Motivasi dari Al Qur'an

  • Bertobatlah

    Dosa dan maksiat tidak hanya akan menghalangi seseorang dari rahmat dan ridha Allah, tetapi juga akan meng-halanginya dari mencapai tujuan dan cita-cita yang diinginkannya.

  • Ambil Resiko Itu

    Setiap perbuatan, baik atau buruk pasti memiliki risiko. Seseorang tidak akan menanggung risiko atas perbuatan yang dilakukan oleh orang lain. Jika dia berusaha dan bekerja keras untuk kebaikan dan keselamatan dirinya, dia akan menerima risiko atas apa yang dikerjakannya.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Mata Air 5: Jangan Remehkan Kebaikan Kecil


"Sesungguhnya Allah tidak menzalimi sesorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebaikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar."(An-Nisaa' [4]:40)

Buku ini terbentuk dari ribuan kalimat. Setiap kalimat terbentuk dari beberapa kata, dan setiap kata terbentuk dari kumpulan huruf-huruf sehingga membentuk makna. Segala sesuatu yang kita anggap benda besar adalah susunan dari puluhan, ratusan, jutaan, miliaran, atau triliunan benda-benda kecil.

Dalam hal ibadah, terdapat banyak amalan-amalan kecil dan ringan serta mudah dikerjakan, tetapi ia memiliki pahala yang sangat besar di sisi Allah swt., seperti membaca surah al-Ikhlash yang merupakan salah satu surah terpendek di dalam Al-Qur'an. Waktu yang dibutuhkan untuk sekali baca-nya tidak lebih dari sepuluh detik. Akan tetapi, Rasulullah saw. mengatakan bahwa pahala sekali membaca surah al-Ikhlash sama dengan membaca sepertiga Al-Qur'an.

Contoh lain adalah, mengucap salam "Assalaamu 'alaikum warahmatullaah wabarakaatuh." Jika kita ingin melakukan sebanyak tiga puluh kebaikan, tentu hal itu akan meng-habiskan cukup banyak waktu kita. Akan tetapi, hanya dengan mengucapkan salam itu secara sempurna kepada sesama muslim, Anda telah memperoleh pahala yang sebanding dengan pahala tiga puluh kebaikan.

Masih banyak lagi jenis kebaikan kecil yang mengandung manfaat dan pahala yang sangat besar bagi orang yang me-lakukannya, dan Allah tidak akan pernah menzalimi seorang hamba yang melakukan kebaikan meski sekecil biji sawi sekalipun.



Balasan dari setiap kebaikan yang dilakukan ada yang disegerakan di dunia dan ada yang ditangguhkan. Semua berlaku atas kehendak Allah swt.

Banyak sahabat yang memperoleh balasan kebaikan mereka di dunia dan di akhirat. Contohnya adalah Abdurrahman bin 'Auf. Setelah dia hijrah bersama Rasulullah saw. ke Madinah, dia tidak memiliki dan tidak membawa apa-apa sebagai bekal hidup. Akan tetapi, keimanan yang mendalam kepada Allah dan kecintaan yang tiada tara kepada Rasulullah saw. telah menganugerahinya kecerdasan finansial yang belum ada tandingannya, sehingga dia menjadi konglomerat yang paling banyak bersedekah dan berjihad di jalan Allah. Hal yang lebih mengagumkan lagi adalah dia menjadi salah seorang sahabat yang dijamin masuk surga oleh Allah swt.

Allah berkehendak membalas kebaikan setiap hamba-Nya yang melakukan kebaikan, besar maupun kecil, dengan ganjaran pahala di sisi-Nya dan kebahagiaan di dunia.

Ada sebuah kisah yang sangat menggugah saya ketika menyusun bab ini. Yaitu kisah dari pengalaman saya ketika mengurus izin pendirian Koperasi Pondok Pesantren (Koppontren) al-Jauhar di Bengkalis, Riau.

Ketika akan pulang, saya memesan tiket kapal lebih awal agar memperoleh tempat duduk dan bisa beristirahat dengan cukup dalam pelayaran ke Dumai. Saya memperlihatkan tiket kepada petugas saat memasuki kapal, kemudian dia meng-antarkan saya ke nomor kursi yang tertera pada tiket itu. Akan tetapi, kursi dengan nomor yang dimaksud telah di-tempati oleh seorang nenek tua. Petugas pun meminta tiketnya, ternyata nenek itu belum mempunyai tiket.

Saya mengamati keadaan di sekeliling, tapi tidak ada lagi kursi kosong. Semuanya sudah ditempati. Perasaan iba ter-hadap nenek itu muncul dalam hati sehingga saya biarkan dia menempati tempat duduk saya. Saya memilih untuk berdiri di antara barisan kursi penumpang lain, padahal per¬jalanan dari Bengkalis ke Dumai cukup lama dan melelahkan. Tidak berapa lama saya berdiri, petugas yang tadi mengantar-kan saya datang dan memberi tahu nenek itu bahwa di salah satu sudut kapal itu masih ada satu kursi yang kosong. Dia kemudian mempersilakan saya menempati kursi itu.

Di sebelah kanan saya, duduk seorang bapak yang me-makai baju putih dan berkopiah. Dia menyapa saya dan ber-tanya, "Mau ke Dumai ya?" Saya mengiyakannya. Dia menanya-kan nama, alamat, dan keperluan saya pergi ke Bengkalis. Dia juga menanyakan status pernikahan saya. Saya men-jawab semua pertanyaannya secara jujur. Tidak lama ke¬mudian kami menjadi akrab dan saling bertukar cerita.

Dia bercerita, "Waktu aku seusia kamu, aku sudah ingin menikah, dan aku sudah menemukan gadis yang menarik hatiku. Tetapi, aku belum tahu banyak tentang keluarga-nya, dan tidak ada satu pun keluarganya yang kukenal."

Dia berhenti sejenak sambil menghela napas panjang. Saya mengamati raut wajahnya yang agak tersenyum. Dia lalu melanjutkan ceritanya, "Ketika aku melihat sikap kamu terhadap nenek tadi, aku jadi ingat kenangan masa laluku."

Saya sangat penasaran mendengar kata-kata itu, saya mendesaknya untuk segera menceritakan kenangannya.

"Suatu hari, aku pergi ke Dumai. Dalam perjalanan pulang, aku mendapatkan tempat duduk di dalam bus yang aku naiki. Ketika sampai di daerah Simpang Bangko,ada seorang nenek yang baru naik. Sementara semua kursi telah terisi.

Akhirnya, nenek itu berdiri dan tidak ada seorang pe-numpang pun yang mengasihi dan mempersilakannya duduk. Aku jadi tidak tega melihatnya. Aku mempersilakan¬nya duduk di kursiku. Dia sangat berterima kasih, lalu menanyakan nama dan daerah asalku, di mana aku turun, dan sebagainya. Dia memberi tahuku bahwa dia akan turun di daerah Bangko Sempurna.

Dalam pikiranku, aku berharap semoga ada penumpang yang turun sebelum daerah itu, sehingga aku bisa men-dapatkan tempat duduk. Akan tetapi, justru lebih banyak penumpang yang naik daripada yang turun.

