaling dari petunjuk dan hidayah Allah. Allah juga melarang kita untuk bersedih hati atas keadaan diri kita, meski kita hidup dalam kesederhana-an dan mereka hidup bergelimang kemewahan dan kekayaan. Masih ada golongan selain mereka yang lebih diridhai dan dicintai oleh Allah, yaitu golongan orang-orang yang patuh dan taat pada perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Maka, Allah melanjutkan dengan perintah-Nya "dan berendah hatilah kamu terhadap orang-orang yang beriman."

Itu adalah anjuran dari Allah agar kita bergaul dengan orang-orang beriman dan menghindari pergaulan dengan orang-orang yang berpaling dari-Nya.

Bergaul dengan orang-orang beriman akan membangkit-kan kekuatan diri dan menguatkan keyakinan kita kepada Allah. Sementara bergaul dengan mereka yang berpaling dari jalan Allah, akan menjauhkan kita dari jalan Allah dan akan membuat kita semakin tidak mensyukuri semua nikmat Allah.


Rasulullah saw. bersabda, "Jika engkau melihat bahwasa-nya Allah membukakan pintu-pintu kesenangan duniawi kepada seseorang walaupun ia berbuat maksiat, itu bukan berarti Allah menyukainya. Akan tetapi, Allah mencabut nikmat darinya dengan sekonyong-konyong." Kemudian Rasulullah saw. membaca ayat yang artinya, "Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami-pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam ber-putus asa." (al-An'aam [6]: 44)

Hudzaifah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. ber¬sabda, "Alangkah bagusnya hemat dalam harta. Alangkah bagus-nya kesederhanaan dalam kemiskinan. Alangkah bagusnya ke-seimbangan dalam beribadah."

Sederhana tidak bisa lepas dari gaya hidup, dan gaya hidup orang-orang yang beriman kepada Allah lebih baik daripada gaya hidup mereka yang tersesat dari jalan Allah.

Ada satu ungkapan yang sangat saya kagumi dan selalu saya pegang teguh dari almarhum Kyai Sahal dan Kyai Zarkasyi (pendiri Pondok Modern Gontor), yaitu, "Sederhana bukan berarti miskin." Beliau mendefinisikan hidup sederhana dengan memiliki sesuatu sesuai kebutuhan. Lebih jauh lagi, Ustadz Hasan Abdullah Sahal menambahkan dengan ungkapan yang saya catat dalam buku harian saya, "Cintailah apa yang kamu miliki, jangan terlalu berambisi untuk memiliki apa yang kamu cintai."

Mencintai dan memiliki adalah dua hal yang sulit dipisahkan. Jika seorang pemuda mencintai seorang gadis, dia akan berkeinginan untuk memiliki gadis itu. Banyak orang yang ingin memiliki apa pun yang mereka cintai, tetapi sedikit yang bisa mencintai apa yang sudah mereka miliki. Mereka pun semakin jauh dari sifat qana'ah (berpuas diri) dan terus men-cari kepuasan, hingga tanpa sadar usia pun semakin ber-kurang, tenaga terkuras, umur pun habis untuk mencari dan belum sempat untuk bertobat.

Hal demikian adalah akibat dari perilaku yang suka mem-bandingkan penampilan dan harta sendiri dengan penampilan dan harta orang lain. Kita ingin tampil lebih menarik dari orang lain. Kita ingin dianggap lebih kaya oleh orang lain.

Padahal, sudah menjadi hukum alam dan skenario ilahi bahwa setiap manusia memiliki kelebihannya masing-masing. Orang yang iri terhadap kelebihan yang dimiliki oleh orang lain, dia tidak akan pernah bisa menjalani hidup secara se¬derhana. Dia mengingkari hukum alam dan berusaha keluar dari skenario yang telah Allah rancang. Pada akhirnya, mereka sendiri yang akan terperosok dalam jurang kehancuran.

"Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkat-annya dan lebih besar keutamaannya." (al-Israa' [17]: 21)

Sederhana adalah kekuatan dan kebersahajaan. Sejarah belum pernah mencatat ada orang kaya yang jatuh miskin karena dia hidup sederhana. Sejarah hanya mencatat orang kaya yang jatuh melarat karena dia tidak bisa menikmati indahnya beribadah dengan kelebihan harta yang Allah anugerahkan kepadanya.

Share:

Mata Air 10 : Syukuri Nikmat Apa Adanya

"Sesungguhnya telah kami berikan hikmah kepada Luqman yaitu 'Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang tidak bersyukur,maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji" (Luqman [31]:12)

Terdapat banyak sekali ayat di dalam Al-Qur'an yang menyuruh manusia untuk mensyukuri nikmat Allah. Juga ayat yang menjelaskan bahwa kebanyakan dari manusia mengkufuri nikmat yang Allah berikan kepadanya.

Tidak ada sesuatu pun dalam kehidupan seorang mukmin yang tidak mengandung kebaikan bagi dirinya. Musibah, bencana, dan wabah penyakit pun merupakan ujian yang harus dihadapinya dengan kesabaran. Dalam sebuah hadits disebutkan, "Sungguh luar biasa seorang mukmin itu. Seluruh perkara dalam hidupnya bernilai positif. Apabila ia mendapat-kan kemudahan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Apabila ia ditimpa kesulitan, ia bersabar. Itu pun baik baginya."
Bersyukur ketika mendapat kebaikan akan mendekat-kan dia kepada Allah dan bersabar dalam kesulitan juga akan mendekatkannya kepada Allah.

Al-Qur'an juga menuturkan kisah dua orang Yahudi. Salah satu dari keduanya memiliki dua kebun yang rindang di-kelilingi pohon kurma. Di antara dua kebun itu terdapat sungai yang mengalir, sehingga kebun itu menjadi sangat subur. Semakin hari, kebun itu semakin banyak menghasilkan buah sehingga si Yahudi kafir itu menjadi kaya tetapi congkak.

Ketika dia berkumpul dengan kawannya yang beriman dia berkata, "Sesungguhnya hartaku lebih banyak'dari harta-mu dan pengikut-pengikutku lebih kuat."
Ketika memasuki kebunnya, dia berkata, "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan hari Kiamat itu tidak akan datang. Seandainya aku kembali kepada Tuhanku, tentu aku akan mendapatkan tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun ini." Kesombongannya menjadi semakin berlebihan.

Maka, saudaranya yang beriman itu mengingatkan dan menasihatinya. Ia berkata, "Apakah kamu kafir kepada Tuhanmu yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani lalu menyempurnakan bentukmu menjadi laki-laki yang sempurna? Tetapi, aku percaya bahwa Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku. Mengapa kamu tidak mengatakan 'Maa syaa'allah, Laa quwwata illaa billah' (Sungguh atas ke-hendak Allah semua ini terwujud. Tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah) seandainya engkau menganggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan, mudah-mudahan Tuhanku memberikan kebun yang lebih baik dari kebunmu ini. Dan mudah-mudahan dia mengirim-kan petir dari langit kepada kebunmu ini sehingga semua menjadi rata dengan tanah, atau airnya menjadi kering se¬hingga kamu tidak akan pernah menemukan mata airnya lagi."

Begitulah dia menasihati kawannya yang kufur itu, hingga ketentuan Allah pun menjadi kenyataan. Harta kekayaannya dibinasakan oleh Allah dan dia jatuh miskin. Dia pun sangat menyesali kekufurannya atas nikmat Allah.

