Motivasi dari Al Qur'an

Mata Air 5: Jangan Remehkan Kebaikan Kecil


"Sesungguhnya Allah tidak menzalimi sesorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebaikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar."(An-Nisaa' [4]:40)

Buku ini terbentuk dari ribuan kalimat. Setiap kalimat terbentuk dari beberapa kata, dan setiap kata terbentuk dari kumpulan huruf-huruf sehingga membentuk makna. Segala sesuatu yang kita anggap benda besar adalah susunan dari puluhan, ratusan, jutaan, miliaran, atau triliunan benda-benda kecil.

Dalam hal ibadah, terdapat banyak amalan-amalan kecil dan ringan serta mudah dikerjakan, tetapi ia memiliki pahala yang sangat besar di sisi Allah swt., seperti membaca surah al-Ikhlash yang merupakan salah satu surah terpendek di dalam Al-Qur'an. Waktu yang dibutuhkan untuk sekali baca-nya tidak lebih dari sepuluh detik. Akan tetapi, Rasulullah saw. mengatakan bahwa pahala sekali membaca surah al-Ikhlash sama dengan membaca sepertiga Al-Qur'an.

Contoh lain adalah, mengucap salam "Assalaamu 'alaikum warahmatullaah wabarakaatuh." Jika kita ingin melakukan sebanyak tiga puluh kebaikan, tentu hal itu akan meng-habiskan cukup banyak waktu kita. Akan tetapi, hanya dengan mengucapkan salam itu secara sempurna kepada sesama muslim, Anda telah memperoleh pahala yang sebanding dengan pahala tiga puluh kebaikan.

Masih banyak lagi jenis kebaikan kecil yang mengandung manfaat dan pahala yang sangat besar bagi orang yang me-lakukannya, dan Allah tidak akan pernah menzalimi seorang hamba yang melakukan kebaikan meski sekecil biji sawi sekalipun.



Balasan dari setiap kebaikan yang dilakukan ada yang disegerakan di dunia dan ada yang ditangguhkan. Semua berlaku atas kehendak Allah swt.

Banyak sahabat yang memperoleh balasan kebaikan mereka di dunia dan di akhirat. Contohnya adalah Abdurrahman bin 'Auf. Setelah dia hijrah bersama Rasulullah saw. ke Madinah, dia tidak memiliki dan tidak membawa apa-apa sebagai bekal hidup. Akan tetapi, keimanan yang mendalam kepada Allah dan kecintaan yang tiada tara kepada Rasulullah saw. telah menganugerahinya kecerdasan finansial yang belum ada tandingannya, sehingga dia menjadi konglomerat yang paling banyak bersedekah dan berjihad di jalan Allah. Hal yang lebih mengagumkan lagi adalah dia menjadi salah seorang sahabat yang dijamin masuk surga oleh Allah swt.

Allah berkehendak membalas kebaikan setiap hamba-Nya yang melakukan kebaikan, besar maupun kecil, dengan ganjaran pahala di sisi-Nya dan kebahagiaan di dunia.

Ada sebuah kisah yang sangat menggugah saya ketika menyusun bab ini. Yaitu kisah dari pengalaman saya ketika mengurus izin pendirian Koperasi Pondok Pesantren (Koppontren) al-Jauhar di Bengkalis, Riau.

Ketika akan pulang, saya memesan tiket kapal lebih awal agar memperoleh tempat duduk dan bisa beristirahat dengan cukup dalam pelayaran ke Dumai. Saya memperlihatkan tiket kepada petugas saat memasuki kapal, kemudian dia meng-antarkan saya ke nomor kursi yang tertera pada tiket itu. Akan tetapi, kursi dengan nomor yang dimaksud telah di-tempati oleh seorang nenek tua. Petugas pun meminta tiketnya, ternyata nenek itu belum mempunyai tiket.

Saya mengamati keadaan di sekeliling, tapi tidak ada lagi kursi kosong. Semuanya sudah ditempati. Perasaan iba ter-hadap nenek itu muncul dalam hati sehingga saya biarkan dia menempati tempat duduk saya. Saya memilih untuk berdiri di antara barisan kursi penumpang lain, padahal per¬jalanan dari Bengkalis ke Dumai cukup lama dan melelahkan. Tidak berapa lama saya berdiri, petugas yang tadi mengantar-kan saya datang dan memberi tahu nenek itu bahwa di salah satu sudut kapal itu masih ada satu kursi yang kosong. Dia kemudian mempersilakan saya menempati kursi itu.