Setelah dua jam perjalanan, akhirnya nenek itu sampai ke tempat tujuannya di daerah Bangko Sempurna. Sementara aku sudah kelelahan karena berdiri selama dua jam di dalam bus yang penuh sesak itu. Nenek itu menyentuh pundakku sambil mengucapkan terima kasih dan mendoakan semoga aku selamat.

Aku pun duduk kembali dan melupakan sama sekali peristiwa itu. Aku menganggapnya seolah tidak pernah terjadi. Aku sama sekali tidak ingat lagi dengan kejadian itu.

Sekitar empat bulan kemudian, aku dan calon istriku telah sepakat untuk menikah. Dia ingin agar aku bertandang ke rumahnya. Dia ingin memperkenalkanku dengan ke-luarganya. Dia menceritakan kepadaku bahwa di antara ke-luarganya yang tidak menyetujui hubunganku dengan dia adalah ayahnya. Mendengar itu, aku jadi kurang yakin, sehingga pada awalnya aku ingin 'mundur' saja, tetapi dia mendesak agar aku menghadap ayahnya langsung dan ber-terus terang kepadanya.

Dengan modal 'Bismillah' dan shalat sunnah dua rakaat, aku datang ke rumahnya membawa perasaanku yang tidak menentu.

Ibunya menyambutku ramah, tetapi tidak dengan ayah¬nya. Meski demikian, aku berusaha tersenyum ramah dan mencium tangan keduanya. Aku mengamati wajah ayahnya yang acuh terhadap ungkapanku yang jujur ingin menikahi putrinya. Dia bersikeras dengan alasan yang dibuat-buat. Aku sampai mengulang berkali-kali mengutarakan keinginan-ku, tetapi tetap tidak mampu mengubah pendiriannya. Aku pasrah dan sedikit merasa berputus asa.

Di antara kebisuanku di depan keluarganya, tiba-tiba muncul seorang nenek. Aku merasa seolah pernah bertemu nenek itu. Aku berpikir dan mencoba mengingat-ingat. Nenek itu memandangiku tajam. Dia seolah sedang berpikir juga dan aku segera menyalaminya. Dia lalu menatap wajah putra-nya (ayah gadis itu) dan menanyakan pendapatnya tentang aku. Ayah gadis itu mengambil tangan ibunya dan membawa-nya masuk ke sebuah ruangan di dalam rumah. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Pikiranku masih mencoba mengingat di mana aku pernah bertemu dengan nenek itu. Namun, aku tetap tidak mampu mengingatnya.

Setelah cukup lama duduk menunggu. Semua anggota keluarga gadis itu tiba-tiba berhamburan ke dalam ruangan tempat ayah dan nenek gadis itu masuk. Mereka semua seperti dipanggil untuk memusyawarahkan urusanku. Aku duduk seorang diri di ruang tamu, sambil mengharap jawaban yang membahagiakan. Perasaanku tidak menentu. Dalam pikiranku aku mempersiapkan diri untuk diterima atau di-tolak.

Nenek itu kemudian keluar sambil diiringi oleh semua anggota keluarganya, termasuk ayahnya. Dia menatapku dan aku masih berusaha mengingat di mana kami pernah bertemu. Dia lalu bertanya kepadaku, 'Apakah kamu kenal aku?"

Aku menjawab, "Saya tidak kenal/tapi sepertinya saya pernah bertemu nenek sebelum ini. Tetapi, saya tidak ingat di mana?" Jawabku sambil tetap berusaha mengingat tempat kami pernah bertemu.

"Kalau begitu, keinginanmu untuk menjadi salah satu anggota keluarga kami..., diterima!"

Semua anggota keluarga itu pun tersenyum. Suara riuh mendadak memenuhi isi rumah. Beberapa dari mereka sempat bertepuk tangan. Aku melihat calon istriku itu tersipu-sipu sambil memalingkan wajahnya ke dinding rumah dan tersenyum.

Di antara sorak riang dan kegembiraan mereka, aku masih tetap berusaha mengingat di mana aku pernah bertemu nenek itu. Akhirnya, nenek itu pun menceritakan kepadaku di mana dia pernah bertemu denganku."

Bapak itu tersenyum dan mengakhiri ceritanya dengan berucap, "Alhamdulillah, anakku sekarang sudah empat orang."

Kita terkadang sering tidak memperhatikan kebaikan yang nilainya terasa kecil, dan kita tidak peduli terhadap-nya. Seperti dalam kendaraan umum, ketika ada orang-orang yang sudah tua, wanita hamil, orang cacat dan sebagainya, dan mereka tidak memperoleh tempat duduk, sementara kita masih kuat dan sehat. Kita lebih memilih membiarkan mereka berdiri, meski kondisi mereka lemah.

Mendahulukan mereka adalah lebih baik dan merupakan akhlak mulia. Tanpa mengharapkan balasan dan tidak perlu mengharapkan imbalan apa pun dari mereka, karena imbalan dan balasan yang paling baik hanya ada di sisi Allah swt. Hanya kepada-Nyalah kita mengharapkan balasan.

Pahala dan kebahagiaan akhirat tidak hanya dari kebaikan-kebaikan besar. Justru kebaikan kecil terkadang memiliki pahala yang jauh lebih besar dari kebaikan yang' kita kira berpahala besar.

Anda tentu pernah mendengar Rasulullah saw. pernah bercerita kepada para sahabatnya kisah tentang seorang pelacur yang masuk surga hanya karena memberi minum seekor anjing yang hampir mati kehausan. Anda juga tentu mengetahui sabda beliau tentang ganjaran pahala untuk orang yang menyingkirkan duri dari jalan umum. Semua itu merupakan kebaikan kecil di mata manusia dan sangat mudah dikerjakan, tetapi pahalanya sangat besar di sisi Allah swt.

Allah tidak pelit untuk membalas kebaikan kecil yang dilakukan hamba-Nya yang ikhlas. Meski ganjarannya kecil, tidak ada pahala sekecil apa pun di hari Kiamat nanti melainkan ia akan menjadi tempat bergantung harapan setiap hamba untuk mengantarkannya ke surga.

Dalam urusan keduniawian, tidak hanya karakter dan perbuatan baik dalam skala besar saja yang mengantarkan seseorang untuk meraih kebahagiaan. Akan tetapi, kebaikan kecil tidak jarang menjadi titik awal seseorang dalam meng-gapai kebahagiaan dan kesuksesan besar dan luar biasa dalam hidupnya.

Tidak ada seseorang yang terlahir ke dunia langsung sebagai orang dewasa yang memiliki segala sesuatu, tetapi dia mengawali hidup sebagai bayi yang tidak bisa apa-apa, ke-mudian menjadi anak-anak, remaja dan orang dewasa yang hidup bahagia dan sukses. Sama halnya dengan kebaikan, setiap kebaikan besar tentu dimulai dari kebaikan yang paling kecil.