Sungguh Allah sangat Pemurah. Nikmat dan karunia-Nya kepada kita sangat besar. Nikmat-nikmat itu terdapat di dalam diri kita, juga tersebar di alam semesta yang luas ini.
Apa pun yang Allah berikan kepada kita, semua itu harus disyukuri. Jika Anda memiliki pendapatan Rp500.000,00 per bulan yang disyukuri, itu jauh lebih baik dari memperoleh penghasilan puluhan juta per bulan tetapi tidak disyukuri. Allah telah memberikan pendapatan terbaik untuk Anda. Seandainya Anda memperoleh pendapatan lebih dari itu, mungkin Anda akan mengkufuri nikmat-Nya hingga suatu saat Anda tidak memiliki penghasilan sepeser pun.
Setiap penghasilan yang disyukuri mengandung keber-kah
an dari Allah. Akan tetapi, penghasilan yang tidak disyukuri meski nilainya besar, tidak mengandung keberkah-an sama sekali. Justru ia akan mendatangkan keresahan, kegelisahan dan ketidaktenteraman hidup.
Begitulah Allah memberikan pelajaran kepada kita melalui kisah dua orang Yahudi kafir dan Yahudi beriman. Yang satu memiliki penghasilan besar tetapi tidak disyukuri dan yang lain memiliki penghasilan kecil yang sangat disyukuri. Nikmat yang tidak disyukuri akan mendorong seseorang menjadi manusia sombong dan akhirnya kufur kepada Tuhannya. Maka, dia pasti akan ditimpa musibah dan keseng-saraan yang menghinakannya. Setelah ditimpa musibah, dia baru sadar dan menyesali kekufuran dan kesombongan-nya. Penyesalan yang tidak mengembalikan apa yang telah hilang. Seandainya sejak dulu ia mensyukurinya, dia tidak akan jatuh miskin dan hina seperti itu.

Pelajaran lain dari kisah itu adalah rasa syukur dan ber-terima kasih kepada Allah atas semua nikmat-Nya akan mem-perpanjang umur nikmat itu untuk kita, karena nikmat, semakin disyukuri, dia akan semakin bertambah. Itulah janji Allah,

"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada-mu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.'" (Ibrahim [14]: 7)

Ada beberapa langkah untuk memupuk sifat syukur dalam diri dan menghilangkan perangai berkeluh kesah, sehingga hidup menjadi lebih bermakna dan lebih bisa dinikmati.

Langkah pertama, dirikanlah shalat dan jagalah shalat Anda! Berkeluh kesah adalah gejala awal dari sifat pesimis dan berputus asa yang merupakan penyakit hati yang sangat berbahaya.
Maka, shalat merupakan vitamin dan pembangkit stamina hati untuk membunuh semua penyakit berbahaya itu, dan akan membuatnya selalu berselimutkan ketenangan dan ketenteraman.
"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram." (ar-Ra'd [13]: 28)

Langkah kedua, bersedekahlah. Infakkan sebagian harta yang Anda miliki di jalan Allah. Sisipkan sebagiannya untuk orang-orang yang kurang mampu dan untuk keperluan jihad di jalan Allah swt. Jika Anda terbiasa membaca Al-Qur'an, Anda akan selalu menemukan perintah shalat selalu di-sambung dengan perintah untuk berzakat atau menginfak-kan sebagian rezeki di jalan Allah swt. Mengapa demikian? Menginfakkan sebagian rezeki untuk orang-orang yang kurang mampu, atau untuk kepentingan dakwah adalah pembuktian dari kebenaran shalat yang Anda lakukan. shalat adalah ibadah ritual yang Anda laksanakan sebanyak lima kali dalam sehari. Untuk menyelesaikan satu shalat, Anda mungkin membutuh-kan kurang dari sepuluh menit untuk menyelesaikannya. Sementara dalam sehari ada 24 jam, dan waktu yang Anda pergunakan untuk mendirikan shalat kurang dari satu jam, dan 23 jam sisanya adalah Anda pergunakan untuk hal-hal lain selain ibadah ritual itu. Salah satunya adalah untuk mencari rezeki, istirahat dan berbagai aktivitas yang lain.

Sudah pasti, waktu yang Anda pergunakan untuk mencari rezeki jauh lebih banyak daripada waktu yang Anda per-gunakan untuk melaksanakan ibadah-ibadah ritual. Oleh karena itu, Allah sengaja menyambung perintah-perintah mendirikan shalat dengan perintah untuk menginfakkan se¬bagian rezeki kepada orang-orang yang kurang mampu, sebagai pembuktian, apakah shalat yang Anda dirikan selama kurang dari satu jam itu sudah benar atau belum?
Dengan perintah infak, Allah swt. menawarkan kesempatan bagi mereka yang diberi kelebihan rezeki untuk tidak merasa puas dengan melaksanakan ibadah-ibadah ritual saja, tetapi harus ada juga ibadah finansial dengan menginfakkan sebagian rezekinya di jalan Allah swt.

"(Yaitu), mereka yang beriman kepada yang gaib, mendirikan shalat dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka." (al-Baqarah [2]: 3)

Langkah ketiga, yakinlah bahwa hari akhirat itu ada. Semua amal yang Anda lakukan selama Anda hidup di dunia akan Anda pertanggungjawabkan di hadapan Allah di Padang Mahsyar nanti. Pada hari itu, tidak berguna lagi harta ke-kayaan yang Anda kumpulkan di dunia, kecuali yang telah Anda infakkan di jalan Allah.

Hari itu tidak berguna lagi jabatan dan pangkat Anda yang tinggi selama di dunia, kecuali jika Anda benar-benar men-jalankan segala urusan itu dengan kejujuran dan sesuai perintah Allah swt. Hari itu tidak akan ada lagi kesengsaraan dan penderitaan seperti yang pernah Anda temui di dunia dan Anda bersabar dalam menghadapinya. Kesengsaraan pada hari itu hanya milik orang-orang yang suka berkeluh kesah dan memiliki hati yang sakit serta suka mengabaikan perintah Allah dan melanggar larangan-Nya.

"Di tempat itu (padang Mahsyar), tiap-tiap diri merasakan pembalas-an dari apa yang telah dikerjakannya dahulu, dan mereka dikembali-kan kepada Allah, Pelindung mereka yang sebenarnya." (Yunus [10]: 30)

"Mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap Allah, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong, 'Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami azab Allah (walaupun) sedikit saja?'Mereka menjawab, 'Seandainya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri.'" (Ibrahim [14]: 21)

Langkah keempat, percayalah bahwa azab neraka itu ada. Siksa neraka sangat pedih dan tidak ada manusia yang sanggup berada di dalamnya walau hanya sedetik. Jika Anda tergoda untuk melakukan suatu kemaksiatan, itu berarti api neraka telah menyapa Anda. Maka, sadarilah bahwa Anda tidak akan pernah sanggup menahan pedihnya siksa api neraka. Setinggi apa pun daya imajinasi dan kreasi manusia membuat perumpamaan tentang berbagai jenis siksaan paling berat dan biadab, tidak seberapa bila dibandingkan dengan beratnya siksa di dalam neraka.

"Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kamiganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." (an-Nisaa' [4]: 56)

Apa pun imajinasi yang muncul dalam benak Anda tentang azab neraka yang dijelaskan pada ayat di atas, sungguh masih sangat jauh dari kenyataan sebenarnya yang akan ditemu-kan oleh orang-orang kafir kelak di dalam neraka Jahannam. Na'udzubillah min dzalik...
Langkah kelima, jagalah kehormatan diri dan keluarga Anda. Jangan menukarnya dengan kemaksiatan yang akan membuat Anda menjadi terhina di dunia dan akhirat. Jika Anda bersujud kepada Allah, maka bersujudlah kepada-Nya dengan sepenuh hati. Laksanakanlah segala perintah-Nya dengan ikhlas tanpa mencampuradukkannya dengan ke-maksiatan. Segeralah ingat kepada-Nya jika Anda sudah telanjur terjebak di dalam lumpur dosa, dan bersegeralah menyucikan diri dengan tobat dan istigfar, karena Dia Maha Pengampun atas dosa hamba-hamba-Nya.

"Orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan kejfatau meng-aniaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal." (Ali Tmran [3]: 135-136)

Langkah keenam, penuhi amanah dan runaikan tanggung jawab Anda dengan baik. Amanah adalah apa yang orang lain percayakan kepada Anda untuk disampaikan. Misalnya, atasan Anda menitipkan sebuah amplop yang berisi uang kepada Anda. Dia berpesan agar Anda memberikan amplop tersebut kepada si Fulan. Jika Anda telah menyerahkan amplop tersebut kepada si Fulan, dan Anda tidak membuka dan me-ngurangi uang yang ada di dalam amplop itu, itu berarti Anda telah menunaikan amanah itu dengan baik seperti yang diinginkan oleh atasan Anda. Akan tetapi, jika Anda tidak me-nyampaikan amplop itu kepada si Fulan, atau Anda mengurangi isinya, itu berarti Anda telah mengkhianati amanah yang dipercayakan kepada Anda.

Itu adalah pengertian amanah dalam interaksi kita dengan sesama manusia. Dalam pengertian yang lebih luas, segala sesuatu yang ada pada diri manusia adalah amanah.

Manusia pada dasarnya tidak memiliki apa-apa. Terlahir dalam keadaan telanjang dan tidak membawa apa-apa. Setelah 40 sampai 50 tahun, dia pun memiliki harta dan kekayaan yang banyak. Meski dia memiliki banyak harta dan kekayaan, ketika dia meninggal, semua itu tidak dia bawa kecuali se-lembar kain kafan yang membungkus tubuhnya, serta tempat tinggal (kubur) seluas 1x2 meter saja. Manusia hadir di dunia tidak membawa apa-apa. Mereka kembali pun tidak mem¬bawa apa-apa. Pada saat dia meninggal, semua amanah itu dikembalikan kepada pemiliknya, yaitu Allah swt.

"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan di-pikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat lalim dan amat bodoh." (al-Ahzab [33]: 72)

Langkah ketujuh, tepatilah setiap janji yang Anda buat.
Rasulullah saw. datang dengan akhlak yang sempurna. Akhlak yang dia bawa menyentuh keseluruhan aspek kemanusiaan dan menebarkan kedamaian. Siapa pun yang berakhlak dengan akhlak yang beliau bawa, dia akan hidup tenang dan bahagia. Begitu juga orang-orang yang berin-teraksi dengannya, mereka akan merasa senang dan tenang berhubungan dengannya.
Menepati janji adalah salah satu akhlak yang dijunjung tinggi oleh Islam. Dia adalah tonggak utama untuk menegak-kan keimanan. Orang-orang yang tidak menepati janji adalah orang-orang yang tidak sempurna keimanannya. Mereka termasuk golongan orang-orang munafik. Rasulullah saw! bersabda, "Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga; apabila dia berbicara, dia bohong; apabila dia berjanji, dia mengingkarinya; apabila dia dipercaya, dia berkhianat.'ns Menepati janji adalah salah satu resep, agar Anda bisa menjalani hidup dengan bahagia dan damai, Bahkan, ia menjadi salah satu kunci kesuksesan Anda dalam bisnis, karier, dan hubungan sosial.

Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang pandai mensyukuri nikmat. Aamiin ya rabbal 'alamiin...
Share:

Mata Air 9 : Jangan Menjual Kehormatan Diri

"Dan hendaklah kamu takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar" (an-Nisaa' [4]:9)

Suatu hari, Rasulullah saw. didatangi oleh seorang lelaki yang setiap harinya mengemis dan tidak pernah berusaha mencari pekerjaan lain.

Rasulullah memperhatikan lelaki itu. Dia tampak ber-putus asa dan lemah tak berdaya. Lelaki itu sudah tidak me¬miliki kepercayaan diri. Pakaiannya compang-camping. Kondisinya buruk. Dan, wajahnya penuh dengan awan mendung kemiskinan. Dia merendahkan diri dengan me-minta-minta kepada orang lain.

Melihatnya, Nabi merasa kasihan. Maka, beliau menyuruh lelaki tersebut untuk membeli kapak kecil, lalu Nabi yang akan membuat gagangnya.

Setelah kapak itu jadi, Nabi menyuruh lelaki itu untuk merobohkan kesedihannya dengan kapak itu. Nabi me-nyuruhnya untuk menghancurkan kelemahannya, meng-hancurkan penghalang yang ada di depan matanya, dan men-campakkan kebiasaan yang ada. Yaitu, kebiasaannya meminta-minta dan mengemis.

Setelah lelaki itu memahami maksud dan tujuan Nabi, Nabi mengutusnya ke suatu desa untuk mengumpulkan kayu bakar dan menjualnya kepada orang-orang. Dengan begitu, dia telah membeli harga dirinya kembali dengan kemuliaan, kesucian, dan harapan. Nabi ingin menanam benih harapan pada diri orang itu. Nabi ingin menyemai se-mangat berjuang dan bekerja. Di antara perintah Nabi adalah agar lelaki itu tidak menemuinya sebelum lima belas hari.

Benar saja. Setelah waktu yang ditentukan, lelaki itu datang menghadap beliau. Tetapi sudah bukan seperti lelaki lima belas hari yang lalu. Dia datang dengan baju yang tidak lagi compang-camping. Dia datang dengan semangat baru, jiwa baru, kondisi baru, bahkan dengan postur tubuh baru. Kerut-kerut di dahinya sudah hilang. Raut mukanya juga sudah ber-ubah cerah. Kondisinya sudah sama sekali berubah. Hal itu tidak lain karena Nabi menyemai harapan dan menyiram pohon percaya diri sekaligus cinta pekerjaan kepada orang itu.

Jadi, jangan heran kalau setiap pagi dan sore hari Nabi saw. selalu berdoa,
"Ya Allah, aku minta perlindungan-Mu dari derita dan kesedihan, dari kelemahan dan kemalasan."

Juga jangan kaget kalau Anda mendapati Allah berfirman dalam Al-Qur'an,
"...Jangan engkau berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (Yusuf [12]: 87)

Jika Anda memberikan nasi kepada seorang pengemis, maka Anda telah memberinya makan selama sehari saja. Jika Anda memberinya beras, Anda mungkin memberinya makan hanya beberapa hari saja. Tetapi, jika Anda memberi¬kan kepadanya kehormatan dan kemuliaan dirinya dengan membuatnya tidak menjadi pengemis dan peminta-minta, maka Anda telah memberikan kepadanya kehidupan dan harapan


Share:

Mata Air 8 : Kesempatan Emas Tidak Datang Dua Kali

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran" (al-Ashr [103]:1-3)

Umur panjang adalah kesempatan emas termahal yang dimiliki oleh manusia yang masih hidup. Ia lebih berharga dari apa pun yang dimiliki oleh manusia, karena tanpanya manusia tidak akan memiliki apa-apa. Akan tetapi, ia akan menjadi sumber bencana bila tidak digunakan untuk ber-amal dan beribadah.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. juga pernah ber-sabda tentang sebaik-baiknya manusia adalah yang panjang umurnya dan baik perbuatannya. Sementara manusia paling buruk adalah yang panjang umurnya dan buruk per-buatannya.