Di sebelah kanan saya, duduk seorang bapak yang me-makai baju putih dan berkopiah. Dia menyapa saya dan ber-tanya, "Mau ke Dumai ya?" Saya mengiyakannya. Dia menanya-kan nama, alamat, dan keperluan saya pergi ke Bengkalis. Dia juga menanyakan status pernikahan saya. Saya men-jawab semua pertanyaannya secara jujur. Tidak lama ke¬mudian kami menjadi akrab dan saling bertukar cerita.

Dia bercerita, "Waktu aku seusia kamu, aku sudah ingin menikah, dan aku sudah menemukan gadis yang menarik hatiku. Tetapi, aku belum tahu banyak tentang keluarga-nya, dan tidak ada satu pun keluarganya yang kukenal."

Dia berhenti sejenak sambil menghela napas panjang. Saya mengamati raut wajahnya yang agak tersenyum. Dia lalu melanjutkan ceritanya, "Ketika aku melihat sikap kamu terhadap nenek tadi, aku jadi ingat kenangan masa laluku."

Saya sangat penasaran mendengar kata-kata itu, saya mendesaknya untuk segera menceritakan kenangannya.

"Suatu hari, aku pergi ke Dumai. Dalam perjalanan pulang, aku mendapatkan tempat duduk di dalam bus yang aku naiki. Ketika sampai di daerah Simpang Bangko,ada seorang nenek yang baru naik. Sementara semua kursi telah terisi.

Akhirnya, nenek itu berdiri dan tidak ada seorang pe-numpang pun yang mengasihi dan mempersilakannya duduk. Aku jadi tidak tega melihatnya. Aku mempersilakan¬nya duduk di kursiku. Dia sangat berterima kasih, lalu menanyakan nama dan daerah asalku, di mana aku turun, dan sebagainya. Dia memberi tahuku bahwa dia akan turun di daerah Bangko Sempurna.

Dalam pikiranku, aku berharap semoga ada penumpang yang turun sebelum daerah itu, sehingga aku bisa men-dapatkan tempat duduk. Akan tetapi, justru lebih banyak penumpang yang naik daripada yang turun.

Setelah dua jam perjalanan, akhirnya nenek itu sampai ke tempat tujuannya di daerah Bangko Sempurna. Sementara aku sudah kelelahan karena berdiri selama dua jam di dalam bus yang penuh sesak itu. Nenek itu menyentuh pundakku sambil mengucapkan terima kasih dan mendoakan semoga aku selamat.

Aku pun duduk kembali dan melupakan sama sekali peristiwa itu. Aku menganggapnya seolah tidak pernah terjadi. Aku sama sekali tidak ingat lagi dengan kejadian itu.

Sekitar empat bulan kemudian, aku dan calon istriku telah sepakat untuk menikah. Dia ingin agar aku bertandang ke rumahnya. Dia ingin memperkenalkanku dengan ke-luarganya. Dia menceritakan kepadaku bahwa di antara ke-luarganya yang tidak menyetujui hubunganku dengan dia adalah ayahnya. Mendengar itu, aku jadi kurang yakin, sehingga pada awalnya aku ingin 'mundur' saja, tetapi dia mendesak agar aku menghadap ayahnya langsung dan ber-terus terang kepadanya.

Dengan modal 'Bismillah' dan shalat sunnah dua rakaat, aku datang ke rumahnya membawa perasaanku yang tidak menentu.

Ibunya menyambutku ramah, tetapi tidak dengan ayah¬nya. Meski demikian, aku berusaha tersenyum ramah dan mencium tangan keduanya. Aku mengamati wajah ayahnya yang acuh terhadap ungkapanku yang jujur ingin menikahi putrinya. Dia bersikeras dengan alasan yang dibuat-buat. Aku sampai mengulang berkali-kali mengutarakan keinginan-ku, tetapi tetap tidak mampu mengubah pendiriannya. Aku pasrah dan sedikit merasa berputus asa.

Di antara kebisuanku di depan keluarganya, tiba-tiba muncul seorang nenek. Aku merasa seolah pernah bertemu nenek itu. Aku berpikir dan mencoba mengingat-ingat. Nenek itu memandangiku tajam. Dia seolah sedang berpikir juga dan aku segera menyalaminya. Dia lalu menatap wajah putra-nya (ayah gadis itu) dan menanyakan pendapatnya tentang aku. Ayah gadis itu mengambil tangan ibunya dan membawa-nya masuk ke sebuah ruangan di dalam rumah. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Pikiranku masih mencoba mengingat di mana aku pernah bertemu dengan nenek itu. Namun, aku tetap tidak mampu mengingatnya.