Allah swt. berfirman di dalam Al-Qur'an, "Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik." (ar-Ra'd [13]: 29)

Share:

Mata Air 3: Tetaplah Rendah Hati



"Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik"(Al-Furqaan[25]:63)

Rendah hati adalah lawan dari sifat sombong. Sifat sombong berasal dari sifat iblis. Itulah sifat yang mem-buatnya terusir dari surga dan memperoleh jaminan neraka dari Allah swt. Kesombongan iblis digambarkan oleh Allah dalam Al-Qur'an,

"(Ingatlah), ketika Kami berfirman kepada para malaikat, 'Sujudlah kamu sem.ua kepada Adam,' lalu mereka sujud kecuali iblis. Dia ber-kata, 'Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?'" (al-Israa' [17]: 61) .

Allah menciptakan Iblis dari api, malaikat dari cahaya dan manusia dari tanah. Faktor psikologis yang mendorong iblis bersikap sombong adalah, dia merasa bahwa dirinya lebih baik. Dia menganggap bahwa unsur api lebih mulia dari tanah, sehingga dia menganggap dirinya lebih baik daripada Nabi Adam. Dia merasa gengsi untuk sujud dan tunduk kepada Nabi Adam yang hanya diciptakan dari tanah.

Pengertian dari rendah hati adalah tidak merasa diri lebih baik, tetapi juga tidak merasa rendah diri yang malah akan membuatnya tidak bisa menggali potensi dan kemampuan dirinya. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan menjadikannya unggul di bidang tertentu, meski-pun di bidang yang lain dia tidak unggul.

Imam Syafi'i mengatakan dalam sebuah syairnya,
"Rendah hatilah! Engkau menjadi seperti bintang,
dia berada tinggi di langit.Tetapi di permukaan air, dia tampak rendah"

Allah swt. memberikan seribu satu macam kemampuan dan potensi dalam diri manusia. Dia juga menciptakan sarana dan fasilitas di alam ini sebagai rangsangan (stimulus), agar potensi dan kemampuan-kemampuan itu tidak tersembunyi dan dapat diolah dan diaktualisasikan.

Semua manusia diberikan akal yang sama, mata yang sama, telinga yang sama, dan hidung yang sama. Semua alat inderawinya sama, bahkan mereka hidup di bumi yang sama. Meskipun semua modal yang Allah berikan itu sama, tetapi beberapa aspek kehidupan mereka berbeda. Mengapa demikian? Perbedaannya terletak pada besar-kecilnya usaha (mujahadah) yang mereka lakukan dan tingkat efektivitas usaha itu.

"Usaha", mungkin Anda akan mengasosiasikannya dengan profesi atau pekerjaan. Meskipun asosiasi Anda itu tidak salah, tetapi tidak sepenuhnya benar. Sebab pengertian usaha adalah penggunaan seluruh fasilitas inderawi yang diberikan oleh Allah untuk pencapaian tujuan dan keutamaan (fadhaa'il). Untuk usaha yang efektif, diperlukan strategi yang tepat yang dirancang oleh akal. Akal merancang langkah-langkah yang mampu dan bisa dilaksanakan oleh organ-organ tubuh.

Itulah yang menghasilkan perbedaan di antara manusia. Mulai dari usaha orang tua untuk mendidik dan melatih anak-anaknya, hingga usaha seorang remaja dalam mengem-bangkan kemampuan pribadinya.

Sebagai ilustrasi, saya akan menguraikan kepada Anda perbandingan antara dua orang yang memiliki kemampuan yang sama, namun hasil yang mereka peroleh serta pengaruh mereka di masyarakat berbeda.

Zaid dan Amru, keduanya sama-sama memiliki keahlian dan kemampuan khusus. Zaid dengan cepat bisa mencapai tingkat kehidupan yang makmur dan sejahtera, harta benda dan kekayaannya berlimpah. Sementara Amru, meski me­miliki kemampuan dan keahlian yang sama, tetapi dia tetap hidup dalam kesederhanaan, bahkan serba kekurangan.

Dari sisi materi, Zaid hidup dalam kondisi serba ber-kecukupan, keluarganya tenang dan tenteram. Hubungan-nya dengan tetangga biasa saja, tidak ada kesan istimewa bagi para tetangganya tentang dia. Sementara Amru, meski dia hidup sederhana, keluarganya juga sederhana dan me-nerima keadaan mereka apa adanya, namun para tetangga menghormatinya. Itu karena kepribadiannya yang berwi-bawa dan kepeduliannya terhadap masalah-masalah yang timbul di lingkungannya. Dia menjadi tempat untuk mene-mukan solusi atas berbagai permasalahan para tetangganya.

Antara Zaid dan Amru, masing-masing memiliki ke-lebihan yang bisa dimanfaatkan untuk mencapai ridha Allah swt., juga mempunyai kelemahan yang membuka peluang bagi iblis untuk mencelakainya. Kelebihan Zaid adalah, dia memiliki harta yang banyak, sehingga dia bisa melaksana-kan ibadah haji sebanyak yang dia mau, berzakat dan me-nyantuni banyak orang miskin dan dhuafa', membangun masjid sebagai amal jariyah yang pahalanya tidak pernah terputus, serta banyak lagi ibadah finansial (ibadah maaliyah) lain yang bisa dia lakukan.



Alangkah beruntungnya orang kaya yang bisa memanfaat-kan kekayaannya untuk memenuhi perintah-perintah Allah. Kekayaan adalah anugerah penting yang Allah berikan. Pemiliknya memiliki peluang sangat besar untuk meng-gapai ridha Allah swt. Tidak seperti keadaan tujuh orang dari bani Auf yang datang kepada Rasulullah saw. Mereka sangat ingin untuk ikut berjihad bersama Rasulullah saw. pada Perang Uhud. Akan tetapi, karena kemiskinan mereka dan Rasulullah juga tidak mempunyai apa-apa untuk mem-bantu, Mereka akhirnya tidak bisa mewujudkan keinginan mulia itu dan pulang kembali dengan kesedihan yang ber-tumpuk dan air mata bercucuran. Allah mengabadikan kisah mereka dalam firman-Nya,

"Tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepada-mu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata, 'Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu,' lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan." (at-Taubah [9]: 92)

Seandainya mereka memiliki kendaraan dan kemampuan untuk membeli kuda tunggangan untuk berjihad, mereka pasti tidak akan sesedih itu. Seandainya mereka memiliki kelebihan rezeki, mereka pasti menjadi kekuatan pasukan yang berdiri di barisan paling depan pasukan kaum muslimin. Itu adalah model kekayaan yang menjadi penopang kekuatan iman.

Di samping itu, kekayaan juga bisa menjadi celah kele-mahan yang dimanfaatkan oleh iblis untuk mencelakai pe-miliknya. Kekayaan membuatnya sombong dan tinggi hati, sehingga dia lalai dari menjalankan perintah-perintah Allah swt. Itu adalah jenis kekayaan yang membawa petaka. Contoh-nya adalah Qarun.

"Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepada-nya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, 'janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orangyang terlalu membanggakan diri.'" (al-Qashash [28]: 76)

"Qarun berkata, 'Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.' Apakah dia tidak mengetahui bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka." (al-Qashash [28]: 78)

Simaklah ayat itu, perkataan Qarun "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu'yang ada padaku." Bandingkan ungkapan itu dengan perkataan iblis ketika me-nolak untuk tunduk kepada Nabi Adam a.s., "Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?" Kedua kalimat itu berasal dari karakter yang sama, yaitu tinggi hati.

Qarun merasa bahwa ilmunya adalah faktor terpenting yang membuatnya menjadi kaya. Dia tidak mengakui bahwa ilmu itu berasal dari Allah dan hartanya juga berasal dari Allah. Sementara iblis menganggap bahwa dirinya lebih mulia sehingga tidak mengakui keunggulan dan kelebihan Nabi Adam a.s. atas dirinya.

Sama seperti kesombongan iblis, jika kesombongan Qarun hanya dimilikinya sendiri, mungkin yang akan celaka hanya dia seorang. Akan tetapi, banyak orang lain yang menjadi kufur nikmat karena tingkah lakunya. Allah menjelaskan itu dalam firman-Nya,

"Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia, 'Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya dia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.'" (al-Qashash [28]: 79)

Kesombongan yang ada dalam diri Qarun menularkan virus iri hati dan kufur nikmat kepada orang-orang yang melihatnya, kecuali orang-orang cerdas yang beriman. Mereka tidak bisa dijangkiti virus yang ditimbulkan oleh sifat sombong Qarun.

"Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu, 'Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Pahala itu tidak akan dimiliki, kecuali oleh orang-orang yang sabar.'" (al-Qashash [28]: 80)

Meski hidupnya bergelimang harta dan kekayaan, dia tidak akan membawa pergi harta itu ke akhirat. Akhir kehidupan orang yang sombong selalu tidak baik. Kehidupan mereka akan berakhir dengan kehancuran dan kematian yang tragis. Begitulah nasib Qarun,

"Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Tidak ada suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya) Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu berkata, Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempit-kannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah).'" (al-Qashash [28] : 81-82)

Allah mendidik manusia, meski tidak secara langsung. Dia sengaja memberi manusia akal dengan kemampuan berpikir dan hati dengan perasaan (emosi) untuk menimbang antara yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah. Kisah Qarun adalah pelajaran bagi manusia agar mereka rendah hati dengan kekayaan yang telah Allah anugerahkan.

Kekayaan bukan satu-satunya fasilitas hidup yang bisa membuat manusia menjadi sombong. Jabatan dan kekuasa-an juga bisa membuatnya sombong, seperti kesombongan Fir'aun dengan kekuasaannya hingga ia mengaku diri sebagai tuhan. Allah swt. berfirman,

"(Juga) Qarun, Fir'aun dan Haman. Sesungguhnya telah datang kepada mereka Musa dengan (membawa bukti-bukti) keterangan-keterangan yang nyata. Akan tetapi, mereka berlaku sombong di (muka) bumi, dan tiadalah mereka orang-orang yang luput (dari kehancuran itu)." (al-'Ankabuut [29]: 39)

Orang miskin yang rendah hati, itu hal yang biasa, tetapi hartawan dan pejabat yang rendah hati, itu luar biasa. Keadaan itu menandakan ketundukan dan ketaatan kepada Allah swt. Rendah hati tidak berarti lemah dan rendah. Justru rendah hati adalah kualitas jiwa yang menyimpan kekuatan besar, karena dia hanya tunduk kepada yang Mahakuasa dan Mahaperkasa, yaitu Allah swt.

Berbeda dengan rendah diri yang merupakan kelemahan, kerendahhatian justru mengungkapkan kekuatan. Hanya orang yang kuat jiwanya yang bisa bersikap rendah hati. Ia seperti padi yang semakin berisi semakin menunduk. Orang yang rendah hati bisa mengakui dan menghargai keunggulan orang lain. Ia bisa membuat orang yang lebih tinggi derajat-nya merasa dihargai dan membuat orang yang lebih rendah derajatnya tidak merasa minder.
Share:

Mata Air 4 : Cobalah Anda Akan Mengetahui !


"Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) di negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (Al-Qashash[28]:77)

Hidup seseorang yang paling bahagia di dunia, pastilah belum seberapa dibandingkan kebahagiaan yang Allah sediakan bagi orang-orang beriman di akhirat nanti. Sekaya-kayanya orang terkaya di dunia saat ini, belum seberapa di­bandingkan kekayaan sahabat Rasulullah saw., Abdurrahman bin Auf, karena dia memiliki kekayaan dunia yang me-limpah sehingga dia bisa "membeli" satu tiket ke surga dengan sifat kedermawanan dan keikhlasannya berjihad dengan harta dan jiwanya. Secantik-cantiknya wanita tercantik di dunia, hanya setitik dari kecantikan bidadari-bidadari surga.

Apa pun bayangan yang tebersit dalam benak Anda ketika membaca ilustrasi di atas, belum apa-apa jika dibandingkan dengan hakikat akhirat yang sebenarnya. Itulah kebaha­giaan sejati dan yang seharusnya menjadi prioritas utama bagi setiap orang. Akhirat adalah segalanya. Ia merupakan tujuan utama yang harus didahulukan daripada semua ke-perluan dan kebutuhan duniawi.

Cobalah Anda cermati lebih teliti tentang ayat di atas, "Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat..." Betapa indah Allah menggam-barkan kebahagiaan akhirat itu, seolah-olah dia adalah se-suatu yang pasti bisa dimiliki oleh setiap orang. Meski hakikat kebahagiaan yang sebenarnya tidak terjangkau oleh imajinasi manusia, Allah tetap memerintahkan untuk dijadikan prioritas. Dia juga mengingatkan bahwa kita memiliki jatah kebahagia­an duniawi yang tidak boleh dilupakan, "...dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi."

Di dalam teks Arabnya, ayat tersebut terdiri dari empat kalimat. Setiap kalimat didahului dengan huruf "waw." Fungsi huruf "Waw" dalam tata bahasa Arab (Nahwu) biasanya sebagai penghubung antar kalimat, sehingga biasa diistilahkan dengan wawul 'athf (waw penghubung) yang menandakan bahwa kalimat-kalimat itu memiliki hubungan satu sama lain.

Dengan demikian, pengertiannya adalah kebahagiaan akhirat dapat diraih dengan tidak melupakan jatah nikmat kebahagiaan duniawi. Kebahagiaan duniawi tidak dapat diraih, kecuali dengan bersikap baik, bertutur kata yang lembut dan santun terhadap sesama manusia, serta menjauh-kan diri dari perbuatan yang dapat membawa kerusakan bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

Karena itu, kesuksesan sebenarnya telah ditakdirkan untuk setiap orang, tetapi kebanyakan orang hanya menunggu takdir itu, padahal ia tidak akan datang sendiri. Takdir itu harus dijemput dan dicari. Itulah salah satu hikmah mengapa Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, karena kesempurnaan itu diperlukan guna men-cari dan menjemput takdir kesuksesan dan kebahagiaan yang Allah tetapkan untuk mereka. Sangat tidak wajar bila makhluk yang diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna justru tenggelam dalam kesengsaraan, sedih, frustrasi dan kecewa.