Rasulullah saw. juga pernah berpesan —yang digubah menjadi lirik lagu oleh grup nasyid Raihan —agar kita memanfaatkan dengan sebaik mungkin lima kesempatan emas dalam kehidupan kita, yaitu masa muda sebelum datang masa tua, masa sehat sebelum masa sakit, waktu luang se¬belum datang kesibukan, masa kaya sebelum jatuh miskin, dan masa hidup sebelum kematian.

Pepatah Arab mengatakan,
Kesehatan adalah mahkota Di atas kepala orang yang sehat Tidak ada yang melihatnya Kecuali orang yang Sakit

Seorang yang dalam kondisi sehat, dia bisa melakukan pekerjaan apa pun yang dia mau. Melakukan perjalanan sejauh apa pun yang dia inginkan. Akan tetapi, seringkali orang yang sehat tidak menyadari bahwa dia memiliki se¬suatu yang berharga, yaitu kesehatan. Andai ia tidak sehat, tentu dia tidak akan bisa berbuat apa-apa.

Banyak hal-hal berharga yang kita miliki, tetapi kita tidak menyadari artinya kecuali setelah ia hilang dari kita. Seorang yang sehat akan merasakan betapa berharganya kesehatan saat dia jatuh sakit. Seorang yang kaya akan merasakan betapa berharganya kekayaan setelah dia jatuh miskin. Seorang yang kafir kepada Allah tidak akan menyadari betapa ke¬hidupan sangat penting untuk melakukan kebaikan kecuali setelah dia mati.

Oleh karena itu, Allah swt. mengingatkan kita melalui firman-Nya dalam ayat tersebut bahwa waktu sangat ber-harga. Orang yang tidak memanfaatkan waktunya dengan baik akan sangat merugi.
Pada ayat itu, orang-orang yang beriman dikecualikan oleh Allah. Mereka tidak termasuk orang-orang yang mengalami kerugian. Ayat ini menunjukkan bahwa di antara ciri-ciri ke-imanan adalah kepandaian mengatur dan mengisi waktu dengan mengerjakan hal-hal yang bermanfaat (amal saleh), serta bergaul dengan manusia dan saling menasihati dalam kebaikan dan kesabaran.
Adanya waktu kosong yang tidak digunakan untuk me¬lakukan berbagai aktivitas dan pekerjaan merupakan awal dari kerugian itu. Sebab, kehidupan hanyalah rentetan detik-detik yang berlalu tanpa pernah kembali. Semakin hari kita semakin dekat dengan kematian, maka tidak ada yang lebih menguatkan kita untuk menghadapinya kecuali keimanan.
Allah mengajari kita kedisiplinan tinggi dalam meng-hargai dan memanfaatkan waktu. Dia telah menetapkan aktivitas yang terstruktur rapi dalam kehidupan kita. Kita mengawali hari kita dengan melaksanakan shalat subuh, dan menutupnya. dengan shalat isya'.

Setiap shalat telah ditentukan waktunya masing-masing. Waktu shalat subuh adalah pagi hari sebelum terbit fajar, tidak diterima bila dilaksanakan setelah terbit fajar. Begitu juga dengan shalat zuhur yang harus dilaksanakan pada waktu zuhur. Shalat zuhur yang dilaksanakan pada waktu ashar tidak akan diterima oleh Allah. Setiap waktu shalat adalah kesempatan yang tetap dan pasti. Bila satu saja dari setiap waktu itu lewat begitu, maka ia tidak akan pernah kembali.
Jadwal aktivitas ibadah ritual mingguan juga Allah tetap-kan dalam bentuk shalat jum'at. Ia berbeda dengan ibadah-ibadah ritual harian karena berisi khotbah jum'at untuk mengembalikan fitrah intelektual dan spiritual kita kepada Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah saw., setelah selama se-minggu di tempat kita beraktivitas, ia mengalami benturan dengan nilai dan budaya yang berlawanan dengan sistem nilai yang kita anut.
"...Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktu-nya atas orang-orang yang beriman." (an-Nisaa' [4]: 103)

Kesempatan Emas Milik Abu Dujjanah

Pada Perang Uhud, Rasulullah saw. berdiri sambil meme-gangi pedangnya. Beliau berkata, "Siapa yang mau meng-ambil (pedang) ini?" Semua sahabat pun mengulurkan tangan sambil berteriak, "Aku... aku..."

Nabi pun kembali berkata, "Siapa yang berani meng-ambil pedang ini dan mempertanggungjawabkannya?" Para sahabat terdiam.
Akan tetapi, tiba-tiba terdengar Abu Dujjanah berteriak lantang, "Aku yang akan mengambilnya, dan aku akan ber-tanggung jawab karena telah berani mengambil pedang itu."

Abu Dujjanah bergegas maju ke medan pertempuran melawan kaum kafir di barisan depan. Dia mengeluarkan kain merah dari sakunya dan mengikatkannya di kepala.
Kaum Anshar berkata, "Abu Dujjanah mengeluarkan atribut pasukan berani mati. Setiap bertemu musuh, dia pasti akan membunuhnya."

Abu Dujjanah pada suatu saat menceritakan kenangan-nya itu, "Waktu itu, aku melihat seseorang yang begitu berapi-api membakar semangat tentara kafir. Aku segera meng-hampirinya. Tetapi, ketika kuacungkan pedang, orang itu menggigil ketakutan. Ternyata dia seorang wanita. Maka aku tidak jadi membunuhnya. Aku menghormati pedang Rasulullah hingga tidak membunuh wanita itu."

Sosok Abu Dujjanah adalah orang yang paling ber-untung. Meski dia tidak sekelas dengan Abu Bakar, tidak sekuat Umar bin Khaththab, tidak selincah Ali bin Abu Thalib, dia juga tidak semulia Utsman bin Affan di mata Rasulullah. Akan tetapi, dia memperoleh kesempatan ter-mahal yang tidak dimiliki oleh keempat sahabat Rasulullah itu, berperang dengan menggunakan pedang Rasulullah saw.

Rasulullah menawarkan pedang itu kepada para sahabat-nya dua kali. Ketika penawaran pertama, tanpa syarat "bertanggung jawab," semua sahabat menawarkan diri untuk menggunakan pedang itu. Namun, pada penawaran kedua, setelah ditambahkan syarat pertanggungjawaban itu, mereka terdiam kecuali Abu Dujjanah.

Apa yang diinginkan oleh Rasulullah dari mereka? Tidak lain adalah keberanian, percaya diri dan keseimbangan kinerja antara emosi dengan pikiran.

Bukti keberanian Abu Dujjanah adalah dia mengikatkan kain merah di kepalanya sebagai tanda "Pasukan Berani Man". Meski demikian, dia tidak berlebihan dan tetap dalam kondisi emosi yang terkehdali. Buktinya, ketika dia mengetahui bahwa orang yang mengobarkan semangat pasukan kafir itu adalah seorang wanita, dia tidak jadi membunuhnya.

Medan pertempuran, tidak berbeda dengan medan kehidup¬an. Di medan pertempuran, setiap orang mempertaruhkan nyawa untuk memperoleh kemenangan dan hanya ada dua pilihan, menang atau mati.

Sementara di medan kehidupan, setiap orang memper-taruhkan waktu, umur dan tenaganya untuk bisa hidup bahagia dan sejahtera. Akan tetapi, pada keduanya sama-sama membutuhkan keberanian untuk mengatakan "aku bisa" agar bisa tampil sebagai pemenang.