Setelah cukup lama duduk menunggu. Semua anggota keluarga gadis itu tiba-tiba berhamburan ke dalam ruangan tempat ayah dan nenek gadis itu masuk. Mereka semua seperti dipanggil untuk memusyawarahkan urusanku. Aku duduk seorang diri di ruang tamu, sambil mengharap jawaban yang membahagiakan. Perasaanku tidak menentu. Dalam pikiranku aku mempersiapkan diri untuk diterima atau di-tolak.

Nenek itu kemudian keluar sambil diiringi oleh semua anggota keluarganya, termasuk ayahnya. Dia menatapku dan aku masih berusaha mengingat di mana kami pernah bertemu. Dia lalu bertanya kepadaku, 'Apakah kamu kenal aku?"

Aku menjawab, "Saya tidak kenal/tapi sepertinya saya pernah bertemu nenek sebelum ini. Tetapi, saya tidak ingat di mana?" Jawabku sambil tetap berusaha mengingat tempat kami pernah bertemu.

"Kalau begitu, keinginanmu untuk menjadi salah satu anggota keluarga kami..., diterima!"

Semua anggota keluarga itu pun tersenyum. Suara riuh mendadak memenuhi isi rumah. Beberapa dari mereka sempat bertepuk tangan. Aku melihat calon istriku itu tersipu-sipu sambil memalingkan wajahnya ke dinding rumah dan tersenyum.

Di antara sorak riang dan kegembiraan mereka, aku masih tetap berusaha mengingat di mana aku pernah bertemu nenek itu. Akhirnya, nenek itu pun menceritakan kepadaku di mana dia pernah bertemu denganku."

Bapak itu tersenyum dan mengakhiri ceritanya dengan berucap, "Alhamdulillah, anakku sekarang sudah empat orang."

Kita terkadang sering tidak memperhatikan kebaikan yang nilainya terasa kecil, dan kita tidak peduli terhadap-nya. Seperti dalam kendaraan umum, ketika ada orang-orang yang sudah tua, wanita hamil, orang cacat dan sebagainya, dan mereka tidak memperoleh tempat duduk, sementara kita masih kuat dan sehat. Kita lebih memilih membiarkan mereka berdiri, meski kondisi mereka lemah.

Mendahulukan mereka adalah lebih baik dan merupakan akhlak mulia. Tanpa mengharapkan balasan dan tidak perlu mengharapkan imbalan apa pun dari mereka, karena imbalan dan balasan yang paling baik hanya ada di sisi Allah swt. Hanya kepada-Nyalah kita mengharapkan balasan.

Pahala dan kebahagiaan akhirat tidak hanya dari kebaikan-kebaikan besar. Justru kebaikan kecil terkadang memiliki pahala yang jauh lebih besar dari kebaikan yang' kita kira berpahala besar.

Anda tentu pernah mendengar Rasulullah saw. pernah bercerita kepada para sahabatnya kisah tentang seorang pelacur yang masuk surga hanya karena memberi minum seekor anjing yang hampir mati kehausan. Anda juga tentu mengetahui sabda beliau tentang ganjaran pahala untuk orang yang menyingkirkan duri dari jalan umum. Semua itu merupakan kebaikan kecil di mata manusia dan sangat mudah dikerjakan, tetapi pahalanya sangat besar di sisi Allah swt.

Allah tidak pelit untuk membalas kebaikan kecil yang dilakukan hamba-Nya yang ikhlas. Meski ganjarannya kecil, tidak ada pahala sekecil apa pun di hari Kiamat nanti melainkan ia akan menjadi tempat bergantung harapan setiap hamba untuk mengantarkannya ke surga.

Dalam urusan keduniawian, tidak hanya karakter dan perbuatan baik dalam skala besar saja yang mengantarkan seseorang untuk meraih kebahagiaan. Akan tetapi, kebaikan kecil tidak jarang menjadi titik awal seseorang dalam meng-gapai kebahagiaan dan kesuksesan besar dan luar biasa dalam hidupnya.

Tidak ada seseorang yang terlahir ke dunia langsung sebagai orang dewasa yang memiliki segala sesuatu, tetapi dia mengawali hidup sebagai bayi yang tidak bisa apa-apa, ke-mudian menjadi anak-anak, remaja dan orang dewasa yang hidup bahagia dan sukses. Sama halnya dengan kebaikan, setiap kebaikan besar tentu dimulai dari kebaikan yang paling kecil.

Allah swt. berfirman di dalam Al-Qur'an, "Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik." (ar-Ra'd [13]: 29)

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Label

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.