Orang yang tidak bisa menjalani hidup dalam kebahagia­an dan kesuksesan adalah mereka yang tidak bisa meman-faatkan kesempurnaan dirinya. Allah menganugerahi setiap orang kemampuan dan kelebihan yang berbeda dari yang lain. Ketika seseorang mengetahui anugerah terbesar itu, maka dia telah menemukan modal terbesar yang dia perlukan untuk meraih sukses dan kebahagiaan hidup.

Sebuah pepatah Arab mengatakan,

"Engkau mengharapkan kesuksesan

Tetapi engkau tidak menempuh jalan kesuksesan

Sungguh, kapal laut tidak akan berlayar di daratan"



Ada dua hal yang harus Anda percayai untuk memulai perjalanan menuju kesuksesan. Pertama, percayalah bahwa Allah menganugerahkan sesuatu yang berbeda dalam diri Anda yang tidak Dia berikan kepada orang lain, hanya diberikan kepada Anda seorang. Kedua, percayalah bahwa apa pun kemampuan yang Anda miliki dari keterampilan, hobi, kecerdasan, kemampuan berkomunikasi, dan sebagainya, salah satu dari semua itu adalah jalan Anda untuk meraih ke-suksesan dan kebahagiaan hidup.

Banyak orang yang memiliki gagasan hebat tetapi takut untuk mencoba dan memulai mengambil tindakan untuk mewujudkan gagasannya menjadi suatu karya nyata. Pikirannya tertutupi oleh beratnya usaha mewujudkan gagasan itu, lamanya jangka waktu yang diperlukan, beratnya risiko yang akan ditanggung bila ia gagal di tengah jalan, rumitnya prosedur dan setumpuk hal-hal negatif menutupi pandangannya dan membuntukan pikirannya. Padahal, segala sesuatu akan terasa berat dan rumit bila hanya sebatas dipikirkan. Ketika isi pikiran itu diterapkan dan dikerjakan untuk men­jadi sebuah karya nyata, ia justru menjadi sesuatu yang mudah dan ringan.

Lihatlah contoh bagaimana seorang arsitektur menggambar rancangan bangunan sebuah gedung pencakar langit. Dia harus merancang bentuk bangunannya agar kokoh dan memiliki nilai seni tinggi, daya tahan terhadap gempa, menghitung kedalaman fondasi, menentukan tebal tembok, jenis semen dan besi yang akan dipakai, dan lain sebagainya. Tahap penyusunan konsep suatu bangunan jauh lebih sulit dan lebih rumit daripada tahap pembangunannya. Akan tetapi, bila si arsitektur hanya terus memikirkan masalah konsep arsitekturnya, maka bangunan yang direncanakan itu pun tidak akan pernah berdiri.

Seseorang yang pikirannya dipenuhi banyak gagasan dan rencana cerdas tetapi tidak pernah mencoba merealisasi-kannya menjadi sebuah karya nyata, maka dia adalah orang yang tidak berguna.

Bila Anda pergi ke toko-toko komputer atau melihat iklan komputer di koran-koran, Anda akan.temukan tulisan "Dell". Itu adalah salah satu merek komputer terkenal di dunia. Pemilik merek ini adalah Michael Dell. Pada usia 12 tahun, dia memiliki hobi filateli. Dia melihat para penjual prangko memiliki banyak uang dari hasil penjualan prangko mereka. Dia pun membuat katalog yang berisi koleksi prangko milik-nya kemudian menjualnya melalui kantor-kantor pos. Dari sana dia mendapat keuntungan US$ 2.000. Waktu itu usianya baru 12 tahun.

Pada usia 15 tahun, dia meminta kepada orang tuanya untuk memberinya komputer sebagai hadiah ulang tahun. Setelah mendapatkan komputer, dia pun membongkarnya menjadi komponen-komponen kecil untuk dipelajari cara kerjanya. Setelah besar, dia pun mendirikan salah satu per-usahaan pembuat komponen komputer terbesar.

Kesuksesan Dell mendirikan sebuah perusahaan pembuat komponen komputer berbeda dengan Henry Ford yang sukses mendirikan perusahaan otomotif "Ford". Juga ber­beda dengan kesuksesan Conrad Nicholson Hilton di bisnis perhotelan. Berbeda pula dengan kesuksesan Aa Gym mem-bangun kolaborasi cantik antara dakwah dengan bisnis.

Setiap orang memiliki kemampuan dan takdir untuk sukses di bidangnya masing-masing. Allah menyediakan bagi setiap orang jalannya masing-masing menuju sukses. Dia tidak pilih kasih dalam membagi-bagikan nikmat kesuksesan. Dia menganugerahkan kesuksesan bagi setiap orang yang mau mencoba dan berusaha, baik dia beriman maupun kafir.

"Barangsiapa yang melakukan perbuatan baik maka (hasilnya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang berbuat jahat maka (hasilnya juga) atas dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu meng-aniaya hamba-hamba (Nya)." (Fushshilat [41]: 46)

Jika orang-orang yang tidak menyembah Allah diberi nikmat kesuksesan dan kekayaan, tentu Allah akan lebih berbahagia untuk memberikan nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan bersyukur.

Dalam hal rezeki dan kekayaan, Allah tidak pilih kasih. Dia memberikannya kepada mereka yang mau berusaha dan berani mencoba. Seseorang hanya perlu mengembang­kan tiga kemampuan pokok di dalam dirinya sebagai modal utama mencari rezeki: pertama, keyakinan pada janji dan jaminan Allah bahwa rezeki telah "disediakan", maka dia harus "menjemputnya" sendiri. Kedua, kegigihan untuk men-jaga dan mengikhlaskan niat dan ikhtiar. Ketiga, menjadi orang yang tepercaya (cakap).

Ketiga hal itu diperlukan untuk membangun keberanian diri dalam proses membangun kesuksesan, karena kesukses-an ibarat ukiran yang Anda buat di atas "batu" kehidupan. Anda harus mencoba mengukirnya dengan "pahat" kesabar-an dan "palu" ketekunan. Sekali Anda memukulnya, akan terbentuk satu goresan kecil di permukaan batu itu. Anda harus memukulnya ribuan bahkan jutaan kali sehingga ukiran kesuksesan itu bisa selesai dengan sempurna dan indah.

Pilihlah "batu" kehidupan yang keras dan lebih besar tantangannya agar ukiran kesuksesan yang Anda buat bisa tahan lama serta dapat dilihat dan dinikmati oleh generasi-generasi sesudah Anda. Hadapilah setiap tantangan dan ber-pikir positiflah, temukan solusi. Jangan melipatgandakan satu kesulitan menjadi seribu keputusasaan, satu musibah menjadi seribu penderitaan, satu kegagalan menjadi seribu penyesalan. Berkreasilah dan jangan pernah takut untuk men­coba sesuatu yang baru. Selama Anda beriman dan yakin dengan janji Allah, Anda akan temukan bahwa Allah menepati janji-Nya.