Jika Anda memiliki suatu keahlian yang sangat potensial untuk mengantarkan Anda menjadi seorang yang sukses, usia Anda masih sangat muda, tenaga dan kondisi kesehatan Anda sangat prima, namun ketika ada peluang dan kesem¬patan yang sesuai dengan bakat dan keahlian Anda datang menghampiri dan Anda tidak berani menangkapnya, maka semua kelebihan yang Anda miliki tidak akan berguna sama sekali.
Share:

Mata Air 7 : Bulatkan Tekad Dan Jaga Komitmen Diri

Justify Full
"Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga)orang yang telah tobat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan"(Huud[11]:112)

Salah satu kisah peperangan yang paling berat dan meng-harukan dalam sejarah Islam adalah ketika pasukan kaum muslimin mengepung pasukan Persia yang berlindung di dalam benteng kota Tustar yang merupakan salah satu benteng terkokoh dan tersulit yang pernah ditaklukkan. Pasukan muslimin dipimpin oleh Abu Musa al-Asy'ari.

Salah seorang anggota pasukan muslimin yang paling tenar dalam peperangan itu adalah Majza'ah bin Tsaur. Dia adalah seorang yang gesit dan lihai memainkan pedang serta memiliki kemauan kuat dan tekad baja. Selama peperangan itu, dia telah membunuh lebih dari seratus tentara Persia dalam duel satu lawan satu sebelum memulai setiap pertempuran. Namanya menjadi momok menakutkan bagi pasukan Persia. Sebaliknya, dia menjadi kebanggaan dan lambang kebulatan tekad pasukan muslim untuk menaklukkan kota Tustar.

Delapan belas bulan pasukan muslim mengepung benteng itu, namun tidak ada tanda-tanda berkurangnya kekuatan pasukan Persia. Sementara itu, Abu Musa al-Asy'ari hampir kehabisan ide memikirkan strategi untuk menembus benteng musuh. Hingga akhirnya, Allah menunjukinya jalan melalui seorang pembelot dari prajurit Persia yang keluarga dan saudara-saudaranya dibantai secara biadab oleh Hurmuzan (komandan pasukan Persia). Orang itu mengatakan bahwa apabila pasukan muslim ingin menembus benteng Tustar, mereka harus memasukinya dengan berenang melewati kanal dan saluran air kota itu.

Abu Musa al-Asy'ari mengutus Majza'ah bin Tsaur untuk mengikuti orang itu dan mempelajari seluk-beluk kanal air menuju istana Kisra Persia. Setelah itu, Majza'ah kembali, Abu Musa pun segera mempersiapkan tiga ratus orang pasukan elit kaum muslimin yang bisa berenang untuk memasuki kota itu melalui kanal dan saluran air menuju pusat kota di bawah pimpinan Majza'ah bin Tsaur.

Di sinilah kebulatan tekad dan komitmen Majza'ah serta anggota pasukan elit yang dipimpinnya untuk menaklukkan kota itu teruji. Aliran air di kanal itu sangat deras dan mematikan. Mereka harus berjuang selama dua jam lebih untuk bisa melewati kanal berbahaya itu. Terkadang mereka bisa berjalan santai karena arus tidak terlalu berbahaya, tapi terkadang mereka terhempas ke sana ke mari karena derasnya arus air.

Ketika sampai di jalan tembus, Majza'ah baru sadar bahwa 220 orang anggota pasukannya hilang terhempas di kanal. Kini, dia hanya memiliki 80 tentara.

Allah Mahabesar. Dia tidak akan menyia-nyiakan setetes usaha yang hamba-Nya lakukan untuk menegakkan kalimat-Nya. Hanya dengan 80 tentara, mereka akhirnya bisa melum-puhkan pasukan Persia yang siap siaga sepanjang jalan menuju gerbang benteng dan membukanya dengan teriakan takbir yang disambut dengan takbir pula oleh pasukan muslim yang telah siap siaga di luar benteng. Mereka segera merangsek masuk ke dalam benteng dan menumbangkan kekuasaan zalim yang menindas dan merampas hak-hak rakyatnya.

Dalam pertempuran itu, Majza'ah menemukan syahid yang menjadi cita-cita tertingginya di ujung pedang Hurmuzan. Mereka berdua terlibat duel yang seru sehingga keduanya sama-sama saling menebas tubuh lawannya. Seandainya Hurmuzan tidak memakai baju besi dia tentu telah tewas oleh sabetan pedang Majza'ah, sedangkan Majza'ah tidak memakai baju besi.

Majza'ah meninggalkan pelajaran berharga bagi kita, generasi muda Islam abad 21. Dia mengajari kita arti sebuah tekad dan komitmen yang tulus terhadap satu tujuan yang jelas, yaitu menguasai kota Tustar untuk membangun peme-rintahan yang berasaskan pada nilai-nilai langit. Kita pun bertanya, apa yang mendorongnya untuk mau berjuang mem-pertahankan hidup melawan derasnya arus air dalam kanal berbahaya itu? Apa pula yang memperkuat mental bertarung-nya sehingga dia mampu membunuh lebih dari seratus orang pasukan Persia dalam duel satu lawan satu? Apa pula yang membuat tiga ratus orang anggota pasukan elit kaum muslimin itu mau menaatinya? Apa yang membuat mereka rela mempertaruhkan jiwa dan raga dalam setiap pertempuran.

Tekad dan komitmen bukanlah sesuatu yang gampang dimiliki oleh semua orang. Ia lahir dari adanya kejelasan tujuan yang ingin dicapai serta keyakinan diri bahwa tujuan tersebut pasti akan tercapai. Dari mana datangnya keyakinan itu? Keyakinan itu datang dari perasaan dan kepercayaan diri bahwa mereka memiliki "beking" yang Mahakuat dan Mahaperkasa.

Ibaratnya, Anda memiliki orang tua yang kaya dan sangat mendukung setiap langkah dan keputusan yang Anda ambil untuk diri Anda. Anda memiliki tekad kuat untuk melanjut-kan jenjang akademis Anda hingga tingkat magister atau doktor. Anda akan memiliki keyakinan yang lebih, karena bila Anda menghadapi kendala/mansza/, Anda memiliki orang tua yang menjadi "beking" finansial dan siap menyuplai dana untuk Anda.

Tekad yang kuat merupakan salah satu keunikan jiwa manusia yang bisa mengubah sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin, mengubah sesuatu yang mungkin menjadi karya nyata. Namun, sebagaimana telah kami katakan bahwa tekad saja tidak cukup. Harus ada keyakinan dan percaya diri. Kedua hal itu hanya bisa muncul dari adanya tempat kembali, tempat bersandar, "beking" yang memiliki kemampuan dan kekuatan jauh di atas kekuatan dan kemampuan kita. Jika "beking" kita memiliki kemampuan sedikit di atas kita, atau sejajar dengan kita, maka rasa percaya diri dan keyakinan untuk sukses akan sangat sulit muncul dari kondisi yang demikian itu. Justru yang akan muncul adalah rasa ragu dan takut gagal.

Itulah sebabnya, Allah mengajari kita tentang cara memiliki tekad yang baik dalam firman-Nya,
"...Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad, maka ber-tawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya." (Ali 'Imran [3]: 159)
Kata "tekad" dalam bahasa Arab disebut 'Azam. Setelah kebulatan tekad, harus ada tawakal kepada Allah. Tawakal adalah kepasrahan kepada Allah, karena Dia lebih mengeta-hui sesuatu yang terbaik bagi hamba-Nya. Tawakal yang benar akan menimbulkan keyakinan dan ketenangan jiwa. Jika tujuan yang diinginkan tercapai dengan sukses, itu me-rupakan hal terbaik yang Allah tentukan bagi kita. Namun, jika tujuan yang diinginkan tidak tercapai, hal itu juga me-rupakan hal terbaik yang Allah tentukan, ada kebaikan yang tersembunyi di balik setiap kegagalan dan kesulitan yang kita hadapi. (Bacalah bab, "Apa pun Tantangannya, Hadapi dan Nikmati!" dalam buku ini).