Sebagai penutup bab ini, akan saya uraikan perumpama-an dan pelajaran dari dialog antara seorang pembuat jam dengan jam yang sedang dibuatnya. Pembuat jam itu ber-kata, "Hai jam, apakah kamu sanggup untuk berdetak paling tidak 31.536.000 (Tiga puluh satu juta lima ratus tiga puluh enam ribu) kali selama setahun?," "Ha?" kata jam terperanjat, "Mana sanggup saya berdetak sebanyak itu?"

"Bagaimana kalau 86.400 (Delapan puluh enam ribu empat ratus) kali dalam sehari?"

"Delapan puluh enam ribu empat ratus kali? Dengan jarum yang kecil-kecil begird?" jam itu bertutur penuh keraguan.

"Bagaimana kalau 3.600 (tiga ribu enam ratus) kali dalam satu jam?"

"Dalam satu jam aku harus berdetak tiga ribu enam ratus kali? Itu jumlah yang besar dan berat bagiku" jam itu masih ragu-ragu dengan kemampuan dirinya.

Tukang jam itu dengan penuh kesabaran berbicara kepada si jam, "Kalau begitu, sanggupkah kamu berdetak satu kali setiap detik?"

"Naaaa, kalau begitu, aku sanggup!" kata jam penuh antusias.

Maka, setelah selesai dibuat, jam itu pun berdetak satu kali setiap detik. Tanpa terasa, detik demi detik terus berlalu dan jam itu sungguh luar biasa, karena ternyata selama satu tahun penuh dia telah berdetak tanpa henti. Itu berarti dia telah berdetak sebanyak 31.536.000 (tiga puluh satu juta lima ratus tiga puluh enam ribu) kali.

Ada kalanya kita ragu-ragu dengan segala tugas dan pekerjaan yang pada awalnya terasa begitu berat. Namun sebenarnya, kalau kita sudah menjalankannya, ternyata kita mampu. Bahkan yang semula kita anggap tidak bisa kita lakukan sekalipun. Jangan berkata "tidak" sebelum Anda pernah mencobanya.

Banyak gagasan dan pekerjaan besar yang akan terasa berat bila dimulai dari yang berat dan besar. Maka cobalah untuk memulainya dari hal-hal kecil dan ringan. Kesuksesan besar ibarat sebuah gurun pasir yang besar dan luas. Ia tidak lain hanyalah kumpulan dari setitik pasir kecil dalam jumlah yang sangat banyak.

Jika Anda telah sukses pada satu bidang, maka pertahan-kan kesuksesan di bidang itu. Cara terbaik untuk memper-tahankannya adalah dengan membangun sistem dan me­kanisme kerja yang bisa membuat orang lain memiliki komitmen terhadap kesuksesan Anda dan bisa memberi manfaat bagi mereka.

Ada orang yang hanya merasa puas dengan mengukir kesuksesan hidup dari tumpukan uang dan emas, yang lain dengan popularitas, jabatan, dan ilmu pengetahuan. Tetapi, ukiran sejati sebuah kesuksesan adalah manfaat besar yang bisa dinikmati orang lain dari apa yang telah Anda lakukan. Setelah itu, cobalah sesuatu yang baru yang lebih besar nilai dan tantangannya dari yang pernah Anda coba.

Cobalah! Anda akan mengetahui bahwa Anda adalah pribadi yang tangguh. Yakinlah bahwa Allah telah menakdir-kan untuk Anda kesuksesan di bidang pekerjaan yang Anda geluti.
Share:

Mata Air 2 : Jadilah "Orang Besar"


" (Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, 'Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku." (Yusuf[12]:4)

Ayat diatas bercerita tentang mimpi Nabi Yusuf as. Dia memberitahukan ayahnya akan mimpi itu. Mimpi yang membawa pesan kepadanya bahwa kelak dia akan menjadi "orang besar".

Kisah kehidupan Nabi Yusuf mengandung pelajaran yang sangat bermakna betapa rumit dan terjalnya jalan yang harus dilalui oleh seseorang yang kelak akan menjadi pembesar di negeri Mesir, sekaligus sebagai nabi yang membawa risalah kebenaran dari Allah swt. Pada usia yang masih belia, dia menerima cobaan hidup yang sangat berat akibat rasa iri dengki saudara-saudaranya. Dia dibuang ke sumur, kemudian diambil oleh sekelompok kafilah dagang dan dijual sebagai budak. Dengan wajah yang tampan dan postur tubuh menawan, sehingga para wanita Mesir menjulukinya "malaikat" dari langit, dia pun di fitnah berselingkuh dengan istri raja. Dijebloskan kedalam penjara selama bertahun-tahun. Tetapi beliau tetap sabar dan yakin bahwa Allah selalu menyediakan hal yang baik disetiap ujian yang diberikanNya. Kesabaran itu berbuah manis, kemampuannya menafsirkan mimpi menjadi salah satu potensi diri yang mengantarkannya menjadi "orang besar" di negeri Mesir.

Siapakah Orang Besar itu?

Semua orang pasti ingin menjadi orang besar. Tetapi bila mereka ditanya, apakah arti orang besar itu? Jawabannya sudah pasti akan banyak sesuai jumlah orang yang ditanya.

Apakah seorang guru ngaji di surau kecil, di desa terpencil dan dengan gaji pas-pasan; ataukah seorang perantau yang pergi mencari pekerjaan ke kota besar dan pulang pada hari Lebaran dengan membagikan oleh-oleh untuk sanak saudara dan keluarga; ataukah seorang pengusaha yang sibuk melakukan kunjungan ke luar negeri untuk kepentingan bisnis; atau orang yang tidak bisa kemana-mana karena harus menetap di rumah atau kantor untuk menerima kunjungan para mitra bisnisnya?





Untuk menemukan jawabannya, saya ingin menyuguhkan kepada anda sebuah ilustrasi ringan.

Jika anda disuguhi sejenis makanan yang tidak anda sukai, anda tentu tidak ingin memakannya. Akan tetapi, tidak semua orang tidak menyukai jenis makanan itu. Sebagian orang pasti ada yang menyukai dan bisa menikmatinya.

Sama halnya dengan profesi yang anda jalani, tidak ada profesi yang menjamin orang yang menggelutinya akan menjadi orang besar. Sebagaimana profesi sebagai pejabat di suatu instansi tertentu di pemerintahan. Jika anda menganggap pejabat adalah orang besar, maka bagaimana jika dia melakukan tindak pidana korupsi? Masih pantaskah dia dianggap orang besar?

Jika kita menganggap orang kaya sebagai orang besar, maka Qarun juga orang besar, tetapi Allah menghancurkannya dan menjadi simbol orang kaya yang menyombongkan diri. Allah menceritakannya dalam surah Al-Qashash ayat 76-79.

Jika seorang pemimpin negara adalah orang besar, maka Fir'aun juga orang besar, tetapi kesombongan telah mencelakakannya. Dia pun menjadi "tuhan" yang di tenggelamkan oleh Allah di Laut Merah

Kebesaran tidak selamanya menjadi sumber kemuliaan dan kehormatan, terkadang justru menjadi sumber kesengsaraan dan ketersiksaan hidup bila disalahgunakan untuk memenuhi dorongan nafsu rendahan. Dalam kondisi seperti ini, kebesaran menjadi kendaraan setan yang akan mencelakakan pemiliknya kedalam jurang kehancuran seperti yang dialami Fir'aun dan Qarun.

Akan tetapi, ketika kebesaran dijadikan kendaraan untuk mengajak manusia beriman kepada Allah dan meneladani gaya hidup Rasulullah saw. Itulah kebesaran sejati yang membawa keberuntungan di dunia dan diakhirat.

Banyak orang-orang besar yang justru mereka disebut orang besar setelah mereka meninggal dan mewariskan sesuatu yang sangat berharga bagi kemanusiaan. Padahal ketika mereka hidup, pekerjaan dan usaha mereka tidak terlalu mendapatkan perhatian publik. Bahkan sebagian mereka malah menjalani hidup yang tragis sebagai tahanan di penjara. Tetapi setelah meninggal, orang-orang pun mengenal bahwa mereka adalah prang besar yang memberikan sesuatu yang sangat berharga bagi kemaslahatan umat manusia.

Siapa pun tahun bahwa Nabi Muhammad telah menjadi anak yatim sejak usia enam bulan dalam kandungan ibunya. Pada usia dua tahun, dimana seorang anak sangat membutuhkan belaian kasih sayang seorang ibu, beliau menjadi anak yang tidak punya ayah dan ibu, alias yatim piatu. Cobaan berat macam apa itu?

Akan tetapi, rentetan takdir kesulitan hidup dan ujian yang dilalui oleh Rasulullah pada setiap fase pertumbuhannya kini telah kita ketahui semuanya. Ternyata setelah 40 tahun, Allah akan memberinya sebuah misi besar dan mulia yang harus dijalankan, yaitu mengajak manusia untuk beriman kepada Allah dan tidak menyembah berhala. Dunia pun mengakui beliau adalah pemimpin terbesar sepanjang sejarah manusia.

Uraian sederhana diatas memberikan kepada kita gambaran tentang hal-hal yang bisa membuat seseorang menjadi orang besar.

Hasil karya dan pekerjaan yang dia lakukan semasa hidup memberi manfaat terhadap kehidupan manusia dan kemaslahatan mereka. Nilai dan prinsip hidup yang dia yakini kebenarannya akan membentuk kekuatan dalam kepribadiannya, sehingga mamapu mempengaruhi orang lain. Maka orang pun akan menaati perkataan dan meniru tingkah lakunya. Garis keturunan, jenis pekerjaan dan jumlah penghasilan bukanlah patokan untuk mengukur kebesaran sesorang. Dia akan menjadi orang besar jika konsisten dan memiliki komitmen terhadap pekerjaannya, serta bisa menikmati dan mensyukuri hasilnya. Anda tidak menjadi orang besar hanya karena orang lain menghormati dan menghargai anda. Sebab penghargaan dan penghormatan tertinggi adalah keridhaan Allah terhadap segala perbuatan dan amal kebaikan yang anda lakukan. Cobaan hidup, musibah dan kesulitan bukan halangan untuk menjadi orang besar. Banyak orang besar yang berasal dari keluarga kurang mampu, bahkan yaitm piatu. Jika anda berdoa kepada Allah agar Dia menjadikan anda orang besar, dan anda telah berusaha untuk itu. Akan tetapi, Dia malah menguji anda dengan kesulitan hidup dan tantangan yang berat. Maka itulah cara Allah menjadikan anda "orang besar".

Share:

Mata Air 1: Visi Yang Ajaib



" Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah di perbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan" (Al-Hasyr[59]:18)

Visi adalah tujuan jangka panjang, melintasi batas waktu dan ruang. Setiap usaha yang dilakukan oleh manusia harus didasarkan pada visi hidup yang jelas agar usaha dan pekerjaannya tidak sia-sia.

Mengapa visi disebut sesuatu yang ajaib?

Sebab tanpa visi yang jelas maka hidup tidak akan ada artinya, sebaliknya dengan visi yang jelas, seseorang akan bisa "hidup" lebih panjang dari usia hidup yang sebenarnya.

Hidup di dunia ini merupakan nikmat terbesar manusia, dan tidak akan ada kesempatan kedua kalinya setelah mati.Maka sudah seharusnyalah kesempatan itu kita gunakan dengan sebaik-baiknya, agar kita tidak tergolong orang yang merugi nantinya.

Manusia diberi dua pilihan oleh Allah, yaitu jalan kebaikan dan jalan kesesatan. Untuk menentukan dan memastikan pilihan hidupnya, Allah memberi mereka usia hidup sekitar 60-70 tahun. Kehidupan yang hanya sebentar akan menjadi sesuatu yang sia-sia bila dijalani sekedarnya saja tanpa arah dan tujuan yang jelas.

Visi ibarat puncak gunung yang tinggi. Setiap manusia adalah seorang pendaki yang sedang mendaki puncak gunung itu. Seseorang yang hidup dengan visi yang jelas ibarat pendaki yang telah menambatkan tali sebagai tempat bergantung di puncak gunung itu., sehingga langkah pendakiannya jelas dan hanya perlu berpegangan erat pada tali untuk membantu pendakiannya, serta menginjakkan kaki pada sisi gunung yang bisa untuk diinjak. Bila untuk menginjakkan kaki pada satu sisi dia menemui kesulitan, dengan mudah dia bisa mencari sisi yang lain dengan tetap bergelantung di tali itu hingga menemukan jalan lain untuk sampai ke puncak gunung.



Begitulah visi. Ia adalah tujuan yang akan mengarahkan langkah dan, prilaku, pikiran dan keyakinan indidividu sehingga dia bisa mencapai puncak kesuksesannya di dunia dan di akhirat.

Visi dan misi hidup setiap orang berbeda-beda, sehingga langkah yang ditempuh, perilaku, fikiran dan keyakinannya pun berbeda. Keberagaman visi itu menimbulkan keberagaman profesi, pemikiran dan sikap antara satu orang dengan yang lainnya. Allah sudah mementukan misi hidup setiap orang sesuai dengan bakat dan kemampuan yang diperoleh dari interaksinya dengan lingkungan.

Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sebuah misi hidup sangat panjang. sementara waktu dan usia manusia teramat pendek. Maka, visi dan tujuan hidup yang jelas dan diperjuangkan dengan penuh komitmen dan tanggung jawab akan menjadikan kehidupannya dikenal dan dikenang hingga ratusan bahkan ribuan tahun setelah kematiannya.

Visi Hidup Nabi Ibrahim


" Ingatlah hamba-hamba Kami, Ibrahim, Ishaq, dan Ya'kub yang mempunyai karya-karya besar dan ilmu pengetahuan (visi) yang jauh kedepan."(Shaad[38]:45)

Nabi Ibrahim bertempat tingal di Baitul Maqdis selama dua puluh tahun. Karena tidak dikarunia anak dari istri pertamabya Sarah, Sarah menyarankan agar Ibrahim menikahi hamba sahaya perempuannya, Hajar. Namun tatkala Hajar melahirkan anaknya, kecemburuan Sarah menjadi memuncak sehingga ia meminta Ibrahim mengasingkannya. Allah swt. memerintahkannya untuk membawa Hajar dan anaknya Ismail yang masih disusui ke lembah Mekah yang terletak di Baitullah.