Ada banyak kisah ironis yang kita baca dari lembaran kehidupan sebagian orang. Ada orang yang karena hidup dalam kondisi ekonomi yang serba kekurangan, dia rela menghabisi hidupnya sendiri; orang tua yang tega menjual kehormatan anak gadisnya hanya untuk memperoleh uang sepuluh ribu rupiah; bocah kecil yang masih duduk di bangku kelas IV Sekolah Dasar gantung diri hanya karena nilai rapor-nya rata-rata merah; artis yang justru pada puncak popularitas-nya malah mencaci maki ibunya sendiri, tanpa sadar bahwa dirinya tumbuh besar dari keringat dan derita ibunya sejak dilahirkan hingga dia mencapai popularitas itu; gadis desa dengan pendidikan pas-pasan yang rela menebar goyangan syahwat hanya agar bisa cepat tenar dan bisa punya banyak uang; ustadz yang menceramahi sejuta manusia tetapi lupa mendidik anak dan keluarganya sendiri dengan nilai-nilai yang "dijual" dalam ceramahnya; motivator kelas dunia yang terkenal dengan karya-karya tulis yang luar biasa menggugah serta mengajari manusia cara mencari kebahagiaan sejati, tetapi dirinya sendiri tidak bisa menemukan kebahagiaan itu hingga dia berputus asa dan mengakhiri hidup dengan menggorok lehernya sendiri.

Alangkah tragisnya kehidupan mereka. Sebelum merasa-kan siksaan yang abadi di akhirat, di dunia mereka sudah tersiksa oleh kehidupan yang mereka jalani. Sebagian ber-putus asa karena kesulitan, sebagian lagi justru merasakan puncak kesengsaraan hidupnya adalah ketika meraih sukses di bidang yang digelutinya. Lalu apa sebenarnya yang dicari?

"...Sesungguhnya, neraka itu adalah apiyang bergejolak, yang menge-lupaskan kulit kepala, yang memanggil orang yang membelakangi dan yang berpaling (dari agama). Serta mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya." (al-Ma'arij [70]: 15-18)

Neraka di akhirat adalah api yang bisa berbicara dan me¬manggil orang-orang yang berpaling dari nilai-nilai agama. Mengeksploitasi dosa dan maksiat hanya untuk meraih popularitas sehingga memiliki peluang untuk mengumpul¬kan harta dan kekayaan sebanyak-banyaknya.

Anak Saya Lemah Fisiknya

Namanya Pak Yalid. Dia wali salah seorang santri saya. Dia menceritakan kepada saya tentang anaknya yang ber-nama Yasser. Dia berkata bahwa anaknya itu cukup cerdas, tetapi secara fisik dia lemah.

Pada suatu hari, salah seorang siswa kelas III Aliyah yang di dalam organisasi siswa bertugas mengurus bidang minat dan bakat siswa datang menghadap saya. Dia menyampai-kan bahwa para santri meminta untuk didirikan perguruan seni beladiri yang dilatih langsung oleh guru mereka sendiri. Sebelumnya telah ada perguruan seni yang masuk ke pesantren itu, tetapi tidak terlalu efektif karena pelatihnya berasal dari luar pesantren.

Saya pun menyetujui permintaan itu dan menyuruhnya mendata, berapa orang yang berminat untuk mengikuti latihan beladiri yang rutin akan diadakan dua kali seminggu.

Hasil pendataan itu sangat mengejutkan. Dari sekitar 120 orang santri, hanya 15 orang yang tidak berminat mengikuti latihan beladiri. Hasil itu membuat saya termotivasi untuk melatih mereka dengan serius.

Hal yang lebih mengejutkan lagi adalah pada saat per-kumpulan pertama para peserta latihan beladiri itu, saya mendapati Yasser termasuk salah satu dari para santri yang berminat mengikuti latihan beladiri itu. Padahal, orang tuanya pernah mengatakan kepada saya bahwa dia anak yang lemah fisiknya.

Minggu berganti bulan, bulan pun berganti tahun. Pada akhir tahun, dari 105 orang yang mendaftar pada awal pem-bukaan latihan beladiri itu, hanya tersisa sekitar 10 orang, salah satunya adalah Yasser.

Dari pemantauan selama melatih, saya mengetahui bahwa Yasser memiliki kemauan dan tekad yang kuat untuk me-nguasai seni beladiri. Fisiknya memang tampak lemah, tetapi karena tekad dan kemauan kerasnya, dia menjadi seorang yang cekatan dalam mengatur strategi bertahan dan melaku-kan serangan balik yang cepat. Hingga akhirnya, dia menjadi salah seorang jawara dalam perlombaan seni beladiri antar pelajar di wilayah itu.

Apa yang Membuatnya Berubah?

Tidak ada siapa pun yang mengubah Yasser selain dirinya sendiri. Saya mengetahui dia sangat rajin berlatih dan meng-olah gerakannya.

Pada suatu malam, saya berkeliling untuk memantau situasi keamanan pondok pada malam hari. Dari jauh saya melihat bayangan seseorang sedang berlatih beladiri sen-dirian. Saya mengetahui gerakan itu adalah yang baru saya berikan kepada siswa saya tadi sore.

Setelah mendekat, saya pun mengenalinya, dia adalah Yasser. Ketika mendapat tugas jaga malam, yaitu meronda untuk keamanan pondok, waktu meronda itu dia gunakan untuk berlatih. Dia memiliki kemauan yang kuat dan tekad baja untuk bisa menguasai seni beladiri. Dan sebagai se¬orang laki-laki, adalah menjadi sesuatu yang sangat penting baginya untuk memiliki keahlian itu.

Pada suatu hari, saya bertemu dengan Pak Yalid, orang tua Yasser. Dia berkata kepada saya, "Saya heran dengan anak saya, dulu fisiknya lemah, tapi sekarang dia sudah berubah."
Saya pun menjawab, "Yang tidak bisa diubah adalah takdir yang sudah terjadi, sementara takdir yang belum terjadi adalah sesuatu yang bisa dicapai dengan tekad dan komitmen yang kuat..."

Fa'idzaa 'azamta fa Tawakkal 'alallaah... (Jika kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah...)
Share:

Mata Air 6 : Apapun Kesulitannya Hadapi dan Nikmati !



"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan 'Kami telah beriman' sedang mereka tidak diuji lagi" (al-Ankabuut [29]2)

Tantangan akan membuat Anda semakin pandai, tabah dan kompeten ketika Anda semakin menikmati masalah-masalah yang rumit. Jika takarannya pas, dan Anda terus menaklukkan tantangan tersebut, Anda akan bahagia. Anda akan memikirkan tantangan-tantangan tersebut dan merasa bersemangat. Anda akan tertarik untuk mencoba solusi-solusi baru. Anda senang. Anda hidup!

Sebagai pembuka bab ini, saya akan ceritakan kepada Anda tentang kisah para nelayan Jepang.
Orang Jepang, sejak lama menyukai ikan segar. Tetapi, persediaan ikan di perairan mereka selama beberapa dekade ini tidak memadai lagi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan mereka.

Jadi, untuk memberi makan populasi Jepang, kapal-kapal penangkap ikan bertambah lebih besar dari ukuran sebelum-nya. Semakin jauh para nelayan pergi, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk membawa hasil tangkapan itu ke daratan. Jika perjalanan pulang mencapai beberapa hari, ikan-ikan hasil tangkapan mereka sudah tidak segar lagi. Orang Jepang tidak menyukai rasanya.

Untuk mengatasi masalah ini, perusahaan perikanan memasang freezer di kapal mereka. Mereka akan menangkap ikan dan langsung memasukka nya ke dalam freezer untuk dibekukan. Adanya freezer memungkinkan kapal-kapal nelayan untuk pergi semakin jauh dalam waktu yang lama.

Namun, orang Jepang dapat merasakan perbedaan rasa antara ikan segar dan beku, dan mereka tidak menyukai ikan beku. Ikan beku harganya menjadi lebih murah, sehingga perusahaan perikanan memasang tangki-tangki penyimpan ikan di kapal mereka. Para nelayan akan menangkap ikan dan langsung menjejalkannya ke dalam tangki hingga ikan-ikan itu berdempet-dempetan.

Setelah selama beberapa saat saling bertabrakan, ikan-ikan itu berhenti bergerak. Mereka kelelahan dan lemas, tetapi tetap hidup. Namun, orang Jepang masih tetap dapat me-rasakan perbedaannya. Karena ikan-ikan itu tidak bergerak selama berhari-hari, maka rasa ikan segarnya menjadi hilang. Orang Jepang menghendaki rasa ikan segar yang lincah, bukan ikan segar yang lemas.Bagaimanakah perusahaan perikanan Jepang mengatasi masalah ini? Bagaimana mereka membawa ikan dengan rasa segar alami ke Jepang?

Jika Anda menjadi konsultan bagi industri perikanan, apakah yang akan Anda rekomendasikan?
Untuk menjaga agar rasa ikan tersebut tetap segar, per¬usahaan perikanan Jepang tetap menyimpan ikan di dalam tangki. Tetapi kini, mereka memasukkan seekor ikan hiu kecil ke dalam setiap tangki.

Memang ikan hiu memakan sedikit ikan, tetapi kebanyak-an ikan akan sampai ke daratan dalam kondisi yang sangat hidup. Ikan-ikan tersebut tertantang untuk mempertahan-kan hidup dan terus bergerak menghindar agar tidak ter-mangsa oleh ikan hiu kecil itu.

Kesuksesan para nelayan Jepang menghadirkan ikan segar kepada para konsumen adalah karena kegigihan dan ke-beranian mereka mencari dan mencoba macam-macam solusi untuk mengatasi tantangan yang timbul karena selera kon-sumen. Sementara ikan-ikan itu tetap terpelihara kesegaran-nya juga karena adanya tantangan.

Secara umum, kehidupan tidak akan pernah lepas dari tantangan dan kesulitan. Ujian dan tantangan akan datang silih berganti. Tetapi, di balik setiap ujian dan tantangan ter-sembunyi kesuksesan dan kebahagiaan yang besar.

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) me-ngatakan, 'Kami telah beriman,' sedang mereka tidak diuji lagi?" (al-Ankabuut [29]: 2)

Menjalani hidup tidak sekadar apa adanya, hidup memiliki tujuan. Allah tidak menciptakan semua makhluk yang ada di muka bumi dengan sia-sia atau hanya sekadar hidup dan menikmati segala fasilitas duniawi yang Allah sediakan. Akan tetapi, kehidupan setiap manusia adalah sebuah per-jalanan menuju satu tujuan mulia.

Tujuan yang ingin dicapai setiap orang sudah jelas, yaitu kebahagiaan di dunia dan akhirat. Karena tujuan itulah, Allah menyediakan berbagai macam kenikmatan, seperti umur panjang, harta benda dan kekayaan, anak dan istri yang setia menemani, dan lain sebagainya sebagai fasilitas untuk men-capai tujuan itu.

Namun, untuk mencapai tujuan itu tidak semudah mem-balikkan telapak tangan. Lihatlah bagaimana orang-orang besar yang memiliki nama besar seperti Rasulullah saw. dengan misi dakwahnya yang mulia.

Rintangan dan ujian apakah yang belum beliau rasakan dalam mengemban misi dakwah itu? Dilempari dengan kotoran unta, diludahi, dilempar dengan batu hingga kepala dan kakinya berdarah. Pengikut dan para sahabatnya diteror dan dibunuh, dikepung dan diboikot sehingga dia dan keluarga dilanda kelaparan dan hanya bisa makan dedaunan. Dikhianati oleh kabilah-kabilah Yahudi Madinah yang telah menan-datangani perjanjian damai dengan umat Islam, serta ujian dan cobaan lain yang belum pernah dialami oleh siapa pun sebelum dan sesudahnya.

Di samping cobaan yang pahit, beliau juga memperoleh ujian dan cobaan-cobaan manis.Beliau pernah ditawari kekuasaan, kekayaan, wanita ter-cantik di tanah Arab dan popularitas di tengah suku Quraisy, dengan syarat beliau harus meninggalkan misi dakwahnya. Kewibawaan dan jiwa kepemimpinan beliau membuatnya dihormati dan ditaati oleh seluruh penduduk Madinah. Apabila beliau meminta mereka mendirikan untuknya sebuah rumah mewah di tengah kota Madinah, mereka pasti akan men-dirikannya. Apalagi setelah Islam tersebar di seluruh tanah Arab. Akan tetapi, beliau lebih memilih untuk menginap sementara di rumah Abu Ayyub al-Anshari.

Puluhan kali beliau memimpin peperangan hanya pada dua peperangan beliau mengalami kekalahan yang tidak terlalu parah. Harta pampasan perang yang banyak sangat cukup baginya untuk membangun rumah mewah dan meng-isinya dengan perabotan-perabotan yang sangat mahal. Akan tetapi, rumah beliau sangat kecil dan sempit, kasurnya tipis dan berbantalkan lengan beliau sendiri.Lihatlah betapa konsistennya beliau dengan misi dakwah-nya. Kondisi kehidupan yang penuh tantangan beliau lalui dengan penuh rasa syukur dan beliau menikmatinya.

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan." (al-Anbiyaa' [21]: 35)

Betapa indahnya Allah menciptakan kehidupan dengan segala problematikanya. Betapa cintanya Allah kepada manusia sehingga Dia tidak memanjakan mereka dengan sekadar menikmati fasilitas kehidupan itu saja. Allah memberikan kebebasan kepada manusia, apakah dia ingin menjadi orang yang bahagia atau menjadi orang yang sengsara. Untuk dua tujuan itulah, Dia menguji mereka dan memberi banyak tantangan agar mereka menjadi kuat dan tegar.

Ada seorang anak kecil yang masih duduk di bangku kelas empat Sekolah Dasar. Dia memiliki orang tua yang saleh. Kedua orang tuanya mendidik dia untuk selalu tawakal dan hanya berharap kepada Allah. Karena kekuatan pendidikan orang tuanya itulah, pada setiap shalat dia selalu berdoa kepada Allah, "Ya Allah, berilah aku rezeki yang banyak. Berilah aku kekuatan untuk bisa menjalani hidup yang lebih baik." Begitulah isi doanya setiap usai melaksanakan shalat fardhu.

Ibunya hanya seorang pedagang pisang goreng, sedang-kan ayahnya seorang petani miskin. Pagi hari dia berangkat sekolah, di samping membawa buku-buku pelajaran, dia juga membawa rantang yang berisi pisang goreng buatan ibunya untuk dijual kepada teman-temannya di sekolah. Sepulang sekolah dia pergi ke sawah untuk membantu ayahnya di sawah. Itu adalah aktivitas rutinnya sehari-hari. Pada hari Ahad, sehari penuh dia habiskan waktunya untuk menjual pisang goreng buatan ibunya.

Selama dua puluh tahun dia tetap dengan doanya itu. Dalam hati dia tidak pernah berputus asa dan tidak pernah mem-bayangkan bahwa Allah tidak mengabulkan doanya. Selama dua puluh tahun itu pula dia menjalani hidup dengan bekerja keras dan menabung dari keuntungannya.