"Wahai Ibrahim, hendak pergi kemanakah engkau? Apakah kamu akan meninggalkan kami di lembah gersang, yang tidak ada siapa pun disini?" Hajar mengatakan itu berulang kali, sehingga membuat Ibrahim selalu menoleh kepadanya. Hajar berkata, "Apakah Allah memerintahkanmu untuk melakukan ini?" Ibrahim menjawab, "Ya"

Mendengar jawaban itu, Hajar pun pergi menemui anaknya sementara Ibrahim pergi menuju Baitul Maqdis. Setelah hilang dari pandangan Hajar, dia turun dari untanya. Air matanya berlinang, hatinya terenyuh meninggalkan istri dan anaknya di lembah yang gersang dan tandus itu. Ibrahim menghadapkan wajahnya ke Baitullah dan berdoa,

"Wahai Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Wahai Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan sholat maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur" (Ibrahim[14]:37)

Ibrahim menginginkan keturunannya menjadi orang -orang yang mendirikan shalat dan mensyukuri nikmat Allah. Itulah visi hidup Ibrahim yang terdapat pada doanya itu.

Allah Maha pengasih dan Penyayang terhadap hambanya, adanya sumur Zamzam yang telah sama-sama kita ketahui sejarahnya telah merubah sebuah tempat yang gersang dan tandus menjadi tempat yang ramai dikunjungi, bahkan apa yang telah dilalui Ibrahim dan Hajar dalam kehidupannya selalu di napaktilasi setiap tahunnya dalam penyelenggaraan ibadah haji, seperti ibadah sai, melontar jumrah, sampai dengan ibadah kurban.

Itulah buah dari kekuatan iman dan kejelasan visi hidup, sehingga Allah menjadikan generasi kenabian berikutnya dari keturunannya.

"Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh dan Ibrahim dan kami jadikan kepada keturunan keduanya kenabian dan Al kitab, maka diantara mereka ada yang menerima petunjuk dan banyak diantara mereka yang fasik" (Al-Hadid[57]:26)

Visi Hidup Rasulullah saw

Anda tentu sangat mengetahui akhlak Rasulullah saw. Sejak kecil dia tidak pernah berbohong, selalu menepati janji, penyayang, cerdas dan visioner. Visi hidupnya ingin menjadikan Islam sebagai rahmat untuk seluruh penghuni alam semesta.

Lihatlah bagaimana dalam keadaan terjepit, sebelum pecahnya perang Khandaq, saat pasukannya dikepung oleh 10.000 pasukan koalisi kaum kafir Quraisy Mekah dan beberapa kabilah Yahudi di Madinah yang mengkhianati perjanjian damai dengan umat Islam. Rasulullah saw menggambarkan dengan jelas dan indah, arti sebuah visi dan harapan besarnya.

Beliau mengambil cangkul dan berkata kepada para sahabatnya, Allahu Akbar. Telah diberikan kepadaku kunci-kunci negeri Syam." Beliau kembali memukul dengan cangkul dan berkata, "Allahu Akbar, telah diberikan kepadaku kunci-kunci pintu negeri Persia! Demi Allah sesungguhnya aku melihat istana Madain yang putih." Beliau kemudian memukulkan cangkulnya untuk ketiga kalinya dan berkata, "Allahu akbar, telah diberikan kepadaku kunci-kunci negeri Yaman. Demi Allah, sesungguhnya aku melihat pintu-pintu istana Shan'a dari tempatku saat ini." (HR.Ahmad)

Dalam sabdanya yang lain, Rasulullah saw pernah menggambarkan tentang masa depan Islam, "Agama ini akan sampai pada setiap tempat dimana ada malam dan siang, dan Allah tidak akan membiarkan satu rumahpun kecuali agama ini akan masuk kedalamnya bersama kemuliaan orang yang mulia atau kehinaan orang yang hina. Kemuliaan yang Allah muliakan dengan Islam dan kehinaan yang Allah hinakan dengan kekufuran" (HR.Ahmad)

makna dua hadis tersebut sangat imajinatif, futuristik dan optimistik. Rasulullah menggambarkan secara imajinatif bahwa seluruh penduduk bumi dari pusat perkotaan hingga pelosok kampung, dari puncak gedung-gedung pencakar langit hingga ke gubuk-gubuk reyot, mereka semua masuk Islam dengan perantaraan orang-orang saleh dan mulia.

Dua tahun setelah beliau wafat, yaitu antara tahun 634 hingga 732 Masehi, Islam sudah menyebar ke seluruh negara di Timur tengah hingga Afrika Utara. Pada tahun 870 Masehi, akidah dan budaya Islam sudah dikenal oleh masyarakat yang tinggal di Asia Tengah. Sekitar tahun 1000 sampai 1071 Masehi, Islam telah masuk ke India. tahun 1095 hingga 1099, Islam mulai masuk wilayah Turki dan Eropa.

Jejak Islam di Eropa masih tetap ada. Beberapa wilayah di benua itu masih menyimpan bukti-bukti ekspansi Islam dan mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti di Balkan, Bosnia-Herzegovina, Turki, Albania, Kazakhstan, Azerbaijan, juga beberapa negara disekitar wilayah pegunungan Kaukasus dan beberapa daerah di timur laut negara Bulgaria.

Tahun 1200 hingga 1368, Islam telah mendamaikan dan mempersatukan suku-suku bengis dan sadis yang menempati beberapa wilayah disekitar pegunungan Mongolia. Mereka bersatu dibawah naungan akidah dan budaya Islam. Tahun 1400 Masehi, Islam sudah masuk ke wilayah Malaka, Sulawesi dan Sumatera.

Visi Rasulullah menjadi sebuah kesuksesan yang nyata setelah beliau wafat. Rasulullah hidup 63 tahun, lama beliau berdakwah hanya 23 tahun. Jika Allah menganugerahi anda usia seperti Rasulullah (63 th), berapa lama pun anda berdakwah, anda belum tentu bisa menikmati hasilnya disaat anda hidup. Jika anda konsisten dengan visi dakwah Anda, ratusan bahkan ribuan tahun setelah anda wafat, dengan izin Allah, visi Anda akan menjadi kenyataan. Anda tinggal menikmati pahalanya diakhirat nanti.

Menentukan visi adalah hal yang mudah, tetapi mewujudkannya bukanlah hal yang gampang. Anda perlu energi ekstra, tenaga dan fikiran untuk mewujudkannya. Anda tidak bisa mewujudkan visi hidup hanya dalam satu dua tahun. Anda membutuhkan waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk mewujudkannya. Dengan visi hidup yang jelas, Anda akan menjalani "hidup" selama ratusan bahkan ribuan tahun. Selama masih ada orang-orang yang kuat memegang teguh dan melanjutkan visi itu, selama itulah anda akan "hidup".

Share:

Popular Posts

Label

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.