Setiap hari dia bisa menabung paling sedikit Rp2.000,00 (dua ribu rupiah) dari laba bersih penjualan pisang goreng ibunya setelah dikurangi biaya makan dan kebutuhan harian mereka sekeluarga. Setelah dua puluh tahun, dia sudah me-miliki tabungan sebesar empat belas juta lebih.

Dengan dana tabungan itu, dia pun membuka usaha rumah makan dan mempekerjakan beberapa orang karyawan se-hingga usaha rumah makannya berkembang pesat dan mem-perluas area pemasarannya dengan membuka cabang di beberapa kota besar.

Setelah meraih semua kesuksesan itu, doanya pun berubah. Dia berdoa, "Ya Allah, tolonglah aku untuk tetap ingat kepada-Mu dan mensyukuri semua nikmat-Mu serta melaksanakan ibadah dengan baik kepada-Mu, dengan rahmat dan karunia-Mu wahai yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang."

Pelajaran apa yang Anda ambil dari kisah itu?

Anak seorang petani miskin yang suka berdoa "Ya Allah, berilah aku rezeki yang banyak. Berilah aku kekuatan untuk bisa menjalani hidup yang lebih baik."

Apakah Allah mengabulkan doanya? Berapa lama doa itu baru terkabulkan? Apakah Allah memberinya modal uang tunai sebesar empat belas juta lebih untuk membuka usaha rumah makan?

Jangan pernah menghindari tantangan, melompatlah ke dalamnya dan taklukanlah. Nikmatilah permainannya. Jika tantangan yang Anda hadapi terlalu besar atau terlalu banyak, jangan menyerah. Kegagalan tidak boleh membuat Anda lelah. Sebaliknya, atur kembali strategi Anda. Temukanlah lebih banyak lagi keteguhan, pengetahuan, dan bantuan.

Jika Anda telah mencapai tujuan Anda, rencanakanlah tujuan yang lebih besar lagi. Begitu kebutuhan pribadi atau keluarga Anda terpenuhi, berpindahlah kepada tujuan ke-lompok Anda, masyarakat, bahkan umat. Malaikat akan men-catat setiap kebaikan Anda yang membuat orang lain merasa bahagia dan tertolong. Sehingga kesuksesan Anda pun menjadi amal jariyah yang terus mengalir pahalanya meski Anda telah meninggal.

Jangan menciptakan kesuksesan kemudian Anda tidur nyenyak di dalamnya. Anda memiliki sumber daya, keahlian, dan kemampuan untuk menciptakan kemajuan. Ingatlah bahwa Allah menyembunyikan nikmat-Nya yang luar biasa di balik setiap kesulitan dan tantangan. Sementara setan mengalihkan perhatian Anda dari kenikmatan itu dengan menimbulkan rasa khawatir, waswas, takut gagal, minder, dan tergesa-gesa dalam diri Anda.

Jika Allah menginginkan seorang hamba menjadi orang yang kuat, Dia akan mengujinya dengan ujian dan tantangan kesulitan yang berat. Kemampuannya mengatasi tantangan itulah yang akan menjadikannya kuat. Akan tetapi, kebanyak-an manusia hanya menginginkan yang enak-enak saja, ketika mereka ditimpa sedikit kesulitan mereka mengeluh. Padahal, tidak semua yang enak akan mendatangkan kebahagiaan, seperti halnya tidak semua kesulitan akan membawa keseng-saraan.

"...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (al-Baqarah [2]: 216)

Tantangan dan kesulitan tidak selamanya buruk. Ia melatih kita untuk menjadi kuat dan tangguh. Ia mengasah pikiran kita untuk selalu mencari solusi dan cara untuk mengatasi-nya.

Ketika batu itu menyentuh permukaannya, ia mem-bentuk lubang kecil di permukaan air sesuai ukuran batunya. Akan tetapi, beberapa detik kemudian, permukaan air akan kembali datar seperti semula. Batu tidak meninggalkan bekas sedikit pun terhadap bentuk permukaan air. Justru masuknya batu ke dalam air akan menambah tinggi permukaannya.

Lihatlah layang-layang, jika dia tidak menantang angin, dia tidak akan bisa terbang melayang di udara. Dia akan tetap melayang di udara selama masih menantang angin. Jika angin yang menerpanya lebih keras dia bergerak meng-goyang ke kanan atau ke kiri kemudian naik ke atas. Sesekali dia akan berputar ke bawah membentuk lingkaran kemudian kembali naik menanjak ke atas.

Tantangan dan kesulitan yang dihadapi seseorang adalah latihan yang akan memberinya kekuatan dan pengalaman. Seseorang yang tidak pernah menghadapi kesulitan atau tantangan, dia tidak akan pernah mengalami kemajuan.

Allah swt. menjanjikan kebahagiaan bagi hamba-Nya yang beriman di dunia dan akhirat. Akan tetapi, Allah mem-beri syarat untuk meraihnya yaitu mujahadah (usaha). Allah tidak memberikan kebahagiaan secara "gratis". Dia hanya memberikannya kepada mereka yang "lulus ujian".

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orangyang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (at-Taubah [9]: 16)

Adapun syarat yang Allah tetapkan adalah berjihad dengan harta dan jiwa; menjadikan Allah, Rasulullah dan orang-orang yang beriman sebagai teman sejati. Dengan dua syarat itulah, Anda akan bisa meraih kebahagiaan yang tak terbatas di dunia dan akhirat.

Pada prinsipnya, apa yang Allah sediakan di akhirat me-miliki perbedaan yang lebih dari apa yang Allah berikan di dunia. Bagi mereka yang meraih kebahagiaan dan kesukses¬an di dunia dalam ketaatan kepada Allah, Allah menyedia-kan nikmat yang lebih membahagiakan di akhirat nanti.

Begitu pun sebaliknya, mereka yang hidup sengsara dalam ketidaktaatan kepada Allah, mereka akan memperoleh siksa yang jauh lebih menyengsarakan dari kesengsaraan yang telah mereka derita di dunia.

Akhirat adalah masa depan, setiap orang pasti mengingin¬kan masa depan yang lebih baik dan lebih membahagiakan dari masa sekarang. Hanya orang-orang yang melakukan amal perbuatan yang bermanfaat bagi dunia dan akhiratnya (bermujahadah) saja yang dapat memperoleh kemajuan di masa depan, baik dunia maupun akhirat.

Adapun orang-orang yang merasakan kebahagiaan di dunia, tetapi di akhirat mereka hidup sengsara dan tersiksa. Mereka adalah orang-orang yang mengalami kemunduran dan ke-rugian. Kebahagiaan yang mereka raih di dunia hanya fata-morgana, karena tidak membawa kebahagiaan bagi mereka di akhirat. Kebahagiaan dunia yang sejati adalah bila ke-bahagiaan itu memberikan manfaat kebahagiaan yang lebih baik di akhirat nanti.

Modal yang diperlukan untuk memulai suatu kemajuan adalah kemauan, keberanian dan pengetahuan. Sedangkan kekuatan untuk mempertahankannya adalah kejujuran, komitmen, inovasi dan kesabaran.

Tantangan dan kesulitan bukan untuk ditakuti atau di-hindari, tapi harus dihadapi. Tantangan terkadang merupa-kan sesuatu yang bisa dinikmati, sehingga ada sebagian orang yang berpikiran maju menciptakan tantangan untuk dirinya sendiri. Tantangan itu membuat mereka menjadi pribadi yang kreatif dan inovatif, karena tantangan merupa-kan stimulus yang memancing kreativitas berpikir dan ke-mampuan menemukan solusi.
Share:

Popular Posts

Label

